Putri Alexandria adalah putri tunggal kerajaan Galaxia. Dibesarkan dengan harta yang melimpah dan kasih sayang dari Baginda raja, permaisuri dan para dayang yang tak pernah ada habisnya, sungguh membuat sang putri bagai anak yang paling beruntung antero negeri.
[caption id="attachment_323971" align="aligncenter" width="436" caption="Putri Alexandria sekarang banyak temannya."][/caption]
Sayang sekali, putri memiliki perangai yang buruk. Selain suka merendahkan anak-anak seusianya, putri senang pamer harta ayahandanya. Itulah sebabnya, ia tak memiliki seorang temanpun.Apa yang selalu ia ceritakan kepada teman-temannya, dahulu?
“Istana ini milik ayahku.“ Putri Alexandria membusungkan dada. Iapun tak hanya menunjuk bangunan istana yang tampak menjulang berada di atas bukit. Sebentar kemudian, ia menunjuk sebuah kereta kencana yang diparkir di depan pintu gerbang. Rupanya kuda sedang memakan rumput dan meminum air dalam ember di sana. “Tak seorang anakpun di negeri ini yang pernah menaiki kereta berlapis emas ini, kecuali aku. Jangan pernah kalian bermimpi untuk menumpangnya. Memegangnya saja kalian tidak akan diijinkan.“
Tentu saja sifat dan perkataannya membuat kebanyakaan anak-anak seusianya, bosan dan menjauh dari sang putri. Anak-anak itu lebih menikmati bermain jauh-jauh dari lingkungan istana. Di alam bebas. Sedangkan si putri, selalu bermain di dalam istana saja.
Hingga suatu hari, si putri merasa kesepian. Ia bosan, tak ada teman sebaya bersamanya. Tak ada seorangpun yang mau bermain dengannya. Ruang bermain yang maha luas dan lengkap dengan segala mainan yang tak akan pernah dimiliki seorang anakpun di negeri itu, kosong melompong! Ya, hanya putri Alexandria seorang yang bermain di sana. Hanya ada seorang dayang yang menemani.
Iapun menangis tersedu-sedu dan mengadu kepada paduka raja, untuk mengharuskan setiap anak yang tinggal berdekatan dengan istana agar datang tiap sore dan bermain dengannya. Sebagai gantinya, orang tua yang mengirim anaknya ke istana itu mendapat sekeping emas.
Hingga suatu hari, salah satu anak yang dipaksa untuk menjadi teman putri raja, memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu kepada sang putri:
„Maaf puteri Alexandria, sepertinya, teman-teman tidak gembira berada di kamar ini. Mereka lebih menyenangi untuk bermain dengan pasir, lumpur, menaiki pohon, mengejar belalang dan permainan lain yang tak membutuhkan mainan selengkap dan semahal yang ada di sini.“
„Oh, ya? Aku tidak mau mau main di luar bersama kalian, kotor, jorok, berdebu ... di sini lebih nyaman. Semua serba ada. Kalau butuh sesuatu, tinggal panggil dayang. Mengapa kalian tak merasa bersyukur dan senang berada di sini? Bukankah orang tua kalian mendapat jatah emas dari ayahku? Itu bisa mencukupi kebutuhan hidup kalian yang kekurangan. Kurang apa lagi?“
„Ampun beribu ampun, Putri Alexandria.Kegembiraan kami tidak bisa ditukar dengan emas. Kami hanya butuh bermain di tempat yang kami suka. Menghirup udara bebas dan menyatu dengan alam. Tetapi, sejak kami dipaksa orang tua kami demi keinginan paduka putri ... semua berubah.“
Sang putri terdiam dan meninggalkan si anak tadi. Di antara hati yang kesal dan berkecamuk, diam-diam, putri raja merenungkan perkataan si anak tadi. Pandangan matanya menyapu ruang bermain yang dilapisi emas itu. Kilaunya memang luar biasa indah, tetapi ternyata ... wajah-wajah yang ada di sana. Oh ... tidak. Tidak demikian adanya. Semua tampak bermuram durja. Putri Alexandria tersadar, setiap hari, rupanya hanya suaranya saja yang meramaikan ruangan. Sedangkan lainnya hanya bermain dalam kebisuan. Dalam tekanan.
Putri Alexandriapun tertunduk. Ia mencoba mencerna kembali perkataan si anak tadi bahwa kegembiraan mereka tak bisa ditukar dengan uang. Teman tidak bisa dibeli dengan kepingan emas istana. Sebentar kemudian, ia membuka jendela kamar dan mengangguk. Ia memanggil semua teman-teman untuk keluar bersamanya. Bermain di alam bebas. Mulai dari kebun istana, sampai alun-alun kerajaan. Meski dayang-dayang dan para pengawal ada di mana-mana, putri Alexandria akhirnya memahami kalimat yang baru saja didengarnya tadi di ruang mainan. Bermain di luar ternyata lebih menyenangkan!
Sejak itulah, putri Alexandria selalu bermain dengan teman-teman sebaya di alam bebas dan tak lagi memamerkan harta kekayaan ayahandanya. Apalah arti harta di dunia? Karena kekayaan yang sesungguhnya adalah teman-teman yang baik dan setia, yang tidak terlalu memikirkan harta benda.(G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H