Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Serunya Melukis dengan Sang Maestro

27 Oktober 2016   00:31 Diperbarui: 27 Oktober 2016   05:56 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mas, kamu Di mana? Gana Sudah sampai hotel Poeri Devata" Keluar dari taksi yang dibandrol 120 ribu dari Terminal Jombor, HP Segera dipencet.
Tak berapa lama, Mas Mommi nongol. Ia membawa saya ke kamar nomor 14.
"Nahhh... udah sampaiii." Sambutan hangat mami Kartika dan mbak Lulu, menggelegar.
Mereka memang menginap di sana dalam rangka 25 Tahun Prambanan; menulis dengan sang maestro.
Prambanan? OMG! Seumur-umur baru melihatnya. Idih, kalah sama bule dan pakle. Saya memang kurang piknik di Tanah air. Hufff.
***
Selasa, 25 Oktober. Pagi-pagi mami sudah bangun. Haha kalau mau melukis, mami memang senewen. Nggak bisa jenak. Sudah bangun jam 5 pagi!
Shubuhan, mandi lalu kami berdandan.
"Yaaaa didandani mami yaaa" Mas Didit anak ragil mami yang tanpa rambut itu berseloroh. Hooh. Tadinya mau pakai kebaya pink sama celana panjang hitam, sih. Eeee... Sama mami dikasih kain lukisan burung blekok. Yuhuuuuu... rejeki anak manis.
"Atasannya nggak punya, miiii" Sedih, ngga match bawaannya.
"Udah pakai punya mami aja" perempuan kuat itu mengulurkan hem warna kuning emas. Ah, pas! Mami memang paling bisa!
"Ndang balekno" cepat-cepat mbak Lulu, anak mami yang pinter masak itu meledek. 

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 7.30. Nggak sempat sarapan, kami harus segera menuju Prambanan.

Di sana sudah berdiri tenda biru yang beda kayak punyaknya Dessy Ratnasari. Ah...Kursi belum juga penuh, kami menunggu. Sembari duduk, pemandangan komplek candi sungguh indah mempesona mata. Untung saya bukan Roro Jonggrang! Serem, deh. Nggak mau jadi patung.
MC segera memulai acara. Mulai dari pidato sampai tarian! Pidato direktur Taman wisata Prambanan, Pak Riki begitu berapi-api. Komplek candi yang dikatakannya paling lengkap sedunia; shiwa, Wisnu dan satunya apa ya... tentunya jadi luar biasa. Peringatan tahun ke 25 Prambanan ditetapkan sebagai world heritage itu memiliki acara utama "melukis dengan mami."

Para cowok berkamera mulai merangsekk ke depan lantaran tarian Pujiastuti yang melambangkan wanita cantik, pesolek pula lagi lewat. Tahu saja kalau ada yang cakep. 

Disusul tari Towong yang menggambarkan boneka jenaka nan ekspresif dan terakhir Rama Shinta. Ihhh jadi romantis. Sayang si Mas Bagus ngga ada. Mana jauuhhh. Mengamati gerakan, beningnya wajah dan busana yang dikenakan, tak ubahnya sebuah tamasya ke sebuah taman firdaus.
Tarian terakhir itu menandakan upacara pembukaan selesai. Tamu bubar dan pelukis menyebar. Mereka mencari angel yang bagus.
Di sebuah gazebolah saya menunggu. Bersama mami yang ditantang lukis di kanvas besar, Mas Didit di bawah. Sempat ngakak waktu Mas Didit jahil;

"Katanya pelukis tanpa kuasssss?"

"Kuwi mbiyen saiki sukak-sukak" Mami berkelit. Ya, mami paling konsen tingkat akut kalo lagi lukis. Lirikan mata saya menangkap lukisan Mas Didit yang cerah. Background biru muda dengan matahari kuning yang wah cipratannya seksi. Candi hitam itu kena cahayanya. Seakan ada pengaruh gaya kakek Affandi dan mami Kartika di sana ...

Menurut saya, candi-candi itu butuh arkeolog-arkeolog Indonesia sesegera mungkin berkarya memugar dan merenovasinya, segera. PR bagi sarjana arkeolog Indonesia yang nggak tahu cari kerja apa setelah lulus kuliah. Takut keburu reruntuhan itu hancur atau malu karena justru orang luar negeri yang peduli dan berhasil melakukannya.

"Sugoiiiii" rombongan turis Jepang yang mampir itu menengok gazebo isi kami berempat. Jeprat-jepret lalu pergi.

"Itu artinya indah, bagus, luar biasa"

"Nek segone, kuwi panganan" mbak Lulu nyeletuk. Sambil tetap sibuk bikin prisma di kertas putih itu dari tadi diulang. Hahaha...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun