Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Panen Apel Lebih Cepat

26 September 2014   02:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:30 2416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

An apple a day keeps the doctor away. Makan sebutir apel setiap hari agar tetap sehat. Itu salah satu peribahasa yang saya ingat-ingat sekali. Satu, karena waktu di tanah air, apel banyak saya temui kalau ada orang sakit, dibawakan bingkisan buah yang kebanyakan kalau tidak apel, ya jeruk atau blek roti. Haha. Dua, apel adalah buah yang sangat mudah dan murah didapatkan di Jerman. Banyak pohon apel yang ditanam baik di daerah perkebunan, juga perkampungan alias pribadi.Di daerah Schwarzwald alias Blackforest, ada daerah penghasil apel terkenal, Bodensee atau Konstanz Lake namanya. Wilayah yang kondang dengan danau dan perkebunan buah (apel, anggur, bunga dan sebagainya itu) juga terkenal dengan produksi Wein, minuman anggur berkualitas dan enak,katanya. Saya belum pernah mencoba sekalipun, kecuali buah anggur yang masih segar dari petik.

Apel oh apel. Di taman kanak-kanak, anak-anak sering dibagi biji apel. Kata gurunya, disuruh tanam di rumah. Saya pandangi biji yang ditempel dengan selotip pada kertas hijau berbentuk apel itu. Welehhh ... Menanam apel dari biji, lama lah yaaa, panennya. Menunggu 5-10 tahun? Ogahhhh ... kelamaan. Ow. Saya putar otak. Ada cara lain yang bisa ditempuh deh. Potong kompas lah. Membeli bibit pohon jenis kerdil, Zwerg. Pohonnya kami beli di sebuah Garten center di kota sebelah dengan harga 20€ (Rp 250.000?). Tingginya sudahmencapai 80 cm dengan pot plastik. Tertulis dalam etiket bahwa tingginya nanti bisa mencapai 2 – 2,5 meter saja. Tidak bisa lebih. Horee ... Aman juga untuk kenyamanan mata tetangga agar tetap bisa memandang luasnya pegunungan di sekitar kampung kami. Jaga perasaan. Masih ingat cerita saya soal pohon yang tidak sopan dan pohon yang merusak pemandangan?

Musim semi (Maret-Mei), kami sudah menanam 5 buah pohon; apel, chery dan persik). Selain apel Cox orange yang jangankan berbuah, berbunga saja belum, ada satu yang membuat hati gembira. Apel Red Spur! Ya. Bibit apel jenis Malus Red Spur ditemukan oleh Sali pada tanggal 29 Mei tahun 1990 itu harus banyak sinar matahari dan rajin disiram air. Masih ingat sekali waktu saya menanam dibantu suami yang gali lobang dalam dan panjang, bersama tetangga (Pak Rheinhart). Tiga bulan pertama, saya dipantau tetangga itu. Riwa-riwi dia, sembari jalan-jalan dengan anjingnya yang segedhe gaban. Kalau lupa siram, dia ngebel rumah. “Gana, sudah disiram belum, mahal nanti mati lho!“ Kalau sudah kelupaan, saya pun buru-buru menuju tiga drum tandon air hujan di pojok kebun depan. Menyiraminya setiap pagi, meski dingin menyapa. “Airnya harus banyak, seember besar dan penuh, ya“, begitu petuah tetangga yang cowboy itu. Saya mengangguk dan mengisi jerigen siram atau Gießkanne 6 literan berwarna hijau itu. Biar cepat, tangan kiri dan kanan memegang satu jerigen. Begitulah, pohon apel ini kalau ditanam pertama kali, harus diperlakukan seperti bayi. Disusui, sebelum akarnya benar kuat menyerap sendiri. Srrrrrtttt.

Apel jenis turunan red delicious ini bisa dipanen Oktober-November. Eee ... belum Oktober sudah panen. Maniiiis sekali dan besaaaar penampakannya. Jadi ingat apel Washington di Semarang yang merah lekker itu. Wong memang paten Amerika, kan ini turunan Red delicious. Luarnya merah, dalamnya putih. Dagingnya tebal menggemaskan.

Ranting dianjurkan dipotong kalau musim gugur, di mana dedaunan rontok setelah berubah warna dari hijau ke kuning. Tahu sendiri kalau negeri punya empat musim, kondisi tanaman atau pohon bisa berubah-ubah seperti bunglon. Bisa hijau, bisa coklat, bisa merah, bisa kuning ... ya daunnya ya batangnya. Tapi bukan berarti pohon mati karena winterhart alias tahan musim winter yang dingin dan kadang bersalju.

Oh, ya. Disarankan dipupuk 100 mg/m persegi sih, tapi saya beri pupuk kandang kuda saja. Wow, ada keajaiban di sana. Subur. Bayangkan, saya angkut kotoran kuda dengan gerobak aluminium berkaki tiga yang di Jerman disebut Schubkarre. Waktu di tanah air mah, amit-amiiiit kali ya .... Begitu di Jerman, sudah biasa. Hahaha ... bermanfaat sih.

[caption id="attachment_361694" align="aligncenter" width="512" caption="Apel jenis Red Spur"][/caption]

[caption id="attachment_361696" align="aligncenter" width="512" caption="Petunjuk penanaman dan perawatan pohon"]

14116496551133780502
14116496551133780502
[/caption]

[caption id="attachment_361697" align="aligncenter" width="320" caption="Apelnya cantikkkk, manis dan besar"]

14116497861590059241
14116497861590059241
[/caption]

[caption id="attachment_361698" align="aligncenter" width="320" caption="Satu pohon apel kerdil, buahnya empat"]

14116498806733337
14116498806733337
[/caption]

Dan siapa menanam akan menuai. Senang sekali waktu kemarin, saya ijinkan anak-anak untuk memetik semuanya. Ada empat butir yang jadi. Sedangkan beberapa yang lain sudah gugur duluan ketika masih sepentil, sebesar telur puyuh bulan Juli-Agustus lalu. Itu akibat angin di Jerman pas musim panas yang salah musim. