Landlocked, negara yang terkurung. Itulah julukan yang kira-kira pantas disematkan pada negeri kerajaan Luxembourg.
Betapa tidak, letaknya yang dikelilingi negara Perancis, Jerman dan Belgia ini, membuatnya asyik untuk dikunjungi sebagai tempat jalan-jalan. Ya, daerah perbatasan adalah klangenan saya (apalagi ini tak jauh dari tempat kami tinggal di Jerman, tak ubahnya dari Semarang menuju Yogyakarta).
Ohh … saya ingat betul, kapok pergi ke negeri ini di hari minggu!
[caption id="attachment_279080" align="aligncenter" width="492" caption="Dari Jerman menuju Luxembourg"][/caption]
***
Negara yang terkurung
Setidaknya ada 44 negara terkurung di dunia. Luxembourg atau disebut Grand Duchy of Luxembourg adalah salah satunya. Menurut Wikipedia, Amerika Utara tidak memilikinya.
Soal kurung-mengurung, tidak selalu identik dengan kesan negatif. Buktinya, Luxembourg adalah negeri berbasis katolik Roma yang terkurung tapi tetap maju dan eksis di kawasan EU.
[caption id="attachment_279089" align="aligncenter" width="450" caption="Ini gereja apa puri?"]
Bahkan bisa jadi, perkawinan budaya dari ketiga negara yang mengepungnya, justru membuat Luxembourg jadi tambah kaya! Entah itu secara finansial maupun budayanya (menggunakan tiga bahasa; Perancis, Jerman dan Luxemburgish).
[caption id="attachment_279094" align="aligncenter" width="461" caption="Romantisme, sentuhan Perancis untuk Luxembourg"]
Ya. Negara yang dipimpin Grand Duke Henri dan PM Jean Claude Juncker itu memiliki penduduk 500.000 an dan memiliki produk domestik bruto tertinggi kedua di dunia.
Luxembourg juga negeri yang senang berkumpul dan kuat. Negeri itu menjadi anggota Benelux, EU, NATO, UN, OECD. Kecil bukan berarti lemah, bukan ? Meski secara kuantitas, wilayahnya minim, kualitasnya luar biasa. Di Asia, ini mengingatkan saya pada Singapura.
Luxembourg seakan mengajak Indonesia; yang kaya akan karunia alam dan apapun yang terkandung didalamnya, yang berlebihan populasinya, yang luar biasa human resourcenya, yang memiliki puluhan ribu pulau dari Sabang sampai Merauke, yang memiliki daratan dan lautan yang maha luas, yang unity diversity, yang rakyatnya tersebar ke seluruh penjuru dunia ... supaya tidak mau kalah dengannya. Asal diupayakan bersama-sama dan semaksimal mungkin, mengapa ini menjadi hil yang mustahal? Indonesia, pasti bisa! [caption id="attachment_279082" align="aligncenter" width="489" caption="Kantor-kantor penting dunia bercokol disini"]
Tempat makan
Waktu itu, kami lapar sekali. Kebetulan, mata kami tertuju pada sebuah resto yang serba merah. Namanya La Boucherie. Lokasinya di 9, Place d'armes, Luxemburg 1136, Luxemburg. Dalam sebuah situs, saya baca restoran ini mendapat angka 3,5 dari total 5. Daging steak merupakan menu utama yang ditawarkan selain menu lainnya. Waktu itu kami memesan menu kecil, melihat harganya sudah sontak. Kami berenam! Harga sudah dipatok @ 20-29€ menjadi efek kejut yang luar biasa. Meskipun demikian, pelayannya ramah. Dengan berbahasa Inggris campur perancis, kami berkomunikasi dengan mereka. Resto dibuka jam 8-an sampai 22 an. Beberapa orang mengatakan resto ini payah, sudah mahal, biasa-biasa saja masakannya, bahkan ada yang sewot, kok dagingnya seperti sandal. Tak cocok dengan harga yang menohok. Ada yang mengatakan, kesana, hanya sekali seumur hidup. Terserah selera pelangganlah. [caption id="attachment_279084" align="aligncenter" width="560" caption="Resto ala Luxembourg"]
Tips, kalau tidak mau kantong bolong, tak ada salahnya menyeberang sedikit untuk menikmati fast food, MD. Arggggghh. Saya memang tidak menyukai resto cepat saji, hanya dalam perjalanan alias lapar darurat saja, saya rekomendasikan untuk anak-anak. Selain pas di lidah mereka, harganya murah … dapat pula, hadiah!
Dan dimana-mana patokan harga MD, hampir mirip. Jalan-jalan tidak harus identik dengan dana yang kelewatan.
Taman bermain dan tempat nongkrong
Di dekat alun-alun kota, ada sebuah taman yang asri. Sampahnya luar biasa banyak. Heran, jarak tiga langkah, sudah ada tempat sampah. Haha, bagaimana orang mau malas membuang sampah ditempatnya? Pasti sampahnya bilang, “Hey … saya disini untukmu, jangan buang sampah sembarangan,ya?”
[caption id="attachment_279085" align="aligncenter" width="461" caption="Toilet, tempat duduk dan jajaran sampah"]
Beberapa remaja tampak merebahkan diri di rerumputan sembari mendengarkan musik atau sekedar membaca buku. Sementara yang lainnya tampak asyik mengobrol. Kursi taman yang terawat juga dipasang pemda.
Anak-anak kami berlarian ke sana-kemari. Tak ketinggalan anjing yang diikuti pemiliknya ikut lewat.
Jangan khawatir kalau mau buang hajat. Kotak toilet yang di Jerman disebut Dixie Klo atau Toi-Toi, tersedia disatu titik. Tidak perlu repot atau bingung, bersembunyi saat panggilan alam itu datang. Ada tempatnya. Haha, kalau saya, tidak tega wong itu seperti tempat penampungan kotoran alias tidak hilang mengalir.
***
Kunjungan ke Luxembourg yang singkat hanya 6 jam-an itu, setidaknya sudah memberikan sebuah wawasan, betapa negeri itu kecil, terawat dan sejahtera. Tuhan memang adil dan ada dimana-mana.
[caption id="attachment_279091" align="aligncenter" width="514" caption="Tuhan ada dimana-mana, juga di Luxembourg"]
Sayangnya, karena kami datang pada hari minggu, semua toko dan swalayan, TUTUP nan sepi. Haaaa … suami saya happy, karena kami tak bisa belanja-belanji. Amaaaaan, Hunny ! (G76).
Sumber:
1.Pengalaman pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H