Waktu aku muda, aku ingat banget yang biasa jaga pameran itu ya, mbak-mbaknya; cantik, menarik, seksi, mulus, kulitnya putih, hidungnya mancung, tinggi, pakai sepatu hak tinggi, senyumnya bikin deg-degan dan entah kesan apa lagi yang nampak darinya.
Kesan itu sirna ketika aku menjadi penjaga stand Komunitas Traveler Kompasiana di acara Pasar Senggol, Cologne di Jerman pada 7 September 2024 yang lalu. Wajahku lumayan, nggak menari-menarik amat, nggak seksi, kulitnya sawo matang, hidungnya pesek, pendek, nggak pakai sepatu hak tinggi dan senyumku senyum pepsodent.
Ternyata menjadi penjaga stand itu boleh dengan kondisi seadanya. Intinya ramah, pandai bicara dan bisa mempresentasikan "dagangan" yang ada di meja.
Waktu itu aku berangkat pagi-pagi. Sampai di halaman Engelshof, tempat diadakannya pasar, aku tengak-tengok. Wah, meja yang mana, ya? Mbak Siti, admin Koteka yang jadi seksi acara nggak nampak batang hidungnya. Aku mengelilingi semua stand. Ada satu stand yang masih kosong. Aku yakin itu milik Komunitas Traveler Kompasiana. Karena nggak yakin, aku belum membuka "dasaran." Sembari menunggu, aku tanya salah satu penjaga stand. "Mbak, ada yang tahu di mana stand panitia." Seorang penjaga dhawet menunjuk sebuah stand bertajuk "DIG." Aku pun ke sana.
"Maaf ibu, mejanya mbak Siti Asiyah dari Pesanggrahan Indonesia yang mana, ya?"
"Oh, Siti? Di sana." Ibu Lina Panggaben menunjuk meja yang sudah aku taksir dari tadi.
Mempersiapkan stand Koteka
Segera aku mempersiapkan meja Koteka. Suami yang dari tadi duduk di atas bangku di seberang sana, aku kode untuk mendekat supaya membantu.