Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hujan Es Batu

12 Juni 2014   22:29 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:01 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_342111" align="aligncenter" width="640" caption="Akibat hujan es batu, rumput, bunga dan pohon jadi rusak."][/caption]

Hujan yang satu ini, sering ditakuti kebanyakan orang di Jerman (termasuk saya). Hagel alias hujan es batu seukuran kricak sampai sebola tenis. Yang ukurannya lebih kecil, macam serpihan disebut Gruppel.

Jadi tak heran, kemarin, Rabu 11 Juni 2014, ketika baru sejam duduk mengamati anak-anak bermain air dan pasir di Troase Freibad, Trossingen ... Orang-orang sudah mulai berkemas-kemas. Panik. Rush. Oh, mereka meninggalkan pemandian air dingin ini dalam tempo sesingkat-singkatnya. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 17.00 dan tempat itu baru ditutup pukul 19.30. Tanya kenapa?

Saya pandang langit. Walaaah gelap abu-abu serem, seperti mau runtuh. Kota ini memang pernah mengalami bencana Hagel hingga merusakkan banyak mobil dan rumah. Dan hari itu sudah diramalkan kemarin oleh peramal dari badan meteorologi dan geofisika lewat radio, bahwa akan terjadi Gewitter dengan disertai Hagel di beberapa daerah, harap berhati-hati.

Anak-anak diajak pulang tidak mau. Saya sudah kemasi barang-barang. OK, toleransi 30 menit. Meski hati saya tidak nyaman memandang langit yang tampak tak ramah. Duh ... cepet ya, Ndhuk mainnya.

Sampai di tempat parkir, saya telepon suami bahwa kami akan pulang. Kami berencana bakar-bakar, jadi bisa bikin api duluan. Apa kata suami?" Jangan pulang, ada Hagel!" Hedehhhh, harus ke mana dong? Tempat parkir di sekitar perjalanan tidak ada yang beratap. Mana bisa berlindung. Kalau tanpa mobil bisalah berteduh di bawah pohon rindang. Lha, saya trauma. Tahun 2009, Hagel menghancurkan atap rumah kami. Harus direparasi bersama teman-teman selama 5 hari. Panaaaas sekali di atas genting dari bahan kertas aspal itu ... untung pihak asuransi mau ganti 5000€. Lumayan untuk membeli bahan dan peralatan memperbaikinya seperti baru.

Ah, ingat pesan suami saya. Waduhhh tak boleh pulang, ya? Saya putar otak dan memandang langit. Kelihatannya ada beberapa daerah yang langitnya cerah tidak gelap, sebagai tanda turun hujan lebat karena tidak bisa ditembus pandang bahkan Hagel. Saya setir menuju daerah yang aman.... Tidak hujan tak pula Hagel. Eeee... Memasuki area berikutnya, hujan deraaaas. Jatuhannya besar-besar. Saya sudah ngeri membayangkan mobil akan bentol-bentol bukan dari gigitan nyamuk. Kentengnya mahal. Meski kalau ada asuransi bisa diganti, sih, tapi tetap saja resah. Kebanyakan orang yang tidak sedia payung sebelum hujan akhirnya membiarkan mobilnya jerawatan sampai hari ini.

Begitu sampai di rumah, garasi sengaja sudah dibuka suami terlebih dahulu. Welcoming, biar cepetan masuk kandang mobilnya. Keburu hujan dan Hagel. Legaaaa ... Home sweet home. Kami pun makan, sudah lapar. Suami masak Geschnezeltes (irisan ayam dengan bumbu bawang bombay dan saus ram), tidak jadi barbecue karena ... hujjjjan.

Bersih-bersih kelar, setrika selesai. Piknik sudah, makan kelar. Kami pun santai. Eeeee... tak berapa lama, ada bunyi klothak-klothak! “Hagggeeeellll!“ Teriak suami saya. Hujan es batu sebesar kerikil itu memenuhi bumi di sekitar kami. Rumput panjang yang berdiri tegak akhirnya pasrah, lunglai dijatuhi es. Wahhh alhamdulillah sudah sampai rumah ya sedari tadi. Terhindar dari bahaya serangan hujan es batu.

Memang tadi waktu di mobil, saya periksa di jalan, suhu luar menunjukkan angka 18 derajat, suhu air mencapai 21 derajat celcius. Saya pikir aman, tidak ada hujan es batu ternyataaa ... Menurut pengamatan mata awam saya, biasanya kalau hawa dingin dan panas beradu, turunlah bencana ini. Mrongkol es nya. Misalnya suhu luar 10 derajat, panas matahari menyengat dan turunlah hujan es batu.

So, hati-hati ya, kalau menemui cuaca yang berpotensi mendatangkan Hagel? Tetangga saya Opa Rheinhardt saja bathuke nonong, mrempul dari hantaman hujan es baru sebesar bola tenis waktu mencoba menyelamatkan kuda-kudanya dari lapangan menuju kandang di seberang. Kasihan.

Atau membayangkan kecelakaan fatal lain yang bisa jadi disebabkan karena hujan es batu ini. Ngeri. Kompasianer suka minum pakai es batu? Kalau hujan es batu,  pasti tidak suka. Salam sehat dan bahagia. Selamat siang.(G76).

Ps: Hagel atau hujan es batu ini sebuah phenomena biasa di Jerman. Di Indonesia barangkali sebuah hil yang mustahal, tapi dalam sebuah wall seorang teman, sempat diposting kejadian alam ini di Semarang beberapa waktu yang lalu. Hati-hati dan pantau terus info cuaca. Jika sedang tidak perlu, sebaiknya memang tidak bepergian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun