Tidak mudah memang untuk membuat saya berdiri tegak, memulai dari awal dan bekerja siang-malam di rumah saja. Iya, di rumah saja. Bosan, kan? Mana kami tinggal di tengah hutan dan gunung, bukan di tengah kota yang hingar-bingarnya bisa saja menghibur. Huuuh.
Yup. Mulai membangunkan anak-anak pagi-pagi sebelum mereka berangkat ke sekolah, menyiapkan sarapan dan lunch box, membersihkan rumah, memasak (untuk siang dan atau malam), pekerjaan rumah tangga di dalam dan di luar rumah (red: kebun), sampai menemani membuat PR anak dan mengantar-jemput mereka ke klub macam taksi saja.
Malam baru terasa lega ketika anak-anak sudah bersih dan kenyang, masuk kamar, mendapat pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Jerman dari saya lalu rumah sepi. Eit, pekerjaan saya belum selesai, semua mesin (cuci piring, cuci baju, pengering baju) harus disetel supaya berjalan mulai pukul 22.00, bea listriknya lebih murah. Baru kaki saya bisa istirahat, nonton TV Bersama suami sambil mengobrol, bercanda dan sayang-sayangan. Selanjutnya, terserah kami....(piiiiipppp).
Tahun demi tahun saya sabar menjalani. Meski kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala, rasanya tetap nikmat. Saya masih bisa happy dengan hobi travel, berkebun dan menulis (artikel di Kompasiana dan buku dengan penerbit mayor serta indie label). Rupanya memang kita yang mengatur waktu bukan waktu yang mengejar kita seperti hantu. Itu kuncinya. Cie.
Satu lagi, saya baru tahu kalau pikiran stress harus dibuang jauh karena itu penyakit, membuat saya cepat jatuh sakit dan semua kegiatan di rumah akan berabe karenanya. Apalagi di negeri empat musim, alamak ganti-ganti cuaca.
Di Jerman, saya mengenal "Man Flu" bahwa jika seorang laki-laki atau suami sakit sedikit saja, hebohnya nggak karuwan. Lain soal ketika seorang wanita atau istri sakit, semaksimal mungkin tetap mengatur kegiatan rumah tangga, anak-anak dan suami beres. Itulah bedanya.
Sebagai imbalan, rasanya bahagia sampai langit sap tujuh jika anak-anak yang beranjak dewasa masih mampu dan giat mengucapkan:
"Mama, aku mencintaimu."
"Mama, tanpamu aku kehilangan."
"Mamaku paling baik sedunia."
"Mama, aku kangen kamu."