Saya pikir we live under the same sun. Baik orang timur atau orang barat, semua akan mendapatkan kehangatan matahari di mana dan kapan saja. Jadi, mengapa orang suka mandi matahari?
Baru beberapa menit sunbathing di balkon berpagar aluminium itu, tubuh sudah serasa dialiri jutaan energi. Panasnya sungguh terasa. Panas yang bikin saya merindu hangatnya matahari di Indonesia dan kudu menanti sampai Juni hingga Agustus di Jerman. Itu terjadi setiap tahun.
Bayangkan saja kalau sudah 10 tahun bahkan lebih tinggal di Eropa, sinar matahari yang hangat setiap hari hanyalah sebuah mimpi.
Seingat saya waktu tinggal di Indonesia, hangat badan setiap hari dan sepanjang hari. Bahkan sampai kepanasan dan gosong, meski nggak sengaja berjemur. Orang masih saja ceria setiap saat.
Tapinya saya juga ingat. Panas yang sama, dihindari jutaan orang di tanah air, termasuk saya waktu masih tinggal di sana. Mulai berlindung di bawah pohon, di bawah payung raksasa, ngadem di mal atau di dalam ruangan saja dengan AC yang menghembus. Ya, ampun ... manusia memang tempatnya salah.
Sedangkan orang luar negeri atau orang Indonesia yang tinggal di luar negeri akan selalu merindukannya dan hanya mendapatkan di musim panas atau beberapa saat saja di setiap bulannya.
Jadi, tidak setiap hari. Barang langka. Makanya nggak heran, begitu matahari nongol, langsung pada nongkrong demi menikmati energi solar. Itulah alasan mengapa orang asing suka berjemur di bawah sinar matahari.
Anggukan kepala saya yang berkali-kali membuat anting-anting bergoyang dan membuat saya semakin mengerti. Saya menemukan jawabannya!
***
Yup. Berlibur di Ascona memang luar biasa. Anda ingin ke sana? Sayang sekali, wilayah ini sudah ditutup karena kasus corona. Kota yang lebih hangat ketimbang tempat saya merantau itu, sunyi-senyap.