Malam tahun baru. Bersama keluargaku, aku berada di "Boozy Cow." Edinburgh begitu meriah, walau perayaan Hogmanay batal karena cuaca buruk. Dari wajah-wajah orang dari seluruh dunia, aku tahu, mereka kecewa. "Jauh-jauh ke Skotlandia, nggak jadi nonton perayaan tahun baru..." Makanya banyak yang masuk ke pub dan bar untuk merayakan tahun baru bersama, setelah hitungan mundur usai. Paling nggak, dibanding kedinginan di luar dan jadi es batu.
Aku kecewa tapi nggak menyalahkan siapapun. Mungkin saja, ini peringatan Tuhan, supaya nggak ada euphoria di awal tahun. Bisa jadi, ada hikmah di balik semua ini.
Gelas isi minuman tak beralkohol pelan tapi pasti aku hirup. Sesekali aku mendekatkan mulutku ke telinga teman baik yang mengundangku ke UK, Tary. Maklum, hingar bingar suara musik nggak bisa dilawan. Salah satu cara supaya ia mengerti apa yang kukatakan, dan vice versa, memang harus begitu. Kami nggak perlu teriak.
Sepasang anak muda tampak mesra. Mereka nggak peduli ada ratusan orang di dalam ruangan. Keduanya pikir, dunia milik mereka berdua. Yang lainnya, ngontrak.
Orang-orang hilir mudik di depanku. Ada yang baru datang dan ada yang keluar menuju pintu. Sesekali mereka mengucapkan "Happy New Year" kepada kami. Beberapa bahkan memeluk kami bergantian. Aku ketawa sendiri, "Kan, nggak kenal"?, batinku. Tapi aku tetap ramah dan mengingatkan mereka untuk hati-hati. Glasgow, kota yang kami kunjungi beberapa hari lalu, adalah 1 dari 10 kota berbahaya di Eropa. Edinburgh? Aku nggak tahu, walau kota Harry Potter ini ibukota Skotlandia.
Musik yang mengalun kembali menyihirku untuk mengikuti iramanya. Gerakan dari kepala sampai kaki, membuatku yakin bahwa olah raga atau menggerakkan tubuh itu penting dalam hidup. Mengaktifkannya setiap hari, nggak hanya menyegarkan badan orang tapi juga jiwa si empunya. Nggak percaya? Joged lah tiap hari, niscaya kamu akan merasakan khasiatnya. Biasanya di atas jam 12 malam, mataku sudah sepet karena waktunya tidur. Aku seperti mengkonsumsi minuman berenergi berliter-liter, hingga tubuhku fit.
Posisi dudukku lurus dengan pintu keluar, di mana aku bisa memandang jalan dan melihat siapa yang keluar dan masuk pub. Pintu terbuka, seorang perempuan muda tinggi dan besar masuk. Rambutnya panjang, brunette warnanya, coklat gelap. Tipikal orang Eropa yang cantik itu memandangiku dari jauh. Ia tersenyum. Aku membalas senyumnya. Lantas, ku yang mukaku, ke arah meja bartender. Kuhirup gelasku sekali lagi. Ah, manis.
Gadis itu justru menghampiriku. Aku tersenyum lagi. Bibirnya yang merekah mendekat ke telingaku yang dihiasi anting mutiara dari Como.
"Kamu cantik. Aku suka. Wajahmu menarik." Matanya lekat menikmati wajahku yang terbalut "Kryolan" dan "Essence" sejak pagi.
Karena aku hanya tersenyum simpul, ia mengulanginya:
"Kamu tahu, kamu cantik, aku memujamu. Aku nggak percaya yang aku lihat, tapi kamu cantik sekali malam ini. Aku pernah melihat wajah yang sama di Philipina", aksen Inggris Skotlandianya kental banget.