"Oh ibu dan ayah, selamat pagi. Kupergi sekolah sampai kau nanti ..."
"Selamat belajar, nak penuh semangat. Rajinlah selalu tentu kau dapat. Hormati gurumu, sayangi teman. Itulah tandanya kau murid budiman."
Lagu pamitan di masa kecil saya itu seolah menggambarkan kemandirian anak pergi ke sekolah dan pesan orang tua untuk semangat pergi ke sekolah, selalu rajin belajar, menghormati guru dan menyayangi teman-teman sekolah. Harapan orang tua agar anak menjadi murid budiman meski belum tentu diantar oleh orang tuanya pada hari pertama sekolah, melainkan oleh supir, pembantu, nenek, kakek, om, tante, budhe, pakdhe atau hanya barengan sama teman-temannya. Harapan yang tentu berat bagi beberapa anak yang memiliki kesulitan dalam beradaptasi dengan sesuatu yang baru dan lingkungan yang berbeda. Butuh penguat dari pihak keluarga itu sendiri, bukan?
Apa ada yang protes waktu itu mengapa kebanyakan anak-anak berangkat sendiri tanpa orang tuanya di hari pertama? Entahlah. Saya ingat sekali bahwa hari pertama sekolah di TK diantar kakak yang sudah SD karena bapak dan ibu harus berangkat bekerja. Sampai hari ini, hari itu masih membekas di dalam hati. Betapa ketakutan berada di ruangan yang asing, teman-teman baru dan hal-hal baru berhasil dilalui dengan mudah dan senang. Hari pertama di sekolah yang menyenangkan tapi apakah teman-teman yang lain, waktu itu juga merasa begitu?
Setelah bertahun-tahun lamanya, memang sekarang lain ceritanya. Indonesia heboh! Mulai ada kampanye; ritual orang tua mengantar anak ke sekolah pada hari pertama. Mengapa? Tentu karena terbitnya surat edaran menteri pendidikan, bapak Anies Baswedan kepada Gubernur, bupati/walikota, seluruh Indonesia. Surat no. 4 tertanggal 11 Juli 2016 mengajak orang tua untuk mengantarkan anak-anaknya ke sekolah pada hari pertama. Tujuannya agar ada interaksi orang tua dengan pihak sekolah untuk pendidikan anak. Bukan berarti ketika anak disekolahkan, orang tua lepas tangan begitu saja, bukan? Saya pernah jadi anak, hari pertama sekolah adalah hari yang bersejarah. Kalau saya ingat pernah diantar kakak, saya yakin anak-anak kami ingat diantar orang tuanya. Siap mental.
Masa ajaran sekolah di tanah air sudah dimulai sejak 18 Juli 2016. Himbauan menteri yang tidak main-main dan mengharap keseriusan tanggapan semua pihak itu tentu saja menuai pro dan kontra masyarakat kita. Ada yang mengindahkan himbauan, ada yang memang tidak bisa melaksanakan karena keadaan (terpaksa) dan tentu kontra, tidak memberi dukungan sama sekali. Saya sendiri setuju dengan surat ini. Sebentar, itu bukan karena sudah terbiasa dengan tradisi Jerman tapi sebagai ibu, merasa hal itu bagus untuk psikologi anak. Ada dukungan moril dari orang tua bagi sang anak. Sebagai ibu rumah tangga juga akhirnya bisa rela melepas anak-anak untuk sendiri tanpa ibunya. Menggantungkan harapan di pundak mereka supaya jadi murid budiman. Ditambah, seperti ada kesan bahwa hubungan orang tua dan sekolah erat. Kenangan indah si anak di hari pertama sekolah. Bagaimana menurut Anda?
Ada beberapa pertanyaan yang berputar-putar seperti kupu-kupu mengitari bunga-bunga mawar saya. Pertama, bagaimana evaluasi pelaksanaannya (pasca 18 Juli 2016 yang lalu)? Keyakinan saya, masyarakat jadi tahu apa positif dan negatifnya tradisi antar anak di hari pertama sekolah itu. Dominan yang mana? Kedua, apakah tahun depan ini akan terlaksana lagi? Ketiga, jika pak Anies Baswedan menjabat lagi sebagai menteri pendidikan, alhamdulillah. Lha, kalau tidak lagi menjabat sebagai menteri pendidikan, apakah ini akan diteruskan pengganti beliau? Kadang, beda pemimpin, beda aturannya. Ibaratnya bunga yang tidak disiram, ia akan mati pelan tapi pasti. Tradisi mengantar anak hari pertama sekolah bisa jadi tidak awet.
Antar Anak Sekolah di Hari Pertama Sekolah Adalah Tradisi Jerman
Baiklah, mari saya ajak Kompasianer untuk bertandang ke Jerman. Mengapa Jerman? Selain ini tempat saya rantau juga jadi negara yang nggak main-main soal mengatur anak dan sistem pendidikan. Jempolan. Boleh dibilang, Jerman adalah negara maju, modern, disiplin tapi masih memegang nilai-nilai luhur nenek moyangnya dan menjadi tradisi secara turun temurun. Salah satunya ya, mengantar anak sekolah di hari pertama ini. Pemahaman warga tentang hal itu sudah sangat tinggi. Ini acara penting dan masuk catatan kalender.
Tradisi? Saya masih ingat waktu masih pacaran pernah melihat foto suami waktu SD dengan seorang gadis. Sempat cemburu juga, ya. Rupanya si gadis adalah tetangga waktu kecil, mereka berangkat ke sekolah bersama-sama diantar orang tua masing-masing. Kebetulan, mereka tetanggaan. Itu waktu kelas 1 SD! Artinya, tradisi antar sekolah sudah minimal 40 tahun lestari. Saya belum sempat tanya apakah sepupunya yang usianya jauh lebih tua juga sudah menjalani tradisi itu. Ritual yang sangat disadari setiap orang tua di Jerman untuk mengantar anaknya ke sekolah.