Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jangan Mengobrol di dalam Kelas

6 Februari 2014   15:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1391675390437865201

Tadi malam, saya datang pada acara Elterngespräch dari SD tempat anak kedua kami. Satu minggu yang lalu, saya sudah mengembalikan selebaran dari sekolah yang berisi formulir kapan waktu orang tua murid bisa hadir dan siapa guru yang ingin diajak diskusi mengenai perkembangan anak di sekolah. Dijadwalkan waktu bagi setiap orang tua murid adalah 15 menit. Saya memilih kisaran pukul 18.00-19.00. Dengan anggapan, jam itu pekerjaan rumah sudah selesai dan anak-anak sedang dalam kondisi menikmati makan malam. Aman.

[caption id="attachment_320913" align="aligncenter" width="384" caption="Formulir diskusi ortu dengan guru bab perkembangan siswa"][/caption]

Jadi pada hari itu saya bertemu dengan guru bahasa Inggris dan guru wali kelas (yang mengampu pelajaran matematika dan Bahasa Jerman). Oh, ternyata jadwal yang dikonfirmasikan, yakni 18.45-19.00, mundur. Saya baru dipersilahkan masuk pukul 19.10. Berarti saya harus menunggu sekitar setengah jam. Oh, ternyata bisa molor, lho sesuai kebutuhan. Dijelaskan, ini karena ada perbincangan serius beberapa orang tua yang anaknya memiliki masalah di sekolah, sehingga butuh waktu lebih panjang.

Jadwal pertama saya adalah berbincang dengan guru bahasa Inggris tapi orang tua murid yang lain juga belum juga selesai. Sayapun dipanggil guru wali kelas untuk masuk ke ruangannya karena sudah lowong.

Disanalah, saya diberitahu kemajuan anak kami. Tes bahasa Jerman terakhir dengan Nol Fehler alias tidak ada kesalahan. Beliau menanyakan apakah anak kami belajar keras untuk ini. Saya mengangguk. Meski sebenarnya si anak menolak untuk belajar, saya ajak dia untuk mengulang setiap hari hingga menjelang hari H. Alasan si anak, di sekolah, mereka sudah belajar materi ini dengan ibu guru. Dengan segala cara, saya berhasil membujuk anak untuk menikmati mengulang bersama mamanya di rumah. Ibu guru menganjurkan tetap untuk melanjutkan cara belajar bersama ibu di rumah. Dipertahankan.

Sedangkan untuk matematika, ia termasuk rata-rata anak yang mampu mengikuti. Misalnya dari 22 Punkte (poin), mampu mendapat 21 Punkte dan seterusnya. Hanya saja harus hati-hati dengan menjumlah/mengurangi angka 100. Sering teledor.

Sebelum pulang, saya menanyakan apakah anak saya itu bicaranya terlalu keras. Maklum waktu hamil saya masih dalam status penyiar radio. Paling tidak dia mendengar mamanya mengobrol selama 6 jam-an sehari (belum hingar bingar musiknya). Haha. Ibu guru menjelaskan bahwa si anak memang senang mengobrol. Cucak Rowo. Begitu pula yang dikatakan oleh guru bahasa Inggris. Bahwa si anak mampu mengucapkan Vokabeln atau kosa kata yang diajarkan dan bisa memahami cerita di dalam kelas. Hanya saja, dia sering abgelenkt, sibuk dengan sebuah benda atau teman, mengobrol.

Pulangnya, saya tunjukkan good news dulu. Bahwa tes bahasa Jermannya tak ada kesalahan. Tes matematika tidak mengecewakan. Tes Bahasa Inggris juga OK. Meski tanpa nilai, jelas sekali bahwa ia berhasil dengan baik. Bagian bad news, si mbak tertunduk. Ia tahu ia salah. Tidak boleh mengobrol di dalam kelas! Selain mengganggu guru di kelas, juga teman-teman lain yang sedang konsentrasi belajar. Psssst.

Alasan ia mengobrol, katanya, diajak mengobrol atau ada yang bertanya. Saya bolehkan asal bisik-bisik. Eh, malah dia mengatakan, „Tetap tidak boleh, mama.“ Haha .. iya ya, bicaranya nanti saja pada waktu istirahat atau saat pulang sekolah, dalam perjalanan ke rumahlah. Atau memang sedang boleh ramai oleh guru di kelas (kelas diskusi, kelas menyanyi, kelas teater dan sebagainya).

Sebelum tidur, kami sedikit belajar. Dan saya uraikan kisah saya mengobrol di kelas saat di bangku kuliah. Dua kali saya ingat sampai sekarang. Pertama, saat kuliah D1. Dosen lelaki melihat saya dan teman sebangku mengobrol. Gotcha! Beliau memanggil kami berdua, kami disuruh berdiri di dekat papan tulis dan dosen meninggalkan kelas sampai bunyi bel istirahat. Whaaa ....

Atau ketika melanjutkan ke jenjang S1, saya mengobrol dengan seorang teman yang duduk di sebelah, sebatang kapur mendarat di tubuh saya. Oh, dari pak dosen muda. Xixi. Maaf, mas eh pak.

Pengalaman tak baik itu saya ceritakan kepada anak kami bukan untuk memalukan diri sendiri, tetapi justru untuk tidak diulang oleh generasi penerus saya. Cukup mamanya saja yang mengalami. Bukankah belajar di dalam kelas itu untuk mendapatkan ilmu? Sedangkan mengobrol bisa dilakukan saat santai. Hahaha ....

Anak saya mengangguk. Barangkali ia mengerti apa yang saya ucapkan. Lain kali, jangan mengobrol di dalam kelas, kecuali seperti kelas diskusi. Mengobrol pada tempat dan waktunya. Selamat pagi.(G76)

PS: Ternyata, saya amati, tidak mengobrol di dalam kelas juga berlaku di kantor-kantor Jerman. Tidak banyak orang mengobrol kecuali pada waktu dan tempatnya, istirahat siang atau waktu pulang. Kalau memang perlu dan penting, ya, chat lewat komputer di meja kerja. Jadi, yang masih berada dalam kondisi kantor yang selalu ramai dan riuh, selamat menikmati saja.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun