Langkah keluar rumah begitu berat. Mata melirik jam tangan, rupanya sudah mau jam 9 malam. Kami hendak belanja kebutuhan sehari-hari. Sengaja memilih jelang larut malam untuk berbelanja karena corona. Iya, swalayan tujuan tutup pukul 10 malam, jaraknya hanya 10 menit dari rumah.
Menurut pengalaman, jam segitu orang sudah melepas lelah, berebah di atas sofa, menenggak bir dan menamati gambar bergerak di layar kaca. Dalam arti, physical distancing akan terlaksana dengan leluasa.
Sungguh, dengan pertambahan jumlah pasien corona yang hari ini sudah mencapai 107.600 atau lebih dari 2000 orang penderita baru di Jerman, kami sangat berhati-hati untuk tidak keluar rumah dan bertemu dengan kerumunan. Andai saja mata kita melihat dengan jelas tebaran virus corona di mana-mana, nggak mungkin kita keras kepala keluar dari sarang. Anggukan pelan tapi pasti terlihat dari masing-masing kepala.
Kaki berhenti di depan garasi yang sudah terbuka pintunya. Bagasi mobil terbuka. Botol-botol plastik siap tukar yang konon akan didaur ulang sebuah pabrik, telah rapi dikotaki sang keranjang lipat.
Kami serempak membalikkan badan. Ah, hari sebenarnya nggak dingin-dingin amat tapi angin nakal mencoba menyambit kulit yang sudah terbalut jaket tipis berbahan plastik. Masker dan topi tak pernah lupa untuk selalu dibawa, ya ada di tangan.
Hey ... sebentar, mengapa langit begitu tenang dan bersih tanpa kabut apalagi mega? Aih, rupanya ada yang istimewa di atas sana. Bulan begitu kuning bercahaya, bundar dan besar!
"Indahnya, bulan, seperti parasmu ..." Suami saya menengadahkan muka ke langit kelam.
"Kau memang pandai merayu. Bulan purnama, ya?" Hati saya mekar layaknya bunga mawar dari Inggris. Buru-buru membidik si cantik dengan kamera HP dari saku jaket.
"Bukan, honey, orang memanggilnya Supermoon" Tarikan tangannya menuju mobil membuat saya bagai sapi dicocok hidung. Kami harus bergegas berangkat, takut toko tutup.Supermoon Datang Menjemputmu
Supermoon! Tanggal 7 April pukul 22.35 waktu Jerman itu, kami beruntung bertemu sejenak dengan supermoon. Pemandangan yang sama terlihat juga pada 8 April. Fantastik. Pantas saja kamera DSLR gerah untuk mengabadikannya. Tak hanya mata ini yang bersaksi. Biar dokumen abadi mengukir sejarah bahwa Supermoon pernah melintas di sini.
Astronom berani sesumbar; bulan terbesar, paling terang dan paling dekat dengan bumi sejak 1948 itulah yang tiba tadi malam. Berbahagialah manusia yang bermukim di Eropa, Amerika latin, USA dan Timur Tengah. Kami adalah salah duanya. Bagaimana dengan Anda? Belum? Barangkali memang belum rejeki.