Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Ada Apa di Balik Layar Bioskop?

15 Januari 2015   04:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Minggu 11 Januari 2015.Biasanya hari ini saya sebut sebagai hari keluarga. Artinya, berkumpul bersama keluarga, berbagi hari bersama-sama. Entah itu jalan-jalan di hutan, minum teh sama kuweh atau nonton film. Saya biasanya melarang anak-anak untuk mengunjungi temannya di hari ini supaya memberi kesempatan si anak untuk berinteraksi dengan orang tuanya. Bukankah orang tua selalu sibuk bekerja setiap harinya? Mumpung Minggu hari santai harus dimanfaatkan.

Kebetulan pada hari itu, ada undangan ulang tahun seorang anak. Orang tuanya juga mengundang kami untuk ikut. Tadinya, saya pikir ini untuk anak-anak saja. Setelah didesak, akhirnya saya mau juga ikut. Pengecualian, ya.

Oh. Di sana, sudah menunggu beberapa anak dan orang tua si Geburtstagskind alias anak yang ultah hari itu. Setelah komplit, kami pun diajak oleh salah satu pegawai bioskop mengelilingi gedung karena ada acara khusus, ultah. Salah satunya mengintip ada apa di balik layar bioskop! Yuhuuu ... seru!

***

[caption id="attachment_390792" align="aligncenter" width="569" caption="Barisan terdepan di dalam gedung bioskop"][/caption]

Efek suara makin menghidupkan film pada layar

Kami naik ke lantai 1. Di sana, kami disuruh duduk di depan layar bioskop, baris paling depan. Aduuuh, gak enak ya duduk di barisan ini. Tengkuknya bisa cepot, capeeeek deh. Begitu pula yang dikatakan oleh si mbak. Enakan duduk di belakang...

Mbak guide mengatakan bahwa kursi dibikin terassiring agar tidak menghalangi orang yang duduk di belakang. Dijelaskan pula perbedaan layar film biasa dan layar film 3D. Anak-anakpun ditanya di mana letak jalan, pohon dan gedung. Anak-anak seumuran 8 tahun akan merasa tertarik dan menjawabnya, yang anak-anak TK umur 5-6 tahun pada dolanan dhewe-dhewe. Upyekkk. Berkali-kali saya ingatkan anak-anak untuk tetap di tempat.

Sejenak kami mengendap-endap di bawah layar. Di sana ada loud speaker yang besaaaar sekali. Salon-salonnya ada di belakang, menggantung di dinding. Anak-anak disuruh mendekat, apakah mendengar darisalon dinding? Ternyata tidak. Meskipun si mbak membesarkan volume, yang ada di kotak sebelah pintu, tidak juga mendengar.

[caption id="attachment_390797" align="aligncenter" width="460" caption="Setting; lampu, suara ..."]

1421243732396053810
1421243732396053810
[/caption]

Kami pindah ke lantai atas pakai lift, ke sebuah gedung bioskop yang kapasitasnya dua kali lipat. Lebih banyak. Anak-anak disuruh mengamati lampu di langit-langit ruangan. Ada hijau, merah, kuning ... kayak lagu “Balonku ada Lima.“

Keluar dari ruangan tersebut, kami kaget. Di depan pintu luar, ada banyak sampah. Mbak guide menjelaskan bahwa sampah yang ada di sana biasanya akan mangkrak selama dua hari. Mengapa? Karena butuh dipisahkan. Kertas dengan kertas, plastik dengan plastik, botol dengan botol ... isinya (sisa makanan/minuman) pun harus semua masuk sampah bio. Rapi kan?

Pakai film digital lebih praktis

Setelahnya, kami diajak untuk menuju tempat pemutaran film. Sebuah ruang yang biasanya hanya sekotak kaca saja. Ternyata di sana penuh dengan peralatan elektronik. Meski sudah menggunakan film digital, contoh-contoh film bahula masih ada. Aduuuh ada yang segedhe gaban. Bayangin jaman dahulu itu bagaimana para petugas bioskop mempersiapkan penayangan film. Filmnya kann besarrrr sekali.

Tak berapa lama, si mbak menunjukkan film yang lebih kecil. Begitu pula cara pemotongan atau editing dengan mesin cekrik. Semacam selotip putih yang dipotong lalu ditempelkan ke film.

[caption id="attachment_390800" align="aligncenter" width="512" caption="Film lama pakai rol kecil."]

14212438871771405865
14212438871771405865
[/caption]

[caption id="attachment_390803" align="aligncenter" width="512" caption="Dulu, rol fim segedhe gaban."]

14212441291585918950
14212441291585918950
[/caption]

Sebuah laptop ada di salah satu rak. Di sinilah tempat para petugas mengatur iklan, film dan musik dalam sebuah pertunjukan bioskop. Jaman sudah maju.

Ruangan memang agak dingin. Si mbak menjelaskan bahwa ini menjaga agar mesin-mesin pemutar film tidak kepanasan dan meledak. Ini hampir sama dengan sistem kipas di dalam komputer atau laptop.

Mengintip dapur bioskop

Puas mengintip belakang layar bioskop, anak-anak diajak mengintip dapur. Ini beda dengan mengintip orang di kamar mandi seperti dalam film-film Indonesia yang pernah saya tonton. Ada kegembiraan di sana saat anak-anak diajari cara membuat Popcorn. Berondong jagung manis sampai asin. Wihhhh seru, mesinnya segedhe pintu, transparan. Bisa dilihat bagaimana butiran jagung meledak-ledak dan membentuk bunga-bunga popcorn yang bisa dicamil saat menonton film. Yang ukuran kecil 2,5€ yang besar 5€. Mahal ya? Setiap anak akhirnya mendapat satu, ukuran kecil. Yang ulang tahun, segedhe bakul!

[caption id="attachment_390802" align="aligncenter" width="478" caption="Mesin berondong jagung."]

1421244073861994024
1421244073861994024
[/caption]

[caption id="attachment_390804" align="aligncenter" width="320" caption="Alat pemutaran film jaman dulu ...lucu!"]

1421244190893623037
1421244190893623037
[/caption]

Kalau ada makanan pasti ada minuman. Dua-dua, anak-anak digiring ke tempat pengucuran minuman. Aduhhhh saya paling gak seneng anak-anak minum cola. Tapi untuk hari itu, is OK lah. Anak-anak ambil sprite atau pepsi.

Yak. Acara jalan-jalan keliling gedung bioskop sudah usai. Waktunya nonton film. Horeee ... para orang tua sudah tak sabar menanti. Lama lho, nunggu anak-anak selesai tur. Untung saya ikut, jadi gak terasa.

Terima kasih kepada bos bioskop yang mengijinkan saya buntuti anak-anak pakai kamera. “No problem“ Katanya.

***

Nah, bagaimana? Asyik, ya? Mengintip layar bioskop memang banyak dilakukan oleh anak-anak Jerman. Sebelum saya ikut, anak pertama sudah terlebih dahulu mengintip bersama teman-temannya yang ultah. Ada pengetahuan baru.

Yak. Kalau setiap gedung bioskop memberi kesempatan anak-anak untuk mengetahui banyak tentang di belakang layar dan tetek bengek yang ada di dalam gedung, seru ya?Bukan cuma nonton dan makan minum saja.

Bagaimana dengan bioskop Indonesia, juga berani buka-bukaan dan sharing sama anak-anak pakai model rekreasi edukatif seperti ini? Selamat sore.(G76)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun