Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Repotnya Tahun Baruan Di Tempat Umum

30 Desember 2012   11:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:47 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kanak-kanak hingga sebelum pindah ke Jerman, Simpang Lima Semarang adalah tempat saya (dan keluarga) untuk berkumpul bersama rakyat lain, melihat pesta kembang api, jalan-jalan, makan di warung tenda, menghabiskan malam hingga detik-detik perhitungan pergantian tahun lama ke baru. Nah, bagian pulangnya repot kalau pakai angkutan umum semua penuh. Pakai mobil pribadi, macetnya minta ampun. Belum lagi merajalelanya sindikat copet, harga-harga yang melambung, anak kecil rewel minta ini itu, jalanan ditutup disana-sini, lautan manusia dan sejenisnya. Kenangan yang bikin kapok lombok, sengsara tapi mau lagi.

Ya. Sebentar lagi adalah malam pergantian tahun. Orang Jerman bilang Silvester sebagai hari terakhir di penghujung tahun menuju tahun baru. Malam yang biasa digunakan orang untuk bersuka cita menyambut tahun baru ini kadang salah kaprah dengan pesta yang berlebihan (makan kebanyakan, minum sembarangan dan membakar mercon dan kawan-kawannya hingga membobol kantong dan bisa berakibat fatal lantaran kecelakaan terbakar dan seterusnya).

Lalu bagaimana gambaran malam tahun baru di tempat terbuka dimana banyak orang dari beraneka negeri berjubel untuk merayakannya ? Di Dubai misalnya? Asyik tapi repot, ah … kapok! Enakan di rumah saja.

***

2010. Hari makin gelap, kami naik taksi pesanan menuju sebuah restoran milik sebuah hotel. Kami memang melihat iklannya di koran lokal yang jadi langganan resepsionis apartemen depan hotel yang mirip mahkota dobel itu. Setelah reservasi tapi lupa menanyakan berapa harga per orangnya, kami tiba di tempat.

[caption id="attachment_232330" align="aligncenter" width="479" caption="Hotel mahkota kembar depan penginapan kami"][/caption]

Wow. Hotel yang indah. Orang-orang sudah berkumpul disana. Pukul 19.00.

Pohon natal (asli bukan plastik) pasang muka, seorang pelayan tengah mendorong minuman untuk pesta. Hiasan rempah-rempah Arab yang terkenal itu teronggok disebuah sudut ruangan. Proyektor penunjuk jam, menit dan detik di dinding resto bagian depan mengingatkan harus berapa lama lagi menuju tanggal satu Januari.

[caption id="attachment_232333" align="aligncenter" width="482" caption="Rempah-rempah Arab dihujani kapas natal"]

13568672601073502628
13568672601073502628
[/caption]

Setelah bertemu dengan bagian servis, suami mengurus bea masuk. Saya membelalakkan mata ketika si embak cantik menyebut sebuah angka, untung anak-anak masih kecil tak harus bayar. Mau balik kanan malu karena sudah berada di dalam ruangan. Mana di luar itu ya, masyaallah lalu lalang mobil. Untuk mendapatkan taksi pasti tambah sulit. Kata suami, ya sudahlah, mungkin ini untuk pertama dan terakhir kali dalam hidup. Itung-itung kado ultah saya, katanya. Hiks, bayangin duit itu masuk kas saya. Mayan.

[caption id="attachment_232335" align="aligncenter" width="466" caption="Salah satu sudut buffet yang menarik"]

13568673342141015831
13568673342141015831
[/caption]

Tamu-tamu yang terdiri dari penduduk lokal, Asia, Eropa dan Amerika itu tampak menikmati hidangan lezat, tak henti-henti. Lautan buffet terhampar di resto. Terbagi atas masakan Arab, kuliner Mongolia dan makanan Eropa. Nendang. Memang sih, all you can eat … sayang sekali, perut saya kecil cepat kenyang, tak seperti balon yang bisa ditiup seraksasa. Duh, nasib. Jadi ingat adat orang Jawa yang suka bawa bungkusan habis arisan atau kumpulan keluarga ….

[caption id="attachment_232341" align="aligncenter" width="470" caption="Hummer yang saya pilih ... lezat!"]

13568677351191244778
13568677351191244778
[/caption]

Pukul 23, kami mengakhiri acara makan-makan. Sebenarnya acara perhitungan detik akhir menuju tahun baru digelar diresto tersebut. Mulai acara musik, badut, permainan dan seterusnya telah diorganisir pihak resto. Bagaimanapun, kami lebih memilih acara di luar ruangan, menikmati indahnya pesta kembang api langsung dipinggir pantai. Maklum di Jerman tak pernah lihat pantai, hiks. Ada juga danau, dingin.

[caption id="attachment_232336" align="aligncenter" width="476" caption="Pancaran warna Burj Al Arab"]

13568674311115512670
13568674311115512670
[/caption]

Olala. Manusia dari berbagai negara berdesak-desakan di pantai Jumeirah. Pemandangan pantai pasir putih dengan airnya yang hitam karena gelap nampak mempesona, dengan background Burj Al Arab. Ngimpi kali ya, tinggal disana. Mana kuat bayar? Hehehehe. Masuk kesana juga tak sembarang orang. Sekuritinya ketat banget. Kalau tidak menginap disana, tidak boleh masuk, kata mereka. Huh.

[caption id="attachment_232338" align="aligncenter" width="448" caption="Kerumunan orang dari berbagai negara"]

1356867489459930802
1356867489459930802
[/caption]

OK. Bunga api begitu indah diangkasa. Orang-orang yang berdiri menikmatinya ada yang bawa tenda, kursi, tikar dan sebagainya. Haha lucu juga ya?

[caption id="attachment_232339" align="aligncenter" width="471" caption="Pasang tenda di pantai Jumeirah"]

13568675621110628057
13568675621110628057
[/caption]

Setelah luncuran kembang api di udara dan pancaran warna di hotel BAL itu usai, semua berhamburan meninggalkan pantai. Ya ampuuuun … jalanan sesak oleh manusia dan mobil. Macet. Tiiiin tin tiiiiiiiin … pusiiiiing.

[caption id="attachment_232340" align="aligncenter" width="493" caption="Gini nih kalau lagi pusing ... gambarnya gedeg."]

13568676401602503228
13568676401602503228
[/caption]

Sambil berjalan dan berjalan, kami berdoa, semoga dapat taksi, ya Allah. Semua penuh, semua isi. Tak terasa jam sudah menunjukkan angka 3 dini hari! Berarti kami sudah berjalan menyusuri jalanan yang dibatasi padang pasir itu setidaknya tiga jam. Kasihan anak-anak … mana udara makin dingin.

Sampai pada suatu ketika, kami melihat sebuah taksi dari kejauhan dan melambailah tangan kami. Yaiy, berhentinya tak langsung di depan kami tapi beberapa meter sesudahnya. Dan didepan sudah ada yang dapat dewi Fortuna, lima orang bule dewasa. Duh, hancur hati ini. Mana anak-anak sudah mengantuk, capek dan rewellll. Hiks. Alhamdulillah, salah satu dari kelima orang itu, seorang wanita, berunding dengan teman-temannya. Akhirnya, mereka memberikan kesempatan emas naik taksi itu kepada kami dengan alasan demi anak-anak kami. Thank you very much, happy new year, God bless“, kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Semoga Tuhan memberikan pahala yang setimpal kepada mereka. Entah harus berapa kilometer lagi mereka harus berjalan dan berjam-jam lagi menunggu dapat taksi lagi.

Tak Simpang Lima (Semarang), tak pantai Jumeirah (Dubai) … ya, sama saja. Malam tahun baruan di tempat umum? Repotttttt! Mendingan di rumah saja.

***

Setelah semuanya, saya kembali berfikir. Oooo itulah sebabnya ayah ibu saya (dari saya kecil) lebih menyukai malam tahun baru bersama dirumah, nonton dari televisi saja. Ternyata mereka benar, lebih enak merayakan malam tahun baru bersama keluarga bukan di tempat umum. Penuh renungan, rengeng-rengeng (ngobrol), nonton TV bersama sambil nyemil, no party, no fireworks, no alcohol … tanpa hura-hura yang tak jelas dan belajar hemat.

Arghh … kapok. Tak di Semarang, tak di Dubai, kalau merayakan tahun baru di tempat terbuka dimana ada kerumunan manusia dan pesta kembang api, jadi repot. Apalagi kalau masih ada anak kecil. Tiada rasa aman dan nyaman. Home sweet home. Take care. Happy new year, folk. Semangat baru, tantangan baru, kawan baru, lembaran baru ... menanti di depan mata. God bless.(G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun