Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Kartini RTC] Madame Gennelle

20 April 2015   14:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Namamu siapa tadi ... ?" Seorang pria berambut pirang mendekat. Matanya yang biru terlalu terpesona pada wajah si pemandu ayu, lupa memperhatikan apa saja yang dikatakannya pada rombongan tadi.

“Gendis ..." Tangan mungil sang wanita menjabat tangan pria asing berbaju batik itu. Perkenalan singkat yang menambah romantika hidup manusia dua bangsa.

Oh, Jacques dan Gendis jatuh cinta. Indahkah dunia?

***

“Simbok lebih memilih kamu kawin dengan orang Jawa ...“ Tiba-tiba simbok mengemukakan pendapatnya, tanpa ditanya. Tangannya yang keriput sedang menghitung uang lusuh hasil memijat.

“Kami hanya berteman, mbok“ Gendis tersipu. Semburat merah di pipi tak mampu sembunyi.

“Simbok tidak bisa dibohongi ...“

“Kalau kami saling mencintai apa bapak dan simbok setuju?“ Tangan Gendis tetap mengaduk gula dalam cangkir.

“Tetap jaga kesucianmu, ndhuk ...“ Simbok tak menjawab langsung pertanyaan Gendis.  Perempuan ubanan itu bergegas mengambil air wudlu.

Teh wasgitel buatan Gendis untuk Jacques sudah jadi.

Heran, mengapa ruang tamu, sepi? Oh, gelas besar bapak masih utuh! Buatan simbok tadi rupanya belum disentuh. Sepertinya, bapak melancarkan perang dingin pada sang tamu. Bibir merah bak gincu bule, terkatup.

Gendis membaca suasana, lalu menarik Jacques sampai ke pagar.

“Tunggu aku, aku akan segera kembali.“ Tangan Jacques menyematkan sebuah cincin monel  berhias bunga matahari dari saku bajunya. Bapak yang ada di depan pintu, batuk-batuk. Gendis buru-buru menarik tangannya. Vespa perlahan melaju. Sendu.

***

Sebulan berlalu. Jacques benar kembali. Dia tidak sendiri. Ada papa, mama dan dua saudara kandungnya yang datang. Untuk melamar Gendis, anak simbok Gendari.

Kaget. Gendis sendiri kaget. Lebih kaget lagi ketika acara nikah siri digelar seminggu kemudian. Gendis mencubit tangannya  sendiri, tak yakin apa ini nyata atau sekedar mimpi. Kemudian, tersenyum manis.

Senang. Ia senang bisa bersama Jacques pujaan hati namun tetap berat meninggalkan bapak, simbok dan saudara perempuannya di sini.

“Gusti, inikah keputusan terbaik?“ Tetesan air mata bahagia campur gundah telah jatuh. Dinding hati Gendis panas dingin tetapi Gendis memilih pergi. Jauh, jauh sekali.

***

Marseille. Kota pantai di Perancis ini memang beda dengan Solo. Hidup jadi serasa serba aneh. Terlebih lagi ketika keadaan menjadi sulit, Jacques di PHK.

Jadi pengangguran yang dibayar pemerintah? Uang di tangan tak akan cukup untuk hidup berdua di negeri orang.

“Apa saja yang penting halal ....“ Begitu pesan simbok pada Gendis lewat telepon  singkat.

Kalau saja ia sudah sarjana sebelum meninggalkan Indonesia, pasti banyak pekerjaan yang bisa diperoleh! Pilihannya? Cleaning service sebuah pub. Kejamnya dunia ....

Gendis ingin mengubah nasib. Ia temui manager pub, Jean, teman karib Jacques waktu kanak-kanak.

“Apa kabar?“ Peluk cium Jean menghujani Gendis. Itu tradisi yang dulunya pernah membuat Gendis seperti tersengat listrik. Sekarang sudah biasa.

“Baik, terima kasih. Bolehkah aku menari di sini?" Mata besar Gendis menatap Jean lekat-lekat.

“Ha ha ha .. Tari apa? Striptease maksudmu? Bisa?!“ Si bos terkekeh.

“Serius. Aku mau menari tradisional. Dulu aku penari di sebuah hotel ..." Gendis berdiri lalu tanpa aba-aba dari siapapun, memperagakan  tari. Tangannya ukel, kakinya trisik lalu seblak sampur dan keliling ruangan.

“Kamu ini. Tahu ini pub kan? Bukan gedung kesenian ... Kalau kamu mau, aku bisa tolong kamu jadi penari striptease di sini, biar Monique yang ajari. Tinggal dipoles sedikit, pasti top. Bagaimana?“ Si bos menyulut cerutu Navarre. Kebulan asapnya bikin Gendis batuk.

“Aku bicarakan dulu dengan Jacques. Aku harus minta ijinnya. Prinsipnya, kalau aku dapat uang banyak untuk itu, aku mau. Kapan aku harus beri kepastian?“ Kening Gendis berkerut. Matanya jadi sayu.

“Lebih cepat, lebih baik ...“

***

Sudah larut malam. Mata indah Gendis menatap pintu masuk pub “L’endroit.“ Sebuah baliho ukuran XXL dengan gambar seorang penari striptease eksotis berambut panjang, coklat dan tebal di sebuah panggung terpajang, dihujani lampu warna-warni. Kulit coklat sawo matangnya menggoda. Beberapa bagian intim, tertutup secarik kain. Tertulis: “The Sexy Madame Gennelle.“

Gendis terisak, teringat apa katanya pada simbok sepuluh tahun lalu:

“Mbok, jaman sudah modern. Aku ingin jadi wanita mandiri yang punya martabat dan harga diri. Aku mau kuliah biar bisa kerja kantoran dan tak perlu menjual diri. Aku bayar uang kuliah sendiri kok, mbok. Kalau simbok ada uang, buat belanja apa piknik ke mana sama bapak wae lah ....“

Untung bapak dan simbok selalu takut terbang. Tak perlu mendadak kena serangan jantung memandangi gambar poster itu di Marseille. Sebab Madame Gennelle ... adalah Gendis! (G76)

Ps: Postingan ini demi menyambut hari Kartini yang diadakan oleh Rumpies the club. Silakan bergabung dan menyimak karya lain di sini. Selamat merayakan hari Kartini, Wanita Indonesia Bisa!

1429514067298403398
1429514067298403398

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun