Beberapa orang asing sudah mulai duduk di kursi VIP, yang lain nyaman juga di antara tribun. Selain itu banyak juga orang Thailand yang menonton. Lucunya, beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu menggandeng anak kecil untuk diajak menonton. Bukankah sudah malam waktunya tidur bagi anak-anak?
"Wah, ada yang bawa termos." Teriak saya. Tangan menunjuk pada seorang perempuan yang menenteng termos di depan ring.
"Isinya pasti nasi." Gaya banget suami saya menebak isinya.
"Hedehhh, warung kaliiii ... Aku berani bertaruh, isinya es. Gana dilawan." Saya Tepuk dada.
"Warung juga kaliiii ..." Lelaki saya itu nggak mau kalah. Namanya juga anak tunggal!
"Yaahh, papi. Kan orang main tinju bisa mrempul, bisa berdarah pula. Perlu es dong, dikompressss. Masak nasi, bikin gendut. You know? I tell you."
"Huh, women are always right. Kamu sok tahu, bu." Cetus suami saya.
Hahahaha .... Belakangan suami saya meringis karena tahu saya yang benar menebak bahwa termos itu berisi es bukan nasi! Yup, kalau isinya nasi kayak warungan, dong. Tahu kenyataannya saat pertandingan dimulai dan ada yang hidungnya mimisan sehingga perlu dikompres, buka termos, byakk ... isinya es!
Teman-teman, yang menarik dari Muay Thai Real Fight adalah bahwa ada sisipan budaya yang ingin dilestarikan di antara olahraga kebanggaan masyarakat lokal Thailand dan digandrungi para turis asing. Dari musiknya dan gerakan-gerakan yang ada, mencerminkan ke-Thailand-an.
Begini. Sebelum semua pertandingan dimulai, penonton diharap berdiri mendengarkan secara khidmat lagu nasional Thailand. Para petinju memakai ikat tradisional dan mantel. Mantel dilepas pelatih tetapi ikat masih di kepalanya.