Sejak mulai menulis di media pada umur 18 tahun, tak pernah terbayang akan mendapatkan sebuah penghargaan dalam hidup. Meski tidak mengajukan diri atau mendaftar, pernah sangat beruntung masuk sebagai satu dari sekian Kompasianer yang dinominasikan untuk mendapat penghargaan pada Kompasianival 2013 sebagai Best in Citizen Journalism. Disusul pada tahun 2014, masuk dua nominasi sekaligus; Best in Citizen Journalism dan Best in Kompasianer of the year. Ya, masih dalam tahap nyaris mendapat penghargaan tapi rasanyaaaaa sudah sundul langit.
Di balik itu ada rasa sedih karena hanya nyaris mendapat penghargaan atau istilah orang Jawa mintip-mintip?Namanya manusia, pasti punya rasa dan punya hati tetapi tenaaaaang, itu tidak pernah sekalipun mematahkan semangat saya untuk terus menulis. Misalnya dengan demo ngambek tidak posting artikel di Kompasiana atau protes sana-sini? Tidak, saya orangnya tidak begitu. Pikir saya, pasti tidak menang karena memang saya baru setengah matang, belum pantas betul mendapat penghargaan dari Kompasiana dan Kompasianer, serta nominator lain lebih baik dari saya. Sudah.
Saya kembali lagi pada tujuan awal, bahwa memulai menulis di Kompasiana tahun 2011 karena pertama untuk diri sendiri dulu, sebagai curhatan jauh di negeri rantau Jerman. Jaman itu, tidak pernah berharap artikel jadi highlight pilihan lah, Headline kek, feature dong, menang lomba noh dan seterusnya.
Sampai suatu hari, saya meningkatkan niat menulis di K; supaya bermanfaat bagi orang lain atau pembaca. Terserah saja tingkatannya; menginspirasi ide, memunculkan senyum/tawa, menumbuhkan motivasi berbuat sesuatu atau menambah wawasan dan pengetahuan. Tapi jangan sampai "tidak menarik", ah. Kurang sedap, meskipun itu hak siapapun kasih vote.
Begitulah, tak dinyana, saya merasa sangat beruntung termasuk yang diperhatikan admin K yang memilih artikel-artikel saya untuk ditempeli titel tersebut di atas. Alhamdulillah, yaaaa. Anda jangan ngiri, nganan saja terus bablas menulis. Jangan menjelekkan orang atau artikel orang lain saja kerjaannya, tunjukkan artikel sendiri semaksimal mungkin.
Hasilnya? Dierrrrr. Menanam yang baik pastinya panen baik. Nggak percaya? Tampaknya, Allah, Tuhan Pencipta Alam Semesta memang Maha Baik, menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya, mengirimkan malaikat yang mengelilingi saya dan memberikan kejutan akhir tahun 2017.
Malaikat cantik itu bernama Yang Mulia Ibu Wening Esthyprobo Fatandari, M.A. Duta besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Hongaria. Satu-satunya wanita yang diangkat presiden SBY beberapa bulan sebelum lengser itu menghadiahkan dua penghargaan sekaligus pada saya. Kok, bisa?
Beberapa minggu sebelum tanggal 29 April 2017, saya mengundang beliau untuk menyampaikan sejarah perjuangan Kartini di depan masyarakat Jerman pada peringatan hari Kartini di museum Seitingen-Oberflacht, Jerman. Luar biasa, impian saya itu direstui oleh menteri luar negeri RI di Jakarta yang mengijinkan bu dubes lintas negara.
Pada hari H, acara diramaikan dengan gamelan Bali, tarian tradisional, peragaan busana tradisional, lagu-lagu nasional, pameran foto komunitas di Kompasiana (Koteka, KPK, Ladiesiana dan Amboina) dan menyuguhkan makanan dan minuman tradisional. Tak kurang dari 100 orang begitu terkesima menikmatinya. Acara juga disaksikan khusus oleh Konsul Jendral RI di Frankfurt dan bagian pendidikan dan kebudayaannya.
Ketika mengantarkan ibu dubes dan sekretaris ke bandara Zuerich, perempuan yang sangat kreatif, chic dan fit itu mengucapkan beberapa kalimat.