Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tahun 2030, Jerman Bebas Sedotan dan Sampah Plastik

23 Desember 2018   17:26 Diperbarui: 24 Desember 2018   19:41 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perayaan natal di kelas bahasa Jerman hari Jumat sudah usai. Peserta kursus yang berasal dari Rumania, Montenegro, Rusia dan Ukraina memang merayakan natal bersama para guru yang orang Jerman dan Polandia. Meskipun demikian, pemeluk agama Islam seperti Lebanon, Suriah, Afghanistan dan Indonesia juga diajak ikut untuk duduk, berbincang dan tentu, makan-makan. 

Kami banyak membicarakan kebiasaan di masing-masing negara. Sesampai di rumah, saya kembali merenung ucapan staff VHS yang memberi komentar dalam acara, "Lho, kok masih pakai sendok dan pisau plastik?" Matanya melotot seperti buto ijo, tetapi saya tahu ia hanya pura-pura marah. 

"Eh, saya sudah buat makanan kecil dari Indonesia, Nogosari yang ramah lingkungan, vegetaris, dan bio. Lihat, bungkusnya bisa hancur jika dibuang atau jadi kompos. Bahkan kadar gulanya saya kurangi, karena kata Menteri Kesehatan Jerman kadar gula pada makanan dan minuman yang ada di sini harus dikurangi 20% dan begitu juga garam harus kurang dari 10%." Argumen saya membuat perempuan dari Rusia itu tertawa lebar. 

Teman-teman juga ikut tertawa. Kata mereka, saya ini ada-ada saja. "Paling tidak, kita sudah pakai gelas dan piring dari kertas", timpal seorang teman dari Lebanon. Ia meringis. 

"Maaf, aku lupa membawa sendok dan pisau. Di rumahku ada banyak." Guru bahasa Jerman kami itu memegang kepalanya, meski ia sedang tidak pusing kepala. Saya mengangguk. 

Lain kali memang harus hati-hati dan berpikir dua-tiga kali. Guru kami itu pasti malu sendiri karena seminggu sebelumnya, baru saja mempromosikan aksi cintai bumi dalam teks berbahasa Jerman yang harus kami simpulkan isinya, sebagai PR. 

Nogosari dari Indonesia, Backlava dari Suriah dll (dok.Gana)
Nogosari dari Indonesia, Backlava dari Suriah dll (dok.Gana)
Latar belakang pelarangan peredaran barang dari plastik sekali pakai

Memang Jerman sedang bersiap-siap untuk menyambut kesepakatan EU yang menargetkan bahwa tahun 2030 bebas dari plastik. 

EU akan melarang negara yang menjadi anggotanya untuk memproduksi, mengedarkan atau menggunakan barang-barang dari plastik seperti sedotan, peralatan makan dari plastik yang biasa digunakan untuk pesta. Sebagai alternatifnya, mereka menyarankan menggunkana bahan lain yang bisa direcycle).

Wacana didiskusikan di Brussels Senin lalu. Alasannya, banyak sampah plastik yang tergenang di lautan di seluruh penjuru dunia. Setidaknya 8 juta ton merusak lingkungan dan pemandangan. 

Pemandangan? Betul, saya malu sekali ketika ada seorang follower di Instagram saya yang memposting video seorang perempuan sedang mengambang di antara sampah plastik di pantai Bali! Tepok jidaaaat. Hal itu memang nyata dan tidak bermaksud menjelek-jelekkan negara kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun