“Mbak, aku melu kowe. Wis ora popo resik-resik omah opo kebon“ Seorang saudara mengirim pesan lewat FB. Intinya, ia bosan untuk tinggal di Indonesia dan mau hidup bersama kami di Jerman. Pekerjaan kasar pun siap ia panggul.
Atau ...
“Mbak, salam kenal. Saya kenal mbak dari baca tulisan di Kompasiana. Mau tanya, cari kerja di Jerman mudah nggak? Saya mau, deh.“
Atau ...
“Aku bosan kerja di Indonesia, kerjaan di kantor 5 tahun itu-itu saja. Nanti kalau pulang ke Indonesia aku ikut mbak ke Jerman saja, ya? Cari kerjaan di sana....“
Atau ...
“Wah, anak-anakku sudah besar lho, dik Gana. Yang sulung mau lulus SMA. Dia bilang mau kuliah ke Jerman. Piye?“
.....................................
Stop!!!
Ternyata banyak orang Indonesia kenalan saya yang tertarik untuk tinggal di Jerman. Senang bahwa ada magnet yang mengantar mereka untuk menggantungkan mimpi sejauh letak Jerman. Orang tanpa mimpi, bisa jadi tak punya masa depan. Saya masih percaya bahwa mimpi adalah sebagian dari kenyataan di masa depan. Kuncinya, harus ada usaha. Dan saya membuktikannya ... cieeee ... ngimpiiiii, lanjotttt!
Ehem. Terus, kalau sudah ada mimpi tinggal di Jerman negeri yang ketat, disiplin, tertib, maju, bersih, modern, canggih, sejahtera dan entah apalagi itu ... apa yang harus dilakukan?
Kuasai bahasa Jerman!
Mengapa? Tanpa bahasa ini orang asing akan mati sebelum waktunya. Meski nyatanya, banyak orang asing yang sudah 10-20 tahun nggak bisa sekalimatpun berbicara dengan bahasa Jerman. Alasannya, mereka punya kelompok atau jaringan keluarga yang kuat dan bisa berkomunikasi dengan bahasa asli sononya. Hedehhh ... tapi nggak bisa integratsi dengan masyarakat dong. Masyarakat Jerman, orangnya tak hanya asli Jerman tapi macam-macam, maka dari itu ... bahasanya satu.
Oh, ya .... Dulu sekali, belum ada keputusan pemerintah Jerman bahwa setiap orang asing yang menikah dengan orang Jerman harus dengan memiliki sertifikat bahasa Jerman A1. A1 adalah level sertifikat belajar bahasa Jerman paling dasar.
Urutannya adalah:
A1 = kursus dasar bahasa Jerman bagi orang asing (bukan Jerman). Materi mencakup Begrüßen und vorstellen, Telefonieren und SMS, Pläne, Wetter, Personenbeschreibung, Reisen, Verkehrsmittel, Einkaufen, Wohnungssuche Zeitung und Fernsehen, Restaurant, Krankenhaus, Arbeitssituation, Arbeitssuche, Verdienst, Geschäftskorrespondenz. Ada tesnya.
A2 = kursus dasar bahasa Jerman bagi orang asing (bukan Jerman) yang materinya lebih dalam dari A1. Ada tesnya.
B1 = kursus bahasa Jerman bagi orang asing (bukan Jerman) yang menikah dengan orang Jerman (biasanya disertai dengan Integrationskurs, kursus integrasi Jerman) atau bagi mahasiswa Indonesia yang hendak kuliah di Jerman. Pernah ada program subsidi 600€ untuk 600 jam pelajaran. Materinya ada juga tentang Hauptstadt, Bundesländer, EU, “typisch deutsch“. Ada tesnya.
B2 = kursus bahasa Jerman bagi orang asing (bukan Jerman) yang menikah dengan orang Jerman dan sudah tinggal dalam kurun waktu tertentu (bulan, tahun) di Jerman atau bagi mahasiswa Indonesia yang hendak kuliah di Jerman (jurusan tertentu cukup B1 tapi ada yang harus B2). Materi penekanan misalnya pada cara membuat surat (informal sampai formal). Pernah ada program sponsor pemerintah 300€ untuk satu paket. Ada ujiannya dengan penilaian Leseverstehen und Sprachbausteine, Hörverstehen, Schriflicher Ausdrück dan Mündliche Prüfung (tes membaca, mendengar, menulis dan lesan).
C1 = kursus bahasa Jerman bagi mahasiswa Indonesia yang hendak kuliah di Jerman (jurusan tertentu cukup B1 atau B2, tak jarang harus C1) atau diikuti orang asing (bukan Jerman) yang menikah dengan orang Jerman dan sudah tinggal dalam kurun waktu tertentu (bulan, tahun) di Jerman dan ingin meningkatkan kemampuan bahasanya.
C2 = kursus bahasa Jerman (reguler atau on line) bagi orang asing (bukan Jerman) yang menikah dengan orang Jerman dan sudah tinggal dalam kurun waktu tertentu (bulan, tahun) di Jerman dan ingin melamar pekerjaan seperti guru di sekolah formal. Ada tesnya (biasa di kota-kota besar saja di mana ada Goethe Institut).
