Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kue Jerman: Rehrücken=Kue Punggung Kijang

16 Februari 2014   04:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:47 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13924727171753390206

Rehrücken. Reh (kijang) Rücken (punggung). Kue Jerman ini ternyata mudah pembuatannya dan lezat. Kebetulan bahan-bahannya selalu ada di gudang makanan kami atau disebut orang Jerman, Speisekammer.

[caption id="attachment_322808" align="aligncenter" width="637" caption="Kue punggung Ujang eh kijang ...."][/caption]

***

Hari kasih sayang yang kata orang disebut Valentine’s day sebenarnya tak teramat istimewa bagi saya. Tapi, pagi-pagi, saya sudah dikejutkan suami dengan kecupan hangat dan serangkai mawar oranye di tempat tidur. Ada semburat putih Edelweis di antaranya. Anak-anak iri. Belum selesai meluapkan kegembiraan bersama suami dan dua bidadari, telepon berbunyi.

Ohhh, tidak ... nomor Indonesia! Jangan-jangan ada yang meninggal. Dari bencana Kelud meletus? Kami takut mengangkat telepon. Akhirnya saya beranikan diri. Oalahhh ... ada kompasianer Edrida Pulungan di ujung sana. Ternyata nomor saya terpencet. Saya telpon balik karena tidak ada jawaban dari seberang sana. Akibatnya, kamipun ngobrol.

Perbincangan disudahi karena anak-anak harus sekolah. Setiba di rumah, sudah ada nasi goreng dan tempe goreng. Suami saya masak. Masakannya sederhana tapi langka di Jerman tak ada yang sedia, jadinya luar biasa! Lilin dengan tempat warna merah jambu di tengah-tengah. Kami romantisan sebentar, mumpung tiga anak sedang bubar. Tapi tak lama karena tumpukan pekerjaan kami sudah menunggu.

Selesai bersih-bersih dan masak, satu persatu anak-anak datang. Usai makan siang, kamipun membuat kue. Mbak Nowa minta Käsekuchen, Käse=keju dan Kuchen=kuweh. Tapi sebenarnya tidak terbuat dari keju melainkan Magerquark, seperti yoghurt putih dan terbuat dari bahan susu itu. Saya paling menikmati membuat kue dengan bahan yang ada di rumah (gudang makanan atau kulkas), malas belanja ekstra ... repot.

Akhirnya, kami sepakat membuat Rehrücken. Bahan-bahan dikumpulkan:

100 gram coklat (bitter) batangan

100 gram kacang mandel halus (jika suka, sayang anak-anak tidak begitu senang)

100 gram gula pasir (rasanya manda-manda, kalau mau lebih manis sekali silahkan ditambah sesuka hati)

100 gram butter

4 telur ukuran M

¼ sendok makan bubuk soda pengembang

50 gram tepung terigu

50 gram tepung Speisestärke (apa namanya di Indonesia, ya? Tepung penguat semacam kanji/jagung?)

1 sendok bubuk kakao

1 percik garam

Caranya:

1.Cuci tangan, panaskan oven, loyang cetakan panjang (bukan yang lingkaran) diolesi mentega.

2.Coklat diletakkan di sebuah mangkok dan masuk ke panci yang berisi air (dan dimasak)

3.Pisahkan telur warna putih dan kuning di dua tempat. Jangan sampai telur warna putih tercampur dengan kuning, karena akan mempengaruhi keempukan kue (seperti sponge).

4.Kocok telur warna putih hingga mengental seperti lem. Kalau tercampur, biasanya tidak terlalu lengket.

5.Campurkan butter, gula, lelehan coklat dan telur warna kuning di mangkuk lain. Mixer tetap berjalan. Tambahkan kocokan telur putih.

6.Masukkan tepung terigu dan tepung penguat.

7.Masukkan soda pengembang.

8.Masukkan bubuk kakao.

9.Percikkan garam.

10.Masukkan kacang mandel jika suka.

11.Adonan siap masuk oven di tengah-tengah, 160 derajat selamat 50 menit.

Sambil menunggu, bersih-bersih dapur. Anak-anak menggambar Anna und Elsa.

Hmmm ... Kami makan hangat-hangat punggung kijang ini. Rasanya hampir mirip kue pandan, hanya beda warna. Yang ini selain empuk, warnanya coklat dan panjang. Mengapa disebut punggung kijang? Kata orang Jerman karena warna yang secoklat kulit dan daging kijang dan keempukannya seperti memakan daging punggung kijang. Selamat mencoba. Selamat sore.(G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun