K (50 tahun), notabene seorang ibu Jerman dengan empat anak (16, 14, 12, 9 tahun). Anaknya yang nomor tiga suka curhat kalau ia tidak punya teman. Si ibu kasihan dan punya die, mengundang teman-teman dekatnya untuk bermain bahkan menginap di rumahnya. Itu sejak ia menginjak kelas 5 Gymnasium.
Setelah setahun melakukannya tapi tak ada satu keluargapun yang mengajak anaknya untuk menginap di rumah mereka bersama anak/teman sekolah itu, acara inap-menginap dihapuskan! Lah, mau enaknya saja. K harus merawat anak orang, anaknya nggak ada yang mau ngrawat atau ngajak nginap. Emang enakkk?
Yang paling ekstrim adalah F (46 tahun). Ia tidak mengijinkan anak siapapun menginap di rumahnya. Anaknya sendiri ada dua, sepasang (12 dan 6 tahun). Baginya, rumah adalah daerah pribadi yang tidak semua orang boleh keluar masuk sembarangan. Selain kotor/berantakan, dibilang kalau ada orang yang menginap akan repot.
Rumah boleh satu komplek atau perumnas yang rumahnya seragam tapi tetap saja orang beda-beda, dengan aturan yang tidak sama!
Bagaimana dengan aturan menginap anak-anak Anda atau temannya di rumah?
Kapan anak boleh tidur bersama dengan lawan jenis?
Dalam acara kemah-kemahan di kebun rumah kami tersebut di atas, ada diskusi antar anak untuk memutuskan siapa di kabin berapa, muncul permasalahan yang datang dari saya; anak pria yang pacarnya juga ikut diundang, mau tidur sekabin. Lahhh masih kelas 4 yooo ... Ketika ibunya tiba, saya tanyakan apakah tidak apa-apa jika anaknya tidur sekabin.
Jawabannya hanya ketawa dan mengangguk. Saya melongo bombay. Barangkali si ibu nggak yakin bahwa gara-gara sekabin, anak umur 10 tahun hamil, kan belum mens. Duh, piyeeee ... Bingung. Sebagai tuan rumah dan seorang ibu yang punya dua gadis, nggak rela kalau ada anak yang dibolehkan begitu saja tidur dengan sesama jenis, dengan pacarnya. Iya sih, pacar monyet. Bukan pacaran sama monyet tapi cintanya monyet. Tetap saja, kok saya nggak pas tapi gimana nih, orang ibunya bolehhhhhh ....
Kembali ke rumpian dengan ibu-ibu Jerman. P (48 tahun) tiba-tiba panik dan ada ide pamitan pulang, meninggalkan kami. Dia panik. Anaknya yang baru berumur 15 tahun memang sudah punya pacar yang 4 tahun lebih tua. Lagi enak-enaknya menghirup anggur, eee ... si anak telpan-telpon P. Ngotot minta menginap di tempat pacar di kota sebelah, 10 menit dari rumah. Karena ibu sudah minum jadi tak boleh menyetir mobil, sedangkan pakai motor sendiri ke sana sudah gelap bisa jadi bahaya, si ibu melarang. Sudah gitu si bapak lagi tugas luar kota. Perang mulut dan perang WA pun terjadi. Intinya, ibu bilang TIDAK! Si anak pengen tetep berangkat. Walhasil, si ibu benar pulang, mau menyelesaikan urusan dalam negeri itu.
Lain lagi dengan E (50 tahun). Ceritanya, pada saat anaknya berumur 16 tahun, ia punya teman laki-laki. First love. Suatu hari, setelah jadian, si gadis minta ijin orang tuanya bahwa pacar mau menginap di kamarnya. Meski orang Jerman, tetap ada reaksi kaget, lho! Nggak hanya orang Indonesia yang wajib shock dengan pertanyaan serupa. Jawabannya TIDAK! Si anak tetap ngotot dan tidak paham logika mengapa begitu. Akhirnya setelah didesak terus, si ibu mengijinkan dengan syarat, keduanya tidur di sofa ruang tamu biar semua melihat. Akhirnya, si gadis membatalkan acara menginap di kamarnya.
“Mosok mau mesra harus ditonton rame-rame?“ gerutu gadis.