Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Orang Utan Sumatra Menghuni Bonbin Basel, Swiss

13 Januari 2012   14:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:56 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebun binatang (bonbin) adalah sebuah tempat yang sering kami pilih untuk rekreasi bersama anak-anak. Maklum, selain tempat ini selalu memberikan halaman berhektar-hektar untuk ditapaki sekalian olah raga sehat, bonbin adalah tempat penangkaran hewan-hewan dengan beragam spesies dariberbagai negara. Pengetahuan tentang flora dan fauna kami juga bisa bertambah hingga meningkatkan rasa cinta alam anak.

Bonbin sepanjang tahun

Basel, sebuah kota di Swiss yang berjarak 165 km atau waktu tempuh 2 jam sekian detik mengendarai mobil dari rumah kami, melengkapi segitiga emas Jerman-Swiss-Austria yang mengelilingi daerah kami.

[caption id="attachment_163580" align="aligncenter" width="640" caption="Naik tram lebih mudah"][/caption]

Oi, karena kami berlima, terpilih tiket keluarga 36 CHF (red: mata uang Swiss, Franken dan koin Schiling), ini lebih murah dibanding membeli tiket orang dewasa @ 16 CHF ditambah anak usia 6-16 tahun dipatok 7 CHF. Sayang diskon dari kartu keluarga Badenwürttemberg tidak berlaku di Swiss. Hiks, larang tenan (red: mahal sekali). Dibandingkan tiket Bonbin Semarang yang hanya @ Rp 7.500, jauuuuhhhh …

Di kota ini, sebuah kebun binatang dibuka selama 365 hari dalam setahun. Whatttt setiap hari??? Mulai pagi pukul 08.00 pengunjung dipersilahkan untuk memasuki gerbang. Penutupan pintunya biasa dilakukan sekitar pukul 17.30-18-30.

Klub pecinta bonbin ini telah berdiri sejak tahun 1919, bayangkan tahun berapa kebun binatang ini berdiri dan tetap eksis? Pertama kali Basel zoo dibuka pada tanggal 3 Juli 1874! Sudah nenek-nenek buyut sekali yah? Two thumbs up! Perlu dicontoh rekor mencapai satu setengah abad-an ini.

Menengok ke tanah air, banyak bonbin kecil-kecilan tak bertahan lama, ada yang terbengkalai, hewan tak terawat, kotor, managemen sembarangan dan bahkan bisa jadi terancam bangkrut karna tak ada yang mengunjungi pada suatu hari nanti. Itulah daripada ke mal atau fantasia, mengajak keluarga ke kebun binatang memang sebaiknya lebih digembar-gemborkan.

Sarana lengkap

Selain kebersihan yang terlihat dari bonbin tua ini, fasilitas lain seperti restoran (kafetaria dan buffet), toilet, toko souvenir (buku, mainan, kartu pos dan lainnya) amat menjaga kenyamanan pengunjung.

Dari monkey house, the antelope house (jerapah dkk), children’s zoo (red: tempat anak-anak boleh mendekati hewan, mengelus dan memberi makan), vivarium (red: akuarium ikan) dan lain sebagainya, berhektar-hektar tanah digelar untuk para binatang.

[caption id="attachment_163584" align="aligncenter" width="467" caption="Mencari Nemo cs di Vivarium"]

1326465829881363875
1326465829881363875
[/caption]

Orang Utan penghuni sal kera are saved?

Monkey house – a visit to our relatives. Itulah promo dari Bonbin Basel ini pada pengunjung atas kawanan kera di rumah kera „Mengunjungi saudara dekat“. Eee … saudara yah? Di sal ini, terkenal dengan kelahiran bayi Gorila (Goma) yang pertama di bonbin Eropa atau kedua di bonbin dunia belahan manapun, yakni pada tahun 1959.

[caption id="attachment_163581" align="aligncenter" width="252" caption="Si Goma dari balik kaca tebal (aduh goyang)"]

1326465112945977555
1326465112945977555
[/caption]

Namun justru bukan itu yang mencuri perhatian saya, malahan salah satu kandang milik beberapa ekor Orang Utan Sumatra. Mereka adalah spesies kera yang memiliki DNA 96,4%, hampir mirip manusia? Mata tak henti-henti mencermati keterangan yang dipajang disana tentangnya. Ada rasa bangga dan lega didada.

[caption id="attachment_163582" align="aligncenter" width="429" caption="Orang Utan Sumatra (dok.Basel zoo)"]

1326465206306206099
1326465206306206099
[/caption]

Orang Utan dikatakan terdapat di pulau Kalimantan dan Sumatra. Sayang habitatnya terganggu. Kita lihat saja di Kalimantan yang banyak kebun kelapa sawitnya. Mungkin karena makhluk berambut coklat agak kemerahan dhiwut-dhiwut (red: panjang, tebal dan banyak) itu berpotensi merusak hasil tanaman dan dianggap mengganggu aktivitas perkebunan, memicu pembantaian dan perburuan liar yang dilakukan beberapa pihak. Padahal makhluk mamalia ini dilindungi UU koservasi alam dengan ancaman 5 tahun penjara atau 100 juta. Tapi karena Indonesia aturan dibuat pemerintah untuk dilanggar rakyatnya juga, mulus sudah pembabatan hutan dan ekosistemnya. Meskipun OU Kalimantan masih lumayan sekitar sekian puluh ribu tetapi jika terus menerus begini dan tak ada upaya dari pemerintah bersama rakyatnya untuk bahu membahu dalam melindungi OU, ya bablasssssss.

Pffff … syukurlah, komunitas OU dari Sumatra (Pongo Pygmaeus Abeli) yang tahun 2011 hanya dikabarkan sekitar 6000 an saja itu, di Basel, Swiss sengaja diangkat sebagai hewan yang ditangkarkan untuk dapat dikunjungi semua penduduk dunia. Melihat dari cara orang Eropa merawat hewan itu berperikemanusiaan sekali, saya trenyuh. Menggendong mereka layaknya bayi/anak sendiri, menyuapi dengan kasih, membersihkan badan disirami cinta oleh sang Pfleger/in (red: pawang). Wow, it is so fine (red: lihat saja gajah di Bonbin Semarang yang kakinya dirantai, monyet yang ditali dalam sirkus jalanan Ledek ketek “Sarimin Lunga Pasar” atau para anjing yang dicat kuku-kukunya oleh beberapa gelintir artis). Hiks.

[caption id="attachment_163583" align="aligncenter" width="252" caption="Feeding time show"]

13264653381381176602
13264653381381176602
[/caption]

Begitulah, jika di Indonesia OU sudah critically endangered, dibagian dunia lain, komunitasnya mungkin masih terselamatkan. Misalnya dari satu keluarga Orang Utan di Basel Zoo ini, akan lestari anak cucu cicitnya nanti … let’s see.

Yahhh … nasib Orang Utan yang hidup tidak dihutan tetapi di kaca tebal/jeruji besi ditambah beberapa orang yang berkepentingan di tanah air, hanya mencaci makluk ini. Oh … betapa kejamnya dunia.

Mari dukung perlindungan satwa yang terancam punah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun