ADHD atau Attention Deficit Hyperactive Disorder adalah sebuah kelainan pada seseorang yang menyebabkannya kehilangan konsentrasi. Di Indonesia mungkin dikenal dengan anak kurang perhatian (?), sedang di Jerman ini biasa disebut dengan Zappelphillip, HKS atau ADHS. Selama bertahun-tahun merantau baru sadar bahwa ternyata kelainan ini tak hanya menjangkiti generasi muda tanah air tapi juga negeri Jerman yang modern dan serba disiplin ini bahkannnn … USA!!!
Gejala-gejala ADHD ini adalah anak biasanya impulsif, kurang sabar, tidak bisa diam, gampang pecah konsentrasi, ber-IQ diatas rata-rata tapi lambat reaksi, cepat panik, tidak mau mendengar, mudah bosan jika bermain atau mengerjakan sesuatu (hingga tak sampai usai), tidak sabar menunggu/antri, suka melamun dengan pandangan kosong, banyak ngobrol/ngoceh tak penting (saat pelajaran misalnya), sering disetrap/dihukum guru, sering lupa akan banyak hal/barang, suka merusak barang (meski bukan miliknya), tidak bisa berteman (biasanya tak pernah punya teman), dikenal sebagai anak bandel, nakal dan malas, mengalami banyak kecelakaan, tidak punya rasa takut dan seterusnya.
***
[caption id="attachment_185119" align="aligncenter" width="581" caption="Ilustrasi: ADHS, lalu???"][/caption]
Bagaimana curhatan para ibu diseluruh dunia yang memiliki salah satu anak dengan ADHD ini?
1.Lili, 34 tahun. Ibu keturunan Italia yang tinggal sejak remaja di Jerman ini memiliki dua buah hati. Putra sulungnya divonis dokter mengidap ADHD saat SD.
Katanya, ia telah mengikutkan si anak untuk menjadi member di sebuah klub khusus untuk anak ADHD. Mahal memang (kabarnya ratusan euro perbulan), tetapi menurutnya lebih baik karena ia tak sanggup untuk mengatasinya. Sementara di klub di sebuah kota T itu, banyak terapi, dokter, psikiater, mereka yang berkompeten dan berpengalaman di bidangnya merangkai beragam program demi menyalurkan bakat anak dengan ADHD dan tentunya dengan kegiatan yang bisa membuat mereka terlatih konsentrasinya. Tapi saya tak jelas medikinet berapa mg yang diberikan.
Meski terapi, masalah si anak yang kini duduk di bangku Realschule di kota S itu tak berhenti, banyak laporan kasus kenakalannya yang sampai ke telinga ibunda. Misalnya selalu membawa pisau lipat kesekolah dan melakukan hal-hal iseng lainnya.
Saya yakin, bu Lili juga tertekan dengan kondisi si anak tampan berambut ikal itu. Untung saja banyak kegiatan yang membuat bu Lili terhibur, seperti menjadi anggota klub Narrenverein (red: fasching/karnaval) dan Elternbeirat (red: semacam pengurus BP3 di sekolah anak yang kedua).
2.Anggrek, 36 tahun. Wanita dari Jatengyang merantau di Jerman ini kadang merasa bahwa anak ADHD yang dimilikinya tak ubahnya memiliki gang buntu.
Sejak berumur 4 tahun, memang bu Anggrek telah mendeteksi kelainan pada si anak. Namun jawaban suami dan keluarganya, sudah biasa jika anak umuran segitu sangat hiperaktif, sedang dalam masa perkembangan. Karena tidak mendapat ijin memeriksakan anak kepada psikiater di kota besar, ibu ini menurut saja.
Tiga tahun kemudian terjawab sudah. Guru kelas si anak memanggil ibu Anggrek dan suaminya. Pengajar itu mengatakan bahwa sepertinya ada yang tidak beres dengan si anak dan menyarankan untuk memeriksakan ke pusat klinik terbesar di kota S.
Setelah diperiksa dan melakukan tes, terbukti anak tergolong ADHD dan direkomendasikan untuk pindah ke sekolah khusus untuk anak tersebut. Selain itu, dokter anak telah memberikan Medikinet 10mg (tablet warna putih), lalu meningkat menjadi Medikinet 20mg (kapsul warna ungu muda), Medikinet 30 mg (kapsul warna ungu tua dan ungu muda) dan Medikinet 40 mg (kapsul warna ungu tua dan abu-abu) ….
Dua tahun lamanya si anak masuk sekolah sampai sore itu dan lulus dengan predikat cum laud! Selain program sekolah yang memang khusus, perhatian guru dan orang tua sangat ketat dalam hal belajar dan PR.
Akhirnya, ia masuk gymnasium. Sayangnya sekolah umum itu bukanlah tipe sekolah yang memiliki metode khusus bagi anak yang tak bisa konsentrasi. Dua tahun sudah nilai jeblok padahal uang mengalir terus untuk konsultasi reguler ke psikiater dan obat baru bernama Concerta (kapsul warna putih). Bahkan diknas bagian psikologi ikut turun tangan sampai ke tempat si anak sekolah demi menyoroti hal ini (investigasi, rapat dan kertas-kertas).
Kata si anak, ia begitu karena teman-teman dan gurunya tak suka padanya. Sedangkan nilainya yang menurun lantaran dahulu SD nya memiliki muatan yang enteng hingga ia tak terbiasa dengan muatan seberat di gymnasium. Padahal ia malas belajar dan sering berkelit soal PR yang tentunya kewajiban yang sama ini dibebankan pada siswa atau anak sekolah dimanapun berada di penjuru dunia.
Si ibu tetap berusaha ke sana kemari dan berdoa tapi pasrah jika si anak dikeluarkan dari sekolah meski anaknya ngotot tetap tinggal disana.
Sebagai obat depresi memiliki anak hiperaktif ini, bu Anggrek banyak bergaul, membaca, berkebun dan mengikuti beragam klub di kampungnya sebisa dan sebanyak mungkin.
3.Selasih, 41 tahun. Wanita berparas khas Jerman ini memiliki putra tunggal yang tahun ini akan berumur 5 tahun. Masyarakat mengenal si anak blonde itu dengan sebutan wild (red: liar), frech (red: kasar) dan unglaublich (red: tak terduga).
Ini disebabkan tindakan si anak yang tak bisa dipikir dengan nalar. Misalnya saja dalam sebuah pesta, ia menumpahkan semua botol bir ke pangkuan masing-masing peminumnya. Si bocah bahkan tertawa lebar jika mereka yang basah itu marah-marah. Si papa tentunya marah besar sedang Bu Selasih hanya berseru, „Ah, anak lelakiku …“
Ketika dikirim ke TK, ia terbiasa mengganggu teman-temannya; main senggol, main sikut, main pukul, main siram pasir dan sejenisnya tanpa sebab musabab yang jelas. Jawaban para guru kepada orang tua murid yang mengadu, „Yah, gimana lagi ya … memang karakter anaknya begitu. Sebaiknya anak ibu dikasih tahu juga dirumah untuk hati-hati bermain di TK bersamanya (di kelas atau taman).“
Sayang sekali belum ada penanganan khusus pada si anak, meski psikolog tempatnya curhat sudah mendeteksi si anak mengalami gejala ADHD.
Selasih menduga ini ada kaitannya dengan gen bawaan suami karena adik lelaki suaminya juga mengalami ADHD, sedangkan dari keluarga Selasih tidak ada sejarah ADHD. Bahkan kata Selasih, adik iparnya yang ADHD itu meninggal karena bunuh diri.
Tak mudah memiliki anak yang agak dianggap aneh oleh orang-orang disekitarnya ini, hingga si ibu dan anak lelaki ini tak punya banyak teman. Untuk itulah Selasih yang memiliki sebuah vila dan kebun luas ini memilih sibuk bercocok tanam! Sepertinya ia menikmati kegiatan positif ini di atas stress membesarkan si bocah.
4.Mawar, 36 tahun. Wanita Turki yang besar di Jerman dan memiliki tiga anak (dua diantaranya adalah gadis kembar), sangat pusing dengan cobaan bernama ADHD ini.
Kelainan yang dialami si anak lelaki terdeteksi setelah pihak sekolah meminta si ibu mengajak anak ke psikiater, sepertinya ada yang tidak beres pada anak (begitu kata para guru).
Di sekolah, si anak memang susah sekali bergaul dan tidak tertarik dengan pelajaran sehingga nilainya buruk di sekolah dasar (di Jerman, SD hanya sampai kelas IV). Setelah masuk di Realschule, ibu Mawar mendapat mandat dari dokter agar si anak mengkonsumsi Medikinet 10 mg. Ini adalah tablet warna putih demi konsentrasi yang gratis yang diresepkan dokter untuk konsentrasi di kepala. Sedangkan batas maksimal medikinet adalah 60 mg.
Tahun kemarin, anak itu telah berusia 13 tahun. Ternyata setelah dua tahun menelan pil ini, tak banyak membantu kesulitan konsentrasi belajarnya. Ia terpaksa harus pindah sekolah ke Hauptschule. Dan obat ditingkatkan menjadi Medikinet 20 mg. Dan hasilnya tetap sama ….
Untuk soal karakter parah lagi, tambah bu Mawar. Si bocah lelaki sering membuat keributan dengan saudara perempuannya yang manis-manis. Jika berkumpul dengan saudara-saudaranya pada saat kunjungan keluarga ia selalu bilang „Langweilig“ (red: bosan)“, padahal ditangannya selalu tergenggam Nintendo (yang dihadiahkan orang tuanya sebagai obat bosan jika bepergian). TV yang menemani saudara-saudaranyapun tak mampu menghiburnya waktu itu.
Belakangan, si ibu stress-nya minta ampun. Iapun ikutan masuk konseling psikiater karena merasa sudah agak gila dengan semuanya. Hingga pada suatu hari saudara ibu Mawar dan ibundanya mengorganisir sebuah liburan pelepas penat ke Italia. Ketiga anaknya dititipkan pada tiga saudara perempuan ibu Mawar, sementara ibunda dari Bu Mawar yang mengurus rumahnya selama plesiran.
5.Melati, 65 tahun. Perempuan kelahiran Jawa Timur itu mengaku pernah diuji sebuah karunia dari Tuhan berupa anak hiperaktif. Sejak SMP hingga dewasa sebelum menikah, ada saja peristiwa besar yang terjadi pada si bocah lelaki ganteng itu. Entah jatuh dari pohon, entah kakinya terbagi dua karena menginjak pecahan botol, entah kecelakaan yang menyebabkan masuk sangkal putung berbulan-bulan karena tulang punggungnya patah terlindas truk tronton, entah berkelahi dengan teman di sekolah hingga kepala bocor, entah bersilat lidah dengan tetangga atau orang lain, entah berkelahi fisik dengan kakak atau bahkan ayah/suami ibu Melati dan masih banyak lagi.
Untuk obat, terapi dan dokter memang keluarga ibu Melati tak ada dana. Jadi semua ditangani sendiri. Untungnya, ibu Melati tergolong orang yang ulet dan sabar. Ialah yang banyak mendorong si anak untuk terus meneruskan pendidikan hingga jenjang yang tertinggi, universitas. Apalagi si ibu adalah lulusan jurusan konseling.
Lantaran kelainan ADHD ini, buah hati ibu Melati malas belajar, jika di sekolah tidak memperhatikan pelajaran, ndomblong/pandangan kosong, tidak mau membuat PR hingga menyebabkan harus tinggal kelas di kelas IV. Begitu pula sewaktu SMA. Untung saja, adik perempuannya yang lebih rajin belajar dan satu sekolah lebih muda 2-3 tahun. Tak ada cerita kakak dan adik sekelas jadinya.
Saat kuliah, ia harus gonta-ganti universitas karena bosan jurusan. Untung sang bunda dengan telaten menasehati di manapun ia berada (lantaran ia sering minggat dari rumah) dan membujuk keras hati sang suami yang jengkel dengan anak lelaki mereka ini.
Sekarang ini putra ibuMelati telah berputera 4 dan mendapatkan istri yang solehah yang mengajaknya banyak berdoa dan beribadah.
Sayangnya kehidupan keluarganya juga tidak semulus harapan bu Melati karena si lelaki tetap memiliki perangai yang sama; mudah marah, mudah bosan, kasar, tidak konsentrasi dan seterusnya. Bahkan anak-anak dan istrinya berkali-kali melarikan diri ke rumah mertua lantaran serangan fisik kepala keluarga dengan ADHD ini.
Begitulah … Bu Melati mengaku tetap mengirim doa dari jauh demi kebahagiaan putranya yang memiliki kelainan konsentrasi ini.
***
Kemudian, orang tua (khususnya ibu) harus bagaimana? Prof.Trott dari Jerman menekankan perlunya dosis obat tepat, kerjasama orang tua dan sekolah serta terapi dan psikiaternya amat penting saat sebuah keluarga memiliki anak dengan ADHD ini.
Ditambahkan oleh Frau Neuhaus, seorang psikolog anakdi Jerman, para ibu yang memiliki anak dengan ADHD ini sebaiknya tidak melulu mengungkit kesalahan didepan anak (hingga menyebabkan anak jenuh bahkan bebal).
Tapi … seperti kelima cerita ibu-ibu diatas, tak mudah memiliki anak dengan ADHD ini. Selain mahal, frustasi, tekanan batin entah cobaan apa lagi yang ada pada ibu-ibu itu.
Semoga menjadi inspirasi bagi kompasianer semuanya, betapa bahagianya dikaruniai anak-anak yang sehat, bahagia dan manis tanpa kurang suatu apapun (kelainan atau penyakit). Sehingga menjadikan mereka permata hati, sebagai harta kekayaaan melimpah tiada tara, tak terbeli oleh mata uang asing negara manapun. (G76).
Sumber:
1.Curhatan pribadi para ibu dengan anak ADHD
2.ADHS Aufmerksamkeitsdefizit-und Hyperaktivitätstörung auch Hyperkinetisches Syndrom (HKS), „Zappelphillip“-Syndrom, oleh Prof.Dr.G.-E.Trott&Dr.F.Badura, terbitan Medice Iserlohn, Jerman.
3.ADHS Ohne Hyperaktivität-Das „Träumerchen“ oleh Dipl. Psychologin, Heilpädagogin und Kinderpsychologin Cordula Neuhaus terbitan Medice Iserlohn, Jerman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H