Liburan, hari berjalan begitu pelan. Ah, tak terasa sudah berada di tanggal terakhir bulan Desember, 31. Anak-anak sudah ribut soal hadiah apa buat mamanya. Pikir saya, semua sudah punya jadi hanya sehat dan bahagia saja butuhnya. Tetapi, suami tetap memaksa mau beliin hadiah.
"Ayo, bilang, mau minta hadiah apa?" Suami saya bertanya. Senyumnya mengembang.
"Ah, nggak mau hadiah ..." Sejak kecil memang nggak pernah dibiasakan dapat hadiah saat ulang tahun. Hanya sekali setahun dapat baju baru saat lebaran. Itu saja.
"Harus... mumpung aku lagi nggak pelit" Namanya orang Swabia di Jerman Selatan, mereka terkenal sangat hemat dan tidak suka menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang nggak perlu. Dimulai dari hal-hal kecil, makanan misalnya.
"Ya, udah tiket pesawat ke Norwegia, Swedia atau Portugal" Kesempatan dalam kesempitan, mumpung ada yang mau ngasih hadiah. Saya ngakak begitu sadar bahwa hadiahya kemahalan.
"Yaaaa ... mahal amat hadiahnyaaaa. Lagian kalau kamu terbang, aku ditinggal. Nggak mau." Muka belahan jiwa saya bersungut-sungut. Kami pun tertawa bareng-bareng. Akhirnya kami mau jalan bareng sajalah, semua ikut. Hadiahnya, saya boleh jadi shopping queen, belanjaaaaa. Anak-anak protes karena bukankah hadiah harus jadi kejutan bagi yang ulang tahun? Kalau saya ikut, sudah nggak heboh lagi tanggal 1 waktu membukanya. Setuju, nggak setuju, berangkatttt.
Waduh, banyak sekali orang yang belanja di penghujung tahun. Setelah sukses mencari tempat parkir, kami menuju pusat perbelanjaan di Villingen dengan berjalan kaki. Kebanyakan pusat kota di Jerman, seperti alun-alun, dibebaskan dari wira-wiri kendaraan bermotor kecuali pengirim barang.
Kota yang masih menyisakan tembok tua yang mengelilingi kota tua jaman raja-raja, menara-menara dan bangunan-bangunan tua itu memang menawan. Coba semua kota tua di Indonesia dibuat seperti itu, pasti aset yang bagus untuk pariwisata.
Ohhh, dingin menggigit pipi, mulut kami sesekali mengepulkan asap saat bercakap-cakap dan rintik hujan membasahi bumi. Brrrr.. adem. Payung, mana payung?
Kami melewati Baekerei, toko roti. Di etalase toko terpajang Neujahrbrezel dan Fruechte Brot. Kaki kami berhenti. Neujahrbrezel (neu=baru, Jahr=tahun, Brezel=roti khas Jerman yang biasa dimakan pada pagi hari untuk sarapan, ditaburi garam krasak atau irisan almon, kadang dibelah tengahnya lalu dilapisi mentega. Dengan membuat atau membeli dan menghadiahkan roti itu pada keluarga atau kerabat, orang Jerman percaya ada keberuntungan di tahun baru.
Roti dipercaya akan menghindari sial, penyakit dan jauh dari bahaya kelaparan. Nggak kelaparan bagaimana, orang rotinya kadang segede gaban. Ok, yang jelas roti itu diakui banyak orang Jerman secara turun-temurun sebagai Gluecksbringer atau pembawa keberuntungan alias jimattttt. Selain berbentuk Brezel, rupanya ada juga yang dibuat berbentuk lingkaran alias Kranz.