Sebabnya, Narativ itu diciptakan sebagai playground bagi para pengiklan (brand) dan Kompasianer dalam bekerjasama pembuatan dan pendistribusian konten di Kompasiana maupun di saluran media sosial lainnya.
Tahu apa yang dipertimbangkan oleh para pengiklan? Antara lain adalah niche market (target market), engagement di medsos dan kualitas tulisan di Kompasiana. Lah kalau belum punya media sosial, bikin segera. Karena itu akan jadi "kendaraan" kita untuk mempromosikan brand.
Sejak 30 April 2011 sampai hari ini akun Kompasiana, saya memiliki 1354 artikel dan 1587 followers. Facebook yang saya ikuti sejak 2009 ada 3023 teman. Instagram 1322 followers dan Twitter hanya 594. Ini harus ditingkatkan.
Di sanalah, saya bisa berbagi link artikel yang saya tulis di Kompasiana, supaya meraih lebih banyak pembaca. Tapi rupanya itu tidak menjamin 100% berhasil. Karena belum tentu kedekatan saya sebagai micro influencer dengan followers itu kualitasnya sebagus follower para selebritis atau tokoh penting yang makro influencer. Saya harus bekerja keras. Kalian juga pasti begitu. Jangan mendatangkan seribu patung untuk candi dalam sehari.
Sejauh ini, saya punya pendirian bahwa tiap tulisan mengalami nasibnya sendiri. "Going where the wind blows" kata Mr. Big. Meskipun demikian, don't worry about that. Nanti malah stress, lebih baik terus dan teruslah menulis. Positive thinking, mengembangkan networking, memanfaatkan dan aktif di medsos itu juga wajib.
Teman-teman, sebenarnya yang mampu menjadi influence para customer itu darimana, sih? Dik Derry memperlihatkan data dari Januari 2020, yang paling utama rupanya dari search engine (35%), iklan di TV, (34%), word of mouth recommendations atau dari mulut ke mulut (29%), sedangkan dari iklan di sosmed (23%). Makanya kalau kita sudah memaksimalkan media sosial kita, itu sudah punya poin yang bagus dalam mempengaruhi customer.
Kemudian menurut data studi pada tahun 2019, ternyata content marketing itu masih jadi nomor satu sebagai iklan paling berpengaruh. Sedangkan Narativ ini juga lebih condong ke sana. Cocok.
Pria berkacamata itu menambahkan pula bahwa yang menjadi pertimbangan kita sebagai user dipilih oleh brand yakni:
- Audience relationship - hubungan kita dengan pembaca (48%)
- Content production - isi/kemasan artikel (29%)
- Distribution - penyampaian/penyebaran artikel (23%)
Rupanya itu saja tidak cukup, masih ada beberapa faktor yang harus kita perhatikan sebagai seorang micro influencer. Apakah klik kita banyak? Apakah ada engagement? Apakah view atau impressionnya banyak? Apakah cakupannya luas? Apakah isinya bagus?
Ya ampun, dunia tulis- menulis di era digital sudah berubah dan berkembang secara cepat sehingga kita harus lebih memperhatikan hal-hal tersebut. Kita jangan terlena atau jalan di tempat saja. Berubah!
***