Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Indonesia, Salah Arah Bisa Sidang di Tempat dan Denda 250 Ribu

30 Agustus 2017   16:15 Diperbarui: 31 Agustus 2017   04:11 2986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang di gardu polisi, depan kantor denkesyah Solo(dok.Gana)

Sidang di gardu polisi, depan kantor denkesyah Solo(dok.Gana)
Sidang di gardu polisi, depan kantor denkesyah Solo(dok.Gana)
Stres. Stres sekali melihat lalin di Tanah Air. Bukan hanya karena ingat SIM mobil saya harga 25 juta dapat dari Jerman (bukan dari Indonesia) hingga sadar lalin tingkat tinggi. Tapinya cara menyetir masyarakat Indonesia yang rata-rata termasuk ukuran ganas membuat geleng kepala. Eh, salah, kayaknya jaman saya muda pakai sepeda motor serampangan juga ding. Sekarang insyaf.

Emm. Mengapa saya katakan ganas? Kalau pejalan kaki mau lewat zebra cross, bisa ditabrak-tabrak. Ada orang naik motor yang riting kanan beloknya kiri atau sebaliknya. Kageet, Mak! Belum lagi cara ngebut yang zig-zag, menyalip dari segala penjuru. "Aku duluan, kamu minggir!" Memang dulu sekolah nyetirnya diajarin, nggak sih? Atau dulunya ngantuk? Menduga-duga, ini sudah menjadi karakter paten kebanyakan pengendara di Indonesia? OMG!

Mencontoh berlalin ala Jerman
Ibaratnya kalau di Jerman, pejalan kaki sangat dihargai. Mau jalan di jalur pedestrian santai, begitu juga di zebra cross, pengendara pasti berhenti memberi jalan. Atau sistem resleting yang kalau ada kendaraan mau masuk ke satu lini dari lini sebelahnya (karena ada penyempitan jalan atau perbaikan jalan), akan diberi jarak dan bisa masuk dengan tenang bukan berebut jadi pemenang. Semua rapi satu lini. Menyalip juga hanya dari satu sisi, tidak bisa dua sisi. Dan masih banyak lagi.

Rambu-rambu dipasang di sana-sini, yang akan mengingatkan pengendara mulai dari roda dua sampai lebih. Lha wong tanda "waspada banyak kodok atau kijang" saja banyak terdapat di tempat saya ngenger, supaya hewan tidak tertabrak. Nah, apalagi di Indonesia yang manusianya banyak? Sudah nggak berhargakah nyawa orang? Serem kalau lihat Youtube, rekaman kecelakaan di bumi Nusantara. Seperti pada kesetanan.

Di sana, ada gambaran kalau jalan di dalam kota-kota Indonesia, pada ngebut kayak kebelet selak mau ke toilet. Wus wus wusss. Yang harusnya 50 Km/jam jadi lebih. Mengendara di dalam gang perumahan rata-rata 30 Km/jam juga belum terlaksana. Akibatnya, gubrak! Nguing-nguing-nguing ... kendaraan jadi puing-puing dan manusia pusing kening. Ada yang terpelanting. Kecelakaan!

Masih ada korupsi di Tanah Air?
Mengapa banyak terjadi kecelakaan dan angkanya cenderung tinggi? Jalan sudah semakin diperbanyak, petugas di mana-mana, rambu-rambu baru sudah dipasang. Mungkin karena jalanan sudah terlalu banyak diisi kendaraan dan jumlahnya tak terkendali. Mana DP 0% bisa ambil..... Jumlahnya tidak seimbang antara jalan dan pemakai jalan. Sesek.

Nah, nggak heran, sebelum mulai menggunakan jalanan Indonesia, teman-teman sudah kasih pesan,"Hati-hati sekarang sudah banyak jalan yang dijadikan satu arah saja pada jam-jam tertentu."

Peringatan itu bikin saya deg-degan dan sungguh nggak berani nyetir selama kunjungan kami. Tidak sekalipun! Nggak hanya mau menghindari stres di jalanan, nggak mau cari masalah di negeri sendiri, tapi juga takut ngrusakin mobil orang.

Nyatanya betul kata teman-teman. Di Semarang misalnya, Jalan Pemuda sudah jadi satu arah kalau mau ke Hotel Novotel harus muter dulu. Halah, kalau nggak awas, stres.

Oww. Rupanya nggak hanya Kota Atlas, Kota Solo juga punya aturan yang sama. Setelah keluar dari Hotel Novotel kami menuju Kampung Laweyan pada suatu pagi. Dari traffic light, suami membaca tulisan "Dilarang Masuk Jalur Contra Flow Angkutan Umum Jam 06.00-22.00 WIB Kecuali Hari Minggu jam 05.00-09.00 WIB" yang ada di seberang sana. Suami yang juga paham bahasa Indonesia tanya lagi, saya kembali menekankan bahwa benar begitu aturannya dan kami harus belok kiri. Eh, dasar orang Jerman keras kepala. Ia memilih mengikuti mobil plat H yang ada di depannya, yang tetep masuk jalur larangan mobil.

Mak jegagig. Benarlah, nggak berapa lama, menyusul seorang polisi muda dengan motor. Ia bilang suami saya salah arah. Kapoknya lagi, ia lupa bawa SIM, tertinggal di hotel. Pada malam sebelumnya sudah diletakkan di dalam mobil karena takut lupa tapi pihak hotel memintanya untuk difoto kopi. Suami ambil dompet isi paspor dan semua SIM. Setelah urusan selesai, malas ke mobil dan dokumen ditaruh di kamar hotel. Paginya, lupa diambil dan dimasukkan lagi ke dalam mobil. Nasib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun