Hari senin, 28 November 2011 tepat pukul 16.30 yang lalu, kami diterima kepsek LURS (LudwigUhland Realschule Tuttlingen). Maksud kami adalah membicarakan soal pendaftaran anak sulung ke sekolah ini. Sekolah terdahulu adalah OHG (Otto-Hahn Gymnasium Tuttlingen) namun karena alasan mobbing (perploncoan/bullying) yang sudah tidak bisa kami tolerir dan tak ada tindak lanjut dari sekolah yang bersangkutan, seperti ada magnet bagi kami untuk mengirim anak kami kesini. LURS mungkin satu-satunya sekolah yang gencar atas promo anti mobbing-nya.
[caption id="attachment_161198" align="aligncenter" width="494" caption="Ludwig Uhland Realschule Tuttlingen"][/caption]
Sejak SD kelas 1 hingga kelas 6 ini, anak kami sering dijuluki Schlitte Augen (red: mata sipit), Dumm Kopf (red: anak bodoh), Mädchen (red: seperti anak perempuan), Pferdchen (red: penggila kuda) dan lainnya. It might be a bit hard … he could going through when he were strong … Untuk soal bullying ini semoga saya bahas lain kali.
Mau daftar Realschule, tandatangani perjanjian dahulu
Pak rektor, Michael Seiberlich yang hari itu berkemeja panjang warna coklat begitu mempesona dengan sambutannya yang hangat. Apa yang beliau jelaskan singkat, padat dan berisi.
“Kommen Sie aus Indonesien?” tanya lelaki yang sepatu kulitnya mengkilat coklat. Hahaha darimana beliau tahu saya orang Indonesia ya? Coklat kulitnya barang kali ya, Pak seperti kakao …
„Ja, richtig, Indonesien … Java Insel“ saya antusias menjawab. Saya seperti baru bertemu orang Indonesia saja. Lalu saya jelaskan letak pulau paling padat se-Indonesia itu. Beliau manggut-manggut dan mengatakan bahwa tempo hari pernah berlibur dari rute Jakarta, Semarang, Jogja dan Bali. Waaa … makanya tahu banyak.
Kemudian beliau mengulurkan sebuah buku panduan profil LURS. Sembari mengunyah Gummibarchen (red: kembang gula yang kenyal dan terkenal dikalangan anak-anak Jerman), beliau memberikan secarik kertas warna hijau yang merupakan brosur anti mobbing kepada saya dan sebuah kertas lain pada suami saya.
[caption id="attachment_161199" align="aligncenter" width="367" caption="Brosur anti mobbing/perploncoan/bullying"]
Selanjutnya sebuah perjanjian diberikan kepada anak lelaki kami. Anak kami diminta untuk menceritakan dirinya hingga nyasar di LURS. Pak rektor mendengarkan dengan seksama dan sedikit terbatuk karena keselek (red: tersedak permen). Xixixixixi …
Giliran beliau menerangkan isi Aufnahmevereinbarung (red: tata tertib) memasuki LURS sebagai berikut:
1. Tepat waktu masuk ke kelas untuk mengikuti mata pelajaran.
2. Buku dan ordner secara teratur ditunjukkan kepada guru dengan rajin dan tepat waktu.
3.Menjaga/merawat buku-buku yang dipinjamkan sekolah hingga waktu pengembalian nanti. Jika rusak, berarti mengganti.
4. Menjaga properti sekolah dan lingkungannya.
5. Melaporkan diri ke sekolah (melalui telepon, fax atau email) jika sakit dan tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah pada hari itu juga. Saat ada tes/ujian dan berhalangan hadir namun tidak memberitahukan, akan divonis angka 6 (red: angka 1 yang terbaik).
6. Tidak merokok dilingkungan sekolah (kelas 5-10, setara dengan SD kelas 5 sampai SMA kelas 1).
7.Mengikuti kegiatan di luar mata pelajaran (hiking, ski, piknik dan lainnya, kecuali sedang sakit.
8. Jika terbukti membawa senjata tajam dan narkoba ke sekolah, harus keluar dari almamater.
9. Dilarang bergabung dengan komplotan teman yang ingin memplonco siswa lain (mobbing/bullying).
10. Dilarang keluar dari gedung sekolah saat istirahat, demi menghindari kecelakaan yang terjadi di tempat lain dan tanpa sepengetahuan sekolah.
11. Konferensi antar kelas selalu dilakukan oleh guru demi kenyamanan proses belajar mengajar disekolah, sehingga secara otomatis segala informasi tentang siswa yang muncul di permukaan akan dibahas hingga tuntas.
12. Tata tertib ini ditandangani dan disimpan oleh siswa untuk kemudian digandakan sebagai arsip pihak LURS.
[caption id="attachment_161200" align="aligncenter" width="443" caption="Surat kontrak masuk LURS"]
Gubrak … ini mau masuk sekolah apa mau pendidikan militer ya? Anyway, sebuah gagasan cemerlang untuk memagari anak remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan puber, biar tidak semaunya. Maklum, dengan aturan ketat seperti tersebut diatas, setiap siswa diharuskan berada di dalam sekolah dari pagi sampai sore. Jeda dua jam biasa digunakan untuk Hausaufgabenbetreuung (red: bimbingan membuat PR), Nachhilfe 8red: bimbel), makan siang di kantin dengan sistem kupon alias tidak dengan uang kas (saya senang karenanya, menjadikan anak benar-benar makan menu sehat dan bergizi dari koki kantin, biasa … anak remaja mungkin ketika diberi uang makan malah membeli permen/coklat/soda dan lainnya), atau murid menghabiskan waktu dengan kegiatan ekstrakurikuler. Es ist einfach toll! Bagus idenya.
Sekolah yang juga menawarkan ganztägige Schule pada hari Senin, Selasa dan Kamis (pukul 07.30-16.30 dengan pause 11.30-14.00) atau normaler Schule dari senin hingga jumat (pukul 07.30-12.30) ini memiliki atmosfir yang lain. Dengan ini, sepertinya sekolah memberi nafas bagi para murid dengan memberikan hari pendek juga, bisa pulang lebih awal
Dua ratusan siswa tandatangani kontrak 6 tahun tak merokok
Yang paling menarik dari ceramah beliau itu adalah soal duaratusan siswa LURS yang menandatangai kontrak 6 tahun tidak merokok. Walahhhh baru dengar, pak! Kontrakbiasanya mengacu pada pekerjaan, rumah, perkawinan, pertokoan dan lainnya. Lah ini, kontrak tidak merokok?!?! Ruarrr biasa! Dahsyat tenan!
Kumis beliau yang berwarna abu-abu bercampur hitam itu bergerak-gerak mengikuti penjelasan yang mencuat. Jumlah siswa LURS adalah 600, hanya 200-an saja yang menandatangani kontrak tersendiri untuk benar-benar tidak merokok dari kelas 5 hingga kelas 10. Sementara diantara 400 lainnya, disinyalir sembunyi-sembunyi merokok diluar sekolah.
Saya yakin ini mendukung program pemerintah bahwa pembelian rokok dan alkohol diijinkan setelah memasuki usia 18 tahun dengan penunjukan jati diri/ kartu identitas. Dari sini saya bisa melihat, betapa pengantisipasian anak untuk jauh dari rokok amat ketat dan sejak dini di sekolah yang tingkatannya lebih rendah dari Gymnasium yang katanya elit.
Lagi-lagi beliau mengiming-imingi anak kami, jika ia menandatangai kontrak 6 tahun tidak merokok (didalam dan diluar sekolah) maka seminggu sekali ia berhak mendapatkan lotere hadiah (tiket nonton, paket cantik dan lainnya). Lalu pada suatu waktu bisa meraih hadiah besar semacam sepeda, handy, laptop dan sejenisnya yang disediakan oleh sponsor. Tuttlingen adalah sebuah kota yang terkenal dengan beragam pabrik (mulai dari alat kedokteran, sepatu,dan lainnya yang memiliki banyak cabang di Asia pula, termasuk Indonesia). Opo ora hebatttt???
Di Indonesia, kota-kotanya juga punya banyak pabrik yang berpotensi mendukung program pendidikan semacam LURS tadi … tapi sponsornya semoga tak hanya perusahaan rokok saja demi menyemangati siswa sekolah berprestasi dan maju.
Januari ini, keputusan ada pada anak sulung apakah memilih tetap diplonco di sekolah Gymnasium (red: kelas 5-13, setara kelas 5 SD sampai SMU kelas 3) atau pindah di LURS Realschule (red: kelas 5-10) sekolah anti rokok dan anti perploncoan ini. God bless.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H