Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hari Pasar Rakyat Nasional? Mengapa Tidak?

27 Januari 2017   22:54 Diperbarui: 27 Januari 2017   23:45 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungai Donau/Danube (dok.Gana)
Sungai Donau/Danube (dok.Gana)
Jumat pagi. Ada telpon dari Onkel Sigi. Si paman, dia memang paling gemar untuk mengunjungi pasar rakyat yang hanya dua kali dalam seminggu (Jumat dan Senin) diselenggarakan di alun-alun kota Tuttlingen. Pensiunan Jerman, saya pandang memang banyak acara. Mereka tidak mau menganggur, harus ada kegiatan. Usai percakapan, telepon ditutup. Suami saya menghampiri saya yang pegang sedotan debu dan mengajak pergi ke pasar rakyat di Tuttlingen.

Pasar rakyat di Indonesia (dok.Gana)
Pasar rakyat di Indonesia (dok.Gana)
Kerapian harus dijaga (dok.Gana)
Kerapian harus dijaga (dok.Gana)
Jangan buang sampah sembarangan, tidak juga ludah. (dok.Gana)
Jangan buang sampah sembarangan, tidak juga ludah. (dok.Gana)
Dilarang jual barang kadaluwarsa (dok.Gana)
Dilarang jual barang kadaluwarsa (dok.Gana)
Mengapa orang Jerman suka ke pasar rakyat?

Kepala saya bergidik beberapa kali. Winter alias musim dingin dengan berhawa minus. Musim yang banyak ditaburi salju itu mampu membuat keinginan orang jadi begitu saja patah. “Klek“. Entah berlindung di dalam selimut, kantor, toko, pabrik, gudang atau rumah, menjadi pilihan orang seperti saya yang selalu rindu matahari. Oh, salaaaaah! Masih banyak orang Jerman yang giat jual-beli di pasar rakyat, kok! Onkel dan suami saya contohnya. Lainnya? Banyak. Saya sudah pernah mendengar pendapat mereka selama bertahun-tahun tinggal di negeri sosis ini.

Oh, suami mau beli sosis, saya ditawari borong lumpia. Kalau disuruh borong lumpia, saya lebih baik  membuat sendiri. Selain lebih enak, juga murah dan bahannya selalu tersedia di gudang makanan kami. Pria ganteng saya itu masih juga memaksa. Mengapa harus beli sosis di sana? Katanya dieetttttt? Huuuh!

Ah, ya. Saya tahu.

Pertama, seperti pendapat kebanyakan generasi 60 plus atau mereka yang ada di umur pensiunan, mereka mengaku bahwa mengunjungi pasar rakyat pada hari Jumat sudah jadi tradisi sejak dulu. Bahkan saya yakini sudah ada sejak jaman tengah (Mittelalter), di mana orang-orang jaman itu sudah berduyun-duyun ke Marktplatz alias alun-alun kota.

Jadinya, jaman sekarang, orang seperti minum sup tanpa garam, kalau tidak ke pasar rakyat itu. Bahkan saya ingat sekali, suami saya pernah cerita, dulu sewaktu masih kecil dan tinggal di sekitar alun-alun, ada pancuran bentuk piramida di tengah-tengah, taman bermainnya. Nostalgia. Pergi ke pasar rakyat sekali seminggu, saya bayangkan seperti minum obat. Hari Senin orang bisa agak malas karena trend “I don’t like Monday“, tidak suka hari Senin. Pasar rakyat yang hari Jumat, menurut hemat saya, mengingatkan masyarakat “Hey, sudah hari Jumat, sebentar lagi akhir pekan. Ayo rayakan dengan berkumpul!“. Betul! Dibandingkan dengan orang Indonesia, orang Jerman sangat menikmati liburan. Bahkan dengan berbagai cara, mencari liburan. Selain itu, alasan lainnya, pasar rakyat hari Senin di Tuttlingen, ditiadakan pada bulan Januari-Februari. Pasar Rakyat hari Jumat, tak pernah absen.

Kedua, rasa sosis yang dijual di sana beda. Produk bio. Produk yang semakin ngetrend di Jerman dan semakin dipilih orang karena dikatakan lebih sehat, lebih segar, meski harganya belum tentu murah. Untuk orang yang wawasannya kurang cocok tentang trend “bio“ ini pasti geleng kepala.

Produk pasar rakyat Jerman itu memang kebanyakan hasil lokal dan asli produk rumah tangga,  bukan massal pabrikan. Pernah suami saya memegang jabatan sebagai manager produksi sebuah pabrik, tentu ia berlimpah tugas. Akibatnya, tak banyak waktu untuk mendatangi pasar rakyat hari Jumat. Ia ada akal, titip beli sosis pada anak buahnya yang perempuan (ah, makanya dulu gendut!). Akhirnya, kebiasaan titip barang-barang dari pasar rakyat, tak hanya menjadi kebiasaan suami melainkan juga staff dan pekerja lainnya.

Produk rumah tangga di pasar rakyat Jerman itu tak hanya sosis. Ada beragam keju, sayur-mayur, buah-buahan, macam-macam coklat, dekorasi rumah, alat rumah tangga, beraneka bunga dan masih banyak lainnya yang merupakan hasil rumah tangga.  Biologis! Bahkan kalau saya pisah menjadi Biologi (barang alami) dan logisch (masuk logika).

Ketiga, di sana, suami saya kadang tanpa rencana bertemu dengan teman, saudara atau kenalan. Pernah beberapa kali saya ikut. Sebuah pemandangan yang indah ketika menikmati mereka bercakap-cakap. Maklum, untuk ukuran saya orang Indonesia, hubungan antar manusia di Jerman sangat jauh berbeda dengan di tanah air. Di Indonesia lebih hangat karena iklimnya tropis. Di Jerman, intensitasnya menurun karena empat musim, di mana salah satunya super dingin yakni musim salju. Pasar rakyat tradisional ini saya kira, mampu menjadi sarana masyarakat Jerman untuk meninggikan intensitas pertemuan orang atau setidaknya, melestarikan silaturahim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun