Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari Persatuan Jerman Timur-Barat dan Kursus Integrasi yang Perlu Ditiru

3 Oktober 2011   07:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:23 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 3 Oktober 1990, pemerintah Jerman menetapkan hari Persatuan Jerman Barat dan Timur setelah melalui proses politik yang panjang. Tahun 1990 itu, terbentuk sudah 5 negara bagian baru di Jerman; Mecklenburg Vorpommern, Sachsen, Brandenburg (Berlin), Sachsen-Anhalt dan Thüringen. Libur nasional kali ini sungguh membahagiakan, liburan panjang dari jumat sore 30 September-3 Oktober 2011.

SPD, sebuah partai di Jerman mengangkat ide tentang Nationalfeiertages (red: sebuah hari libur kenegaran). Di pihak lain partai CDU mencetuskan nationalen Gedenktag (red: hari peringatan kenegaraan). Akhirnya tanggal 17 Juli 1953 ditetapkan pemerintah sebagai Symbol der deutschen Einheit in Freiheit (red: simbol persatuan Jerman Barat dan Timur dalam kebebasan). Hari itu kemudian diproklamirkan pada tanggal 11 Juni 1963 oleh Bundes Presiden Lübke sebagai Nationalen Gedenktag des Deutschen Volkes (red: hari peringatan Rakyat Jerman). Tanggal 17 Juni itu bisa dimaknai sebagai sebuah fungsi dari integrasi Jerman.

Tembok Berlin diruntuhkan rakyat Jerman pada tanggal 9 November 1989. Selanjutnya tanggal 3 Oktober 1990 dibuat sebuah Vertrag (red: perjanjian/kontrak) mengenai Tag der Deutschen Einheit (red: hari persatuan Jerman).

Tak terasa bahwa tahun 2010 lalu merupakan 20 tahun bersatunya Jerman. Ternyata ini tak hanya dimaknai kedalam saja (seperti saat Menteri keuangan meresmikan cetakan uang 10 euro koin dari perak berikut 55 sen perangko edisi khusus), melainkan juga semangat pemerintah dan masyarakat mendukung dan menggembar-gemborkan program integrasi Ausländer (red: orang asing di Jerman) yang semakin tinggi.

Program integrasi atau Integrationkurz saya ikuti beberapa tahun yang lalu. Kursus ini dikolaborasikan dengan kursus bahasa Jerman yang disponsori oleh pemda. Sebuah ide yang hebat untuk mengikat tali nasionalisme pada Jerman, tempat orang dari segala penjuru dunia ngenger (red: mengadu nasib).

Bagi siapa saja warga asing yang datang dan hendak tinggal permanen di tanah ini, diharuskan mengikuti Integrationskurz oleh departemen migrasi. Satu modul yang berisi 100 jam pelajaran, dipatok dengan harga 100 Euro. Bagi siapapun yang tidak mampu membayarnya, berhak mendapatkan pelayanan gratis.

„Die Integrationskurse werden gefördert vom Bundesamt für Migration und Flüchtlinge. Der Kurs kostet für Teilnehmende, die eine Zulassung des Bundesamtes haben, pro Modul (100 Unterrichtsstunden) 100,00 Euro. Wenn Sie Arbeitslosengeld II oder Sozialhilfe beziehen, können Sie einen Antrag auf Kostenbefreiung stellen“.

Kursus ini bagi saya adalah sebuah pembelajaran pribadi dan pengaman negeri ini agar siapapun warga asing (yang beberapa diantaranya beralih kewarganegaraan sebagai warga Jerman) mengerti tatanan negara tempat ia tinggal, tak pandang bulu. Tetapi tentu saja sebelum menjalani kursus ini, mempelajari bahasa Jerman sebagai bahasa nasional adalah amat penting dan jembatan yang kokoh menuju kesana. Karena jika ingin berintegrasi; mencari pekerjaan, mengisi perjanjian, berkumpul dengan masyarakat Jerman dan lainnya akan mengerti makna sesungguhnya. Jika tidak, proses integrasi tak akan berjalan dengan sukses; plonga-plongo kaya kebo (red: bodoh seperti kerbau) alias ora mudeng (red: tidak mengerti).

[caption id="attachment_139124" align="aligncenter" width="300" caption="Sertifikat kelulusan kursus integrasi di Jerman"][/caption]

Seingat saya, setelah lulus bahasa Jerman dengan nilai memuaskan, keterangan bahwa saya telah mengikuti pelajaran kenegaraan Jerman, pembagian wilayah kesatuan negara republik Jerman, sejarah peperangan, budaya dan lainnya tertera juga. Ini amat berguna dalam memperpanjang visa hingga saya mendapatkan unbefristed atau Niederlassungerlaubnis (red: ijin tinggal di Jerman sampai kapanpun yang ditetapkan sejak 1 Januari 2005, setelah mengikuti berbagai persyaratan yang ditentukan UU).

Didalam kursus ada hak dan kewajiban. Haknya adalah bahwa peserta kursus mendapatkan pelajaran secara tetap, guru yang mumpuni, ruangan dan media yang memadai.

Sedangkan kewajibannya tentu saja mengikuti kursus dengan rajin, membayar biaya yang dikenakan dan menyelesaikan kursus hingga ujian akhir.

Jumlah 645 jam kursus bisa dilaksanakan dengan vollzeit (red: sehari penuh) atau teilzeit (red: paroh waktu). Setelah melewati tes baik untuk bahasa dan integrasi, sertifikat ditandatangani Goethe Institut dari Frankfurt (bagi area Badenwürttemberg). Beberapa teman saya ada yang harus mengulanginya karena kurang dari standar skor yang diwajibkan.

„Sie ist schon 25 Jahre in Deutschland aber spricht gar kein Deutsch …“ (red: seorang perempuan sudah 25 tahun berada di Jerman, kok tak sedikitpun mampu menggunakan bahasa Jerman). Bisikan itu pernah saya dengar saat berbelanja, diucapkan seorang wanita Jerman kepada seorang temannya. Bisa jadi di tahun-tahun mendatang tak akan terdengar lagi.

Integrasi warga lokal Jerman barat dan Jerman timur, didukung dengan gagasan integrasi warga pendatang, nampaknya sebuah wacana kolaborasi apik yang patut ditiru. Tugas integrasi ternyata tak melulu bagi warga asing yang tak tahu menahu soal mendalam dalam kenegaraan tempat berpijak.

Saya sering miris mendengar track record Indonesia soal goro-goro daerah yang keluar dari NKRI. Dari Timor-Timur, Papua Merdeka, Aceh Merdeka … sampai yang terakhir soal ontran-ontran Jogja itu. Kalau semua retak dan pecah-pecah, saya amat menyayangkannya. Bukankah Indonesia terkenal dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya? Sumpah Palapa ala Gajahmada juga merupakan legenda yang amat membanggakan dunia.

Integrasi, akankah ini menjadi wacana yang bagus bagi bangsa Indonesia agar siapapun yang tinggal dan menetap di negeri rayuan pula kelapa kita (lokal atau asing) telah memahami betul falsafah bangsa dan semangat integrasi yang terpatri dalam sanubari; tak selalu terpecah belah dan ingin memisahkan diri? Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.

Sumber:

1.Pengalaman pribadi dan terjemahan bebas dari dua situs dibawah ini

2. http://de.wikipedia.org/wiki/Tag_der_Deutschen_Einheit

3.http://www.bpb.de/wissen/04458755399528056519452289227846,5,0,Staatssymbole.html/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun