Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Rucola Coltivata

27 Februari 2014   04:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:25 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393425719353574620

[caption id="attachment_324903" align="aligncenter" width="521" caption="Banyaklah makan sayur agar tak jadi rucola ..."][/caption]

Sebuah keluarga petani tinggal di sebuah bukit yang indah nan subur. Kegiatan sehari-hari mereka hanyalah bercocok tanam. Usai bekerja seharian, biasanya bapak dan ibu petani akan mengajak kelima anaknya menikmati makan malam bersama-sama. Bu Tani memasak hasil tanaman untuk dijual dan sebagian lagi untuk dikonsumsi sendiri.

Sayangnya, anak-anak petani itu tak begitu menyukai sayur! Sampai suatu hari, salah satu anak perempuannya merajuk. Alasannya, ia tak mau memakan sayuran yang tersaji di atas meja.

Bu Tani membujuk anaknya untuk memakan sayuran, tetap saja tidak mau. Malah tangisnya kian memilukan.

Pak Tani pun gundah gulana. Ceramahnya tentang seribu satu manfaat memakan sayuran dalam kehidupan sepertinya bak menegakkan benang basah saja.

Pak Tani dan Bu Tani tak patah arang, mereka mendatangi tabib setempat. Memohon ramuan, supaya anaknya mau memakan sayuran. Tabib menolak dan hanya menyarankan ide agar si ibu petani memasaknya dan menghiasi piring dengan makanan yang dihias lebih menarik dan cantik. Argh. Tetap saja tak berguna. Gagasan ini sia-sia. Anak-anak tetap tak mau mengunyah sayuran.

Karena kehabisan akal, pak Tani pergi ke sebuah gua yang gelap gulita. Di sana ia bertemu dengan si tukang sihir jahat, sang penghuni gua. Usai bercakap-cakap soal masalah yang dihadapi, si tukang sihir berambut putih itu memberikan sekantong serbuk ajaib „janganmenyebutrucola“. Entah apa khasiatnya, pak Tani tak banyak bertanya. Tukang sihir juga sengaja tidak menceritakannya. Setiba di rumah, pak Tani menakut-nakuti anak perempuannya itu. “Jika tak mau makan sayur, akan datang tukang sihir dan menyihirmu jadi rucola.“

Rucola adalah sayuran yang amat tumbuh subur dan terkenal di kawasan itu. Panjangnya sekitar 10-15 cm, daunnya lezat dan warnanya hijau.

Si anak bukannya takut malah menangis tak reda-reda. Geregetan, serbuk ajaib dari tukang sihir dilempar pak tani dan jatuh di depan kaki si anak perempuan. Tak dinyana, sesuatu telah terjadi. Lambat laun, tebaran serbuk itu bergerak merayapi tubuh si anak. Tubuh si gadis kecil berubah warna menjadi hijau, mengecil dan mengecil. Oh, ia berubah menjadi sayuran! Mirip rumput hijau. Ah, rupanya itu rucola!

Pak Tani tersadar akan nama serbuk ajaib yang diterima dari penyihir jahat, „janganmenyebutrucola“ yang ternyata ini adalah sebuah mantra sihir untuk mengubah anak menjadi rucola.

Galau hati pasangan petani bahwa anaknya telah berubah menjadi rucola. Pak Tani menyesali perbuatannya. Bu Tani sedih sekali dan merayu pak Tani mencari serbuk serum dari tukang sihir tadi. Untung tak dapat diraih, si penemu serbuk ajaib di gua gelap tidak memiliki ramuan pengembali si anak perempuan untuk menjadi manusia seperti semula. Pak Tani dan bu Tani menangis tersedu-sedu, kehilangan anak perempuan yang sebenarnya amat disayang, meski sering memusingkan lantaran tak mau makan sayur.

Sejak itulah, orang menyebarkan kisah ini dari mulut ke mulut. Cerita tentangnya pun, tersebar ke seluruh pelosok negeri. Kisah ini semakin memotivasi anak-anak di negeri itu untuk menyukai sayur ... karena takut berubah menjadi sayuran pula! Rucola!(G76)

PS: Terinspirasi melihat satu sachet bibit salat Rucola Coltivata yang siap ditanam pada musim semi yang segera tiba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun