Masih dalam suasana Kartini. Saya paling ingat kalau hari itu selalu dijariki, dibalut kain batik dan memakai kebaya. Pakai sepatu jinjit, hak tinggi, dirias dan digelung. Suasananya begitu terasa.
Jarik, batik. Ternyata ada yang jatuh cinta setengah mati sama benda warisan budaya bangsa Indonesia. Setelah mengunjungi tiga gedung milik Rudolf G Smend ini, saya jadi merasa kalah sama orang Jerman. Orang asing yang begitu mencintai sesuatu dari tanah kelahiran saya. Ahhh, saya harus ikut melestarikan warisan leluhur.
[caption id="attachment_332781" align="aligncenter" width="333" caption="Rudolf G Smend, orang Jerman yang cinta batik"]
***
Köln, Cologne. Kota besar Jerman yang tua dan cantik ini tak hanya mengingatkan siapa teman lama kami yang tinggal di sana, Thom. Tetapi juga sebuah galeri berbau Indonesia (kalau saya dan Thom lebih suka menyebutnya museum). Nama kerennya, Galeri Smend.
Untuk keliling kota ini, kami naik Rikscha, seperti janji Thom pada kami. Pengalaman yang tak terlupakan. Tertawa sepanjang perjalanan saat teman kami ini menggenjot kendaraan tiga roda berbensin roti, sampai bannya mbledhos. Dorrrr! Ha ha ha ... Kami (saya dan dua gadis kecil) kaget kemudian ngakak. Kalau biasanya di Semarang, tukang becaknya orang Indonesia dan genjot di belakang, Thom orang Jerman, menarik pedal becak Vietnam ini dari depan. Yaaaa ... kuat banget. Tadi sudah makan roti, keju dan salamiiiii. Danke, Thom.
[caption id="attachment_332782" align="aligncenter" width="320" caption="Naik becak Vietnam, Rikscha"]
[caption id="attachment_332783" align="aligncenter" width="640" caption="Ruang tamu galeri Smend"]
[caption id="attachment_332784" align="aligncenter" width="320" caption="Buku-buku yang ditulis Pak Smend"]
Salah satu tempat wisata yang ditunjukkan adalah Galeri Smend yang ada di Mainzer Straße 31. Woooow. Senang, bangga campur ... malu.
Pak Smend sudah menyambut kami. Seorang tamu, yang rupanya dari Indonesia, Semarang pula (dunia kecil) sudah ada di sana. Kami memotong pembicaraan mereka. Ya, sudah, digabung saja pemanduan soal batik. Di ruang tamu ini, di belakang sofa, tumpukan buku yang rupanya tulisan beliau mengajak tangan ingin membuka dan membacanya. Berbahasa Jerman. Semua tentang batik dan Indonesia! Walahhh ... saya pernah menulis buku tapi yang benar-benar isinya tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia, beluuuuuum. Harus membuat! Vielen Dank, Herr Smend!
Langkah kami pun mengikuti pak Smend keliling ruangan. Kami ditunjukkan bahan kain dan pewarna, benang dan sebagainya. Dinding-dinding dipasangi beragam kain dari Indonesia mulai songket sampai batik.
Kami keluar dari tempat itu, menuju sebuah gedung di sebelah kanan kami. Galeri! Tempat pak Smend memasang beragam batik. Ruangan yang lengang ini kadang dijadikan tempat pesta untuk ultah atau sejenisnya oleh keluarga Smend, karena di luar masih dingin.