Ghana, sebuah negeri di Afrika itu menjadi lawan kuat Jerman dalam World Cup, 2-2 pada Sabtu, 21 Juni 2014! Dari melihat public stinking di Stuttgart (bukan public viewing karena ruangan penuh asap), saya yakin sekali, orang-orang Afrika itu terdidik dan terbiasa untuk kerja keras dalam mendapatkan sesuatu. Orang malas, biasanya, tidak akan dapat apa-apa kecuali penyesalan diri.
Nah, tak salah jika salah satu raja Ghana dari Hoehoe, memilih bermukim di Jerman karena beliau sadar, there is no free lunch.
Lihat saja pengalamannya yang segudang; sebagai penyanyi, petinju amatir kelas terbang, bekerja sebagai montir di bengkel miliknya sendiri dan... memerintah kerajaan lewat internet, telepon dan fax dari Jerman. Ini adalah bukti nyatanya. Membaca berita di TV, informasi di berbagai media massa tentangnya, membuat saya mengangguk lagi bahwa apa yang raja itu lakukan, inspiratif. Pemimpin yang patut dicontoh. Kerja, kerja, kerja ... bukan no action talk only, NATO.
***
Raja dari Ghana (dok.www.bansah.de)
Sehari sebelum pertandingan timnas Jerman dengan Ghana, sebuah TV Jerman meliput raja Chepas Bansah dari Hoe-hoe, Ghana. Kehidupan raja itu seperti halnya orang Jerman kebanyakan. Hanya saja, memang ia memiliki ruangan singgasana yang dimiripkan dengan bentuk aslinya di Ghana. Pintunya diukir dengan gambaran kerajaan Hoehoe. Dalam rangka piala dunia, depan rumahnya dipasang banyak bendera Ghana ukuran biasa dan satu bendera Jerman ukuran XXXXXL. Baju adat dan perhiasan emas yang menghiasi tubuhnya, adalah beberapa ciri khas seorang raja Hoehoe yang diperlihatkannya. Cincin emas sebesar gaban, bermotif kura-kura, bebek, burung, babi dan kaki seribu. Itu melambangkan atmosfir cara kepemimpinannya sebagai raja dari 206.000 orang.
Memang awalnya, orang mengolok-olok dia seorang 'raja.' Di Jerman, ada pepatah "Bei uns Kunde ist der König." Yang artinya, pembeli adalah raja. Ujarnya, "Ich bin der König." Dia meyakinkan orang-orang bahwa benar dia ini seorang raja dari negara Ghana wilayah utara, ketika bercakap-cakap dengan pelanggan. Dan betul, Bansah memang seorang raja yang dijunjung rakyatnya. Nah, mau mobil Kompasianer direparasi seorang raja? Datanglah ke Ludwigshafen, negara bagian Rheinland-Pfalz, Jerman. Tak ada duanya. Bengkel modern si raja, siap menerima pelayanan, dengan bonus foto bersama si raja dan autogram yang bisa diambil saat mobil sudah selesai.
Mengapa si raja masih buka bengkel? Awalnya, Bansah muda dikirim sang ayah untuk belajar magang tentang mesin di Ludwigshafen lewat program pertukaran pelajar. Sebelumnya memang ia bekerja di bengkel di Accra. Pengetahuan dan pengalamannya bertambah, bahkan ia meraih gelar ahli mesin dengan predikat sangat memuaskan di Jerman. Lalu mendirikan bengkel sederhana hingga menjadi modern. Jadi ingat Rheina anak si tukang becak Semarang. Perjuangan keras seseorang itu pasti membawa hasil gemilang. Pasti-pasti!
Sejak tahun 1970 itulah, Chepas Bansah menikmati kehidupan modern yang tentu sangat bertolak belakang dengan negara asalnya. Saat moyangnya, raja Hoehoe mangkat dan mencari pengganti, fax dari negerinya, menggugah hati untuk meneruskan tahta. Sebuah acara ritual yang menyakitkan, berdarah-darah sempat dijalaninya di Afrika. Dada, lutut dan pergelangan tangannya harus disayat dengan pisau hingga darah bercecer. Ia harus berjalan ke sana-ke mari di antara hamparan darah domba di lantai. Rasa sakit yang hebat ia tahan, hingga mahkota bertengger di kepalanya. Ini masalah adat dan pasal kehormatan. Konsekuensi keras untuk menjadi seorang pemimpin.
Setelah dikukuhkan menjadi raja, Bansah masih tinggal di Jerman. Ia memerintah kerajaan dari Jerman dengan komunikasi jarak jauh seperti email, telepon, fax dan berkunjung ke negaranya untuk turun ke lapangan, sebanyak 8 kali dalam setahun. Wow, tak ada yang tak mungkin di dunia ini.
Bahkan ada keuntungan ketika memerintah negerinya dari negera orang lain. Ia bisa mendirikan organisasi proyek bantuan untuk kemakmuran rakyat Ghana yang masih kekurangan. Dari jerih payahnya bekerja dan bersosialisasi di Jerman, ia bisa membantu rakyatnya membangun sekolah, jembatan dan sumber air bersih. Masih banyak proyek selanjutnya yang akan ia buat.
Dan dalam beragam acara perayaan Jerman di mana ia diundang, banyak kesempatannya untuk mempromosikan proyek untuk Ghana, selain mengenalkan adat dan budaya nenek moyangnya. Apalagi orang Jerman haus akan kegiatan sosial.