Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Suami Semena-mena? Laporkan Saja!

8 Oktober 2012   09:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:05 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ … Suami semena-mena, laporkan saja … ! “ Pesan itu saya serap dalam pidato Christine Leutkart yang mewakili panitia lomba foto yang saya ikuti bertajuk Frauenvielfalt (red : aneka ragam wanita).

Wanita berambut coklat itu juga kembali mengingatkan soal Frauenhaus di dekat gereja Tuttlingen, sebuah tempat berlindung para wanita (yang kebanyakan adalah imigran) yang biasanya mendapat perlakuan sewenang-wenang (fisik maupun verbal) dari suami/pasangan tak resmi atau memiliki kesulitan hidup di Jerman.

Saya rasa rumah semacam itu juga tak asing lagi di Semarang (dan kota besar lainnya) di Indonesia. Sayangnya sosialisasinya belum sebesar di Jerman barangkali. Wahai perempuan, jika derita berlanjut, hubungi rumah perlindungan perempuan terdekat !

[caption id="attachment_216987" align="aligncenter" width="533" caption="Penulis dan ahli terapi seni, Christine berpidato didepan perempuan"][/caption]

***

Hari itu hari libur nasional Jerman, Rabu, 3 Oktober 2012. Hari persatuan Jerman barat dan timur ini memang dimanfaatkan panitia untuk menggelar acara. Mereka yang datang, rata-rata adalah perempuan seumuran ibu saya. Kalau tidak salah hanya ada tiga-empat orang seusia saya (karena mereka juga membawa anak seumuran Chayenne).

Usai para tamu menikmati Sektempfang (red: minum sampanye) dan Brezel (red: roti mirip gelung, ditaburi garam kristal), Christine memberikan sambutan lalu menyerahkan hadiah kepada 12 peserta yang beruntung mendapatkan kalender dan tiket nonton. Nomor dikocok untuk memberikan 3 kalender bagi peserta yang tak menang. Byak, yak, saya tetap tak dapat!

[caption id="attachment_216988" align="aligncenter" width="453" caption="Pemenang yang fotonya masuk kalender 2013"]

13496883432034687757
13496883432034687757
[/caption]

Perempuan bukan hanya hiasan

Makna ini saya tangkap dalam sebuah film yang kami tonton bersama di gedung bioskop Scala Tuttlingen di studio 3, usai penyerahan kalender. Judulnya Das Schmuckstück. Film komedi Perancis buatan tahun 2010 itu dibintangi artis Catherine Deneuve yang memerankan Suzanne. Dubbing Jermannya sesekali membuat kami tertawa. Ya, sangat menarik sajian filmnya. Perempuan sekali.

Aduh, meski tertulis boleh dilihat untuk anak umuran 6 tahun keatas, ternyata film ini sensornya tidak sebersih di Indonesia. Ada adegan ranjang beberapa detik yang tidak disamarkan, atau saat Monsieur Pujol membuka celananya dan menyingkap rok Nadège di tempat parkir demi kepuasan seksual pria yang lama terbaring di RS. Segera saya tutup mata kedua gadis di sebelah saya, „Maaf … tutup matanya, ya, Nduk. Itu untuk dewasa.“

……..

Adalah Suzanne Pujol, seorang istri pemilik pabrik payung yang maju pada tahun 1977. Sebagai seorang Madame, ia baru tahu bahwa selama ini ia hanyalah penghias rumah. Perannyadalam hidup bak burung dalam sangkar emas. Ia harus selalu menurut apa kata suami, tak dihargai saran dan idenya, serta tak berhak turut campur dalam perusahaan keluarga.

Tuhan itu ada dimana-mana. Wanita cantik itu akhrinya membuat gebrakan baru, menjadi seorang pemimpin idola. Tiba-tiba, ia menggantikan suaminya sebagai direktris pabrik lantaran suami sakit keras, jantungnya kumat usai demo anak pabrik! Suzanne harus berunding dengan pemimpin demo dan anak pabrik. Wow, memikat juga cara elegan wanita berdiplomasi di atas meja. Dari cara ia berdandan/berpakaian dan berbicara. Perempuan memang bukan saja kanca wingking (red: teman dapur saja? No way).

[caption id="attachment_216989" align="aligncenter" width="468" caption="Perempuan bukan hanya hiasan belaka"]

1349688509980721548
1349688509980721548
[/caption]

Ya, perempuan itu didukung kedua buah hati; Joëlle dan Laurent dalam menjalankan perusahaan. Dan tentunya bantuan walikota (yang dulu juga mantan pacarnya), Maurice Babin. Suzanne berhasil! Perusahaan berjalan sukses meski tanpa kehadiran Monsieur Pujol.

Sekretaris bukanlah obyek seks untuk bos

Pesan ini dicamkan baik-baik oleh Nadège, sekretaris Monsieur Pujol. Biasanya, pak bos itu memang suka memegang pantatnya, meremas payudaranya, meminta servis seks di meja kantor saat sepi atau waktu istirahat siang di tempat parkir mobil.

Nadège menyadari bahwa untuk mendapatkan apa yang diinginkan, perempuan tak harus mengangkat rok tinggi-tinggi bahkan tak usah menurunkan celana.

[caption id="attachment_216991" align="aligncenter" width="460" caption="Perempuan tak hanya obyek seks saja, ia multitalenta-multitasking"]

13496886241986640486
13496886241986640486
[/caption]

Pemikiran ini muncul seiring perjalanan karirnya menemani Madame Pujol menggantikan Monsieur Pujol beberapa saat. Sekretaris itu bahkan membenci bos lamanya itu dan memuja bos baru, Suzanne.

……

Oh, ternyata, image sekretaris … dimana-mana sama … tak hanya tameng perusahaan tapi juga topeng bos pemimpin perusahaan. Dalam film ini, Nadège telah lama jadi kekasih gelap Monsieur Pujol.

Meski ini diendus sang putri Joëlle, tetap saja Suzanne menaruh kepercayaan pada suami. Istri yang mencoba memberikan nafas positif pada keluarganya.

Hmmm … di tanah air, sering saya dengar baik dari pihak subyek (bos) atau obyek (sekretaris) bahkan pengamatnya (orang kantor, tetangga, bahkan saudara), bahwa sekretaris itu ada yang memiliki love affair dengan si bos. Tak heran jika akhirnya jika ada seorang bos menikah dengan sekretaris dan menceraiberaikan keluarganya (istri dan anak-anak hasil perkawinan terdahulu). Atau seorang bos yang memiliki simpanan tak hanya sekretaris tapi WIL lainnya. “Hati-hati menjadi sekretaris, kalau tak kuat lebih baik jangan ….“ itu pesan Nadège dalam film Hiasan ini.

Perceraian karena orang ketiga, pastinya akan mengaduk-aduk hati dan kebencian yang mendalam. Bermain air basah, bermain api hangus … don’t try this at home, it’s dangerous.

Dianiaya pasangan? Laporkan, berlindunglah

Penganiayaan terhadap perempuan ternyata tak hanya soal fisik (pukulan, tamparan, tendangan, lemparan benda keras dan lain sebagainya), ternyata serangan verbal bisa dimasukkan dalam kategori yang bisa dilaporkan kepada Frauenhaus.

Subyeknya tak hanya pasangan resmi seperti suami. Pasangan kumpul kebo atau teman hidup tak resmipun ternyata bisa ditindak jika menyalahi.

Dua tahun lalu sewaktu pulang mudik ke tanah air, saya temui beberapa wanita yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. KDRT itu membuat seorang wanita lebam di tangan kanannya (ketika ia telat menyiapkan makanan dan minuman dimeja). Satu wanita lainnya, mata kirinya ada lingkaran hitam bak panda, hanya karena bersilat lidah dengan suami. Ditonjok suami. Wanita ketiga mengeluh karena sebagai istri siri ia tak mendapat jatah uang, hanya melayani saja.

Saya hanya geleng kepala. Mengapa mereka tidak melaporkannya ? Tidak berlindung di rumah perempuan terdekat. KJHAM, Komnas atau apa kek …

Mereka memilih diam saja, menikmati diorama yang tak biasa itu, demi menghindari perpecahan keluarga, pertengkaran berkelanjutan lainnya. Duh …

Oh, ya. Lebih lanjut tentang tempat perlindungan perempuan di Tuttlingen, Christine mengatakan ini didanai oleh penduduk sekitar. Pada tahun 2009 saja misalnya sudahada 33 perempuan berlindung disana, 24 orang diantaranya adalah imigran.

Rumah perlindungan perempuan Tuttlingen yang memiliki fasilitas 7 kamar, satu ruang tamu, satu dapur besar, satu kamar anak, dua kamar mandi dan dua toilet ini biasanya bisa dimanfaatkan oleh maksimal 6 perempuan dan 8 anak-anak.

Kemudian sejak 15 tahun berdiri sudah melapor sekitar 620 perempuan dan 711 anak-anak yang mendapat perlakuan tidak adil dari kepala keluarga. Mereka telah mendapat perlindungan secukupnya selama 3-6 bulan hingga mendapatkan tempat lain lantaran pisah dengan pasangan hidup (resmi/tak resmi). Beberapa gelintir diantaranya, kembali ke pasangan.

Mereka ini biasanya mendapat masalah dengan pasangan hidup. Repotnya karena pendatang, mereka tidak sekuat wanita asli Jerman dengan kondisi yang sama. Imigran itu tentu mendapat dukungan lebih dari serikat keperempuanan.

Belum lagi jika para perempuan bermasalah itu memiliki anak. Anak yang kehilangan induk akan semakin trauma tak hanya dari perpecahan keluarga yang terjadi. Terlibat dalam konflik yang hebat.

Apalagi jika imigran itu memiliki keterbatasan bahasa yang membuatnya makin kompleks. Itulah mengapa mereka menawarkan kursus bahasa untuk program bantuan pertama kalinya. Begitu pula dengan penyampaian info lewat media, pendekatan pada perempuan bermasalah dan kampanye keperempuanan lainnya.

Pesan pengurus rumah perempuan Tuttlingen adalah, keruwetan rumah tangga bukanlah hal tabu untuk diperbincangkan, keluarkan isi hati, segera diskusikan kalau perlu dalam kondisi gawat, laporkan dan berlindunglah.

Pada kata penutup, Christine mengingatkan bahwa satu dari empat wanita di dunia itu pasti memiliki rahasia. Saya punya, Anda? Pssssssssssssssssssst .... (G76).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun