Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bagaimana Kalau Bapak Kita Sakit Keras?

5 Mei 2014   21:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:50 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1399275582856730265

[caption id="attachment_334811" align="aligncenter" width="415" caption="God bless you, dad."][/caption]

Seorang sahabat pena dari Amerika menulis pesan Whatsapp kepada saya:

„Tadi malam kakak perempuan saya cerita, ayah kami menurun sekali kesehatannya. Seumur hidup, belum pernah dia sakit. Saya sedih sekali.“

Saya balas:

„Saya turut prihatin dengan kabar darimu. Allah bersama ayahmu. Kamu tidak sendiri. Ayah saya divonis kanker prostat. Badannya menipis. Bahkan tangannya kena parkinson. Yang bisa saya lakukan adalah menelponnya secara rutin, menanyakan kabarnya dan membuat buku bersama serta membelikannya sebuah kamera digital karena suka memotret. Ini membuatnya bahagia di sisa hidupnya.“

Akhirnya, teman saya itu membalas bahwa apa yang dia alami, ternyata juga dialami orang lain, saya. Takut kehilangan seorang figur keluarga, bapak ... itu pasti juga dirasakan orang lain selain kami berdua. Betul?

Seminggu kemudian, saya dan anak-anak pergi ke rumah tetangga. Kami mengantar buku dan PR untuk anak bungsunya yang sudah seminggu tidak masuk sekolah. Ternyata, teman saya itu (sang ibu) ikut tergolek di sofa. Saya melarang anak keduanya untuk membangunkan si ibu.

Malamnya, suami teman saya itu bertandang ke rumah kami karena ada masalah dengan printer. Padahal tugas anak-anak mereka menumpuk. Mereka ngeprint di rumah kami sembari cerita bahwa istriya sakit karena shock dan sedih dengan kondisi sang ayah. Bapaknya divonis kena kanker perut. Sekarat.

Bapak, rama, ayah, abi, papa, papi, father, Vater ... ada lagu-lagu yang mengenangnya. Michael Jackson pernah membawakan, „Daddy ... you know how much I love you ... daddy oh daddy.“

Atau lagu Indonesia; „Ayaaaah, dengarkanlah, aku ingin bernyanyi walau air mata di pipiku ....“

Ternyata kesedihan yang tertumpah menyangkut orang tua, tidak melulu soal ibu. Banyak bapak juga yang dekat dengan anak-anaknya. Beberapa bapak yang keras, tetap akan dibutuhkan dan dikangeni anak-anaknya. Perannya tak tergantikan, tidak juga terlupakan.

Setelah mereka pulang. Saya bilang kepada suami, teman saya itu bukan satu-satunya. Sahabat pena yang saya kenal sejak tahun 2006 dan saya, adalah dua orang yang sudah terlebih dahulu mengetahui situasi; bapaknya sakit keras dan dikhawatirkan meninggal. Bahkan, kalau tetangga saya itu bisa menjenguk bapaknya dalam waktu sejam (masih senegara), kalau terjadi apa-apa, kami berdua setidaknya butuh 24 jam untuk menuju tempat di mana bapak kami berada, menyeberang lautan, beda negara. Butuh waktu, energi dan dana yang tidak sedikit. Dan lagi, sakit, sekarat dan mati adalah bagian dari kehidupan manusia. Meski pahit harus dihadapi. Ini kuasa-Nya.

Suami saya terdiam. Ia ingat, bapaknya, hanya tinggal 10 menit dari rumah (melewati sebuah gunung yang lebat). Oh! Harus dikunjungi, sebelum terlambat. Selamat pagi. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun