Indonesia baru saja menyelenggarakan pesta demokrasi di seluruh dunia. Nggak hanya di tanah air, pemilihan presiden-wakil presiden dan DPR yang mewakili para partai yang beragam juga diselenggarakan di luar negeri, termasuk di Jerman. Dan nggak terasa, sudah 17 tahun ini, aku mencoblos dengan sistem yang mudah; dengan pos! Betapa tidak, tinggal di sekitar hutan dan pegunungan di Jerman Selatan membuatku sangat repot untuk menuju TPS yang diselenggarakan oleh KJRI Frankfurt, KJRI Hamburg dan KBRI Berlin. Lokasinya jauh sekali dengan rumahku. Gara-gara itu, akupun masuk TV. Pecah rasanya, aku merasa berada di tanah air, menyapa orang yang kenal aku, walaupun ragaku ada di Jerman. Mengapa aku bisa masuk TVRI Jawa Tengah itu? Begini ceritanya:
Disuruh bikin VLOG teman lamaku
Tary, teman lamaku dari Semarang yang tinggal di Inggris tiba-tiba mengirim pesan awal Februari, setelah dua minggu nggak ada kabarnya. Biasanya kami berbalas pesan lucu-lucu, biar bisa ngakak dan sehat.
"Misal nanti pas coblosan, kalau nggak merepotkan boleh minta tolong bikin semacam vlog citizen journalism tentang Pemilu 2024. Untuk aku tayangkan di news buletin TVRI Jawa Tengah." Ia mengirim ulang pesan yang didapatnya dari kawan di Semarang."Gan, tolong temanku produser TVRI Jateng bikin liputan. Kirim ke Andreas, ya, " tambahnya. Perempuan lulusan Inggris itupun mengirim nomor temannya itu."Matur nuwun." Sebuah icon perempuan Jawa menghaturkan salam nampak menggoda.
Karena aku sedang sibuk dan akhirnya lupa jawab, aku baru balas keesokan harinya. Aku bingung, walaupun aku sudah sering masuk TV saat aku ikut LSM atau saat gabung Kompasiana TV dan Kompas TV, aku masih bingung formatnya. Akhirnya ia menjelaskan bahwa aku harus membuat rekaman video ketika mencoblos di Jerman. Pengalaman itu dibuat bagai VLOG. Lah, aku nggak pernah bikin, paling banyak Reels atau youtube tapi tanpa ngomong atau tiada suaranya.
Lagi-lagi karena sibuk kerja setiap hari, aku lupa. Seminggu aku belum juga bikin, sampai ditagih sama Tary.
"Gan, VLOG sudah dikirim?" pertanyaannya bagai setrum di kepala. Hari Jumat. Yah, lupa lagi! Aku katakan padanya bahwa Jerman sedang musim karnaval, jadi wara-wiri di tempat-tempat yang menyelenggarakan festival tahunan unik itu. Aku belum bikin! Lagian, Jerman baru mencoblos pada tanggal 10 Februari dan 14 Februari. Aku saja hanya lewat pos dan harus menunggu kiriman dulu baru mencoblos dan mengirim ke PPLN di KJRI Frankfurt.
Aku sudah selesai membuat coretan poin yang penting tentang pencoblosan yang aku alami untuk aku hafal saat rekaman. Ah, ternyata lebih susah dari siaran di radio yang kalau siaran entah itu love atau rekaman, tinggal baca dan nggak ada wajahnya. Sembunyi, orang hanya bisa mendengarkan suaraku dan membayangkan aku orangnya seperti apa.
Shooting untuk VLOG itu menguji kesabaranku
Hari itu masih gelap, shooting film aku tunda keesokan harinya karena lebih bagus dengan latar belakang alam Jerman dekat rumahku yang bak bukit Teletubies.
Minggu pagi, setelah aku bangun tidur segera mandi dan ganti baju. Aku pikir harus segera membuat VLOG karena kami akan menuju ke suatu tempat dan pulang sore. Musim dingin begini, Jerman cepat gelap seperti di tanah air. Mumpung sedang terang, sangat cocok untuk memamerkan keindahan di sekitar rumahku.