Waduhhh ... lama dong kalau dari A1 menuju C1 atau C2? Mau dan sabar nggak? Tarik nafas duluuuu ..... Hemmm.
Ada Kompasianer yang lulusan bahasa Jerman di Universitas Negeri Malang dan pergi ke Jerman dalam rangka Au Pair Mädchen selama setahun di tempat kompasianer juga. Ia langsung mengikuti kursus C1 untuk persiapan kuliah jurusan arkeologi. Ow, ternyata nggak pakai A1-B2! Asyik kan.
Pernah saya tanya ke bagian kepala biro bahasa di Volkshochschule Tuttlingen, apakah saya boleh melompat dari B1 ke C1? Keturunan Rumania itu menggelengkan kepala, menyarankan saya untuk runtut. Dari B1, B2 baru C1. Nggak boleh melompat kayak kelinci. Kalau dari nol ya A1, A2 dan seterusnya ....
Barangkali karena Kompasianer yang saya ceritakan tadi sudah memiliki pendidikan bahasa Inggris selama 4 tahun di universitas, itu sama saja dengan kursus bahasa Jerman di Jerman. Bahkan lebih formal dan muatannya banyak. Hanya saja, prakteknya yang kurang. Tak heran kalau Kompasianer tadi awalnya, susah mempraktekkan bahasa Jerman teori dalam kehidupan sehari-hari. Bulan demi bulan, mengalir. Sedangkan saya, lebih banyak praktek (nabrak ngomongnya sama orang Jerman yang rata-rata berbahasa Schwabisch/dialek bukan Hoch Deutsch atau bahasa Jerman formal), teorinya yang nol. Untuk itulah, tak salah kalau menjalani B1 lalu memilih selesaikan kursus bahasa Jerman B2 dan menuju C1, supaya tata bahasanya ditingkatkan. Ya, ampun. Sudah lama di Jerman bahasa Jermannya masih berantakaaaaann .... Malu.
Pilih Goethe Institut!
Tidak ada maksud untuk promosi Goethe Institut yang ada di Indonesia. Hanya saja, ini pengalaman yang terjadi di Jerman. Ada banyak lembaga yang menyelenggarakan tes bahasa Jerman di Jerman, misalnya TELC. Rupanya, universitas dan kantor resmi Jerman, akan memberi persyaratan misalnya; sertifikat bahasa Jerman level ... dari Goethe Institut bagi calon mahasiswa atau calon pekerjanya.
Jika Kompasianer sudah ikut kursus bahasa Jerman di manapun tapi bukan di Goethe Institut, boleh saja. Asal tesnya ikut Goethe Institut. Dengan demikian, sertifikatnya dari Goethe Institut, meskipun kursusnya dari lembaga kursus lain tadi. Yang sudah punya sertifikat itu sebelum tiba di Jerman, beruntung dan inshaallah mendapat manfaat.
***
Ya, sudah ... karena sudah punya mimpi ke Jerman, persiapkan baik-baik. Jangan modal bonek, deh. Dengan bahasa Inggrispun, belum tentu survive. Tanpa bahasa Inggris pun, dengan bahasa Jerman dasar sudah cukup, bahkan lebih diutamakan. Jerman sangat meninggikan bahasa Jerman, bahasa nasionalnya itu. Buktinya, semua orang asing harus bisa bahasa Jerman!!! Mau tinggal di Jerman? Ya, harus bisa. Kaum pengungsi yang ada di Jerman saat ini saja juga diberikan kursus dasar bahasa Jerman, ditawari kursus murah sampai B2, disubsidi dan entah apalagi fasilitas yang mendukung orang asing untuk menjalani proses belajar bahasa Jerman agar bisa menerima dan diterima di Jerman. Dengar-dengar mereka yang tidak menyetujui persyaratan bersertifikat bahasa Jerman akan dipersulit proses ijin tinggal di Jerman. Serem kann? Mau ke mana coba? Pulang juga negerinya sedang kacau.
Hmm ... itu tadi di Jerman. Bagaimana dengan di Indonesia?
Saya ingat betul, suami saya ambil kursus privat bahasa Indonesia. Selain nggak ada waktu juga biar cepat. Meskipun bisa bahasa Inggris dengan lancar, ia mau belajar bahasa Indonesia agar bisa berkomunikasi dengan orang pabrik, para pembantu dan semua bawahannya. Itu akan mendukung proses hidup dan kehidupannya di tanah air kita yang bukan tanah tumpah darahnya.
Namun, saya nggak yakin, apa semua orang asing di tanah air entah untuk hidup sementara (kurun waktu terbatas) atau untuk selamanya (tanpa batas), diharuskan memiliki sertifikat kursus bahasa Indonesia dasar?
Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung. Kalau nggak bisa bahasa lokalnya, bagaimana bisa beradaptasi di bumi itu? Sebaiknya orang asing di Indonesia harus bersertifikat bahasa Indonesia setidaknya level dasar. Memang belum ada keharusan, sudah ada orang asing yang belajar sendiri atas kesadaran sendiri.
OK. Sekarang, Kompasianer ada yang mau tinggal di Jerman (dalam rangka belajar, menikah atau bekerja)? Mari belajar bahasa Jerman dulu. Pamit nyetrika dulu .... Selamat pagi. (G76).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H