Entah mengapa buku tentang perkawinan yang saya bawa ketika kami mengadakan perjalanan luar kota minggu lalu. Padahal, di rak meja kerja (red: ruang setrika) saya banyak sekali buku lain yang asyik. Seperti "Tips Keren Nulis Cerpen" nya mas Budi Maryono, buku-buku kompasianer yang boleh beli, tukeran atau dapat hadiah, buku-buku tentang anggrek dan mawar kesukaan saya, serta masih banyak lainnya.
Nah, setelah membaca buku tentang apa saja yang harus diperhatikan sebelum menikah, selama pesta pernikahan dan selama menikah, saya jadi ingat tak hanya pengalaman pribadi tapi juga pengalaman teman-teman, tetangga atau kenalan di Jerman.
Ya, aturan menikah di Indonesia memang berbeda dengan aturan menikah di Jerman. Meskipun tradisinya berbeda, tetap satu hal yang sama yakni; adanya tetek bengek dokumen yang harus dikumpulkan sebelum menikah secara resmi. Apalagi pernikahan dua bangsa, melibatkan banyak kantor urusan ini dan itu. Kepala bisa jadi seperti komedi putarrrr. Pusing bombay. Heyyy, jadi nikah nggak sih? Hahaha .... sini, jangan lari kau!
Maka dari itu, menurut saya, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi mengapa orang melakukan kawin lari:
- Pusing karena saking banyaknya dokumen yang harus dikumpulkan.
- Tidak disetujui pihak tertentu (contohnya orang tua, Rathaus atau kantor walikota setempat atau saudara)
- Dilarang menikah karena dianggap melanggar norma sosial atau agama yang berlaku di tempat tinggal.
- Rahasia atau tidak mau ada orang lain yang tahu tentang pernikahan yang sedang dijalani.
- Ingin menjalani proses pernikahan yang cepat dan mudah.
- Sekalian piknik.
Aduh, kawin lari, ya. Dulu, saya kira kawin lari hanya terjadi di tanah air saja. Waaah, setelah tinggal di Jerman, saya jadi tahu bahwa orang Jerman yang saya kenal pun juga melakukannya.
Baru-baru ini Angela Merkel sudah memberi dukungan kuat bagi LGBT, mereka boleh nikah sampai adopsi anak di negara dengan 16 negara bagian. Bahkan formalitas untuk mereka pun juga dipermudah. Penilaian dan penerimaan dari masyarakat pun sudah lebih longgar dibanding jaman kakek-nenek.
Dengan demikian, gambaran bahwa negara sosis itu sangat terbuka sangatlah jelas. Mengapa mereka melarikan diri ke negara lain untuk menikah?
1. Tondern, Denmark
Seorang Au Pair Maedchen dari Nepal yang baru saja selesai program mengasuh anak dan belajar bahasa Jerman selama satu tahun, hendak menikah dengan seorang pria warga negara Jerman. Pria yang dikenal lewat internet itu akhirnya sepakat bahwa mereka akan menikah di Munich bukan di Kathmandu.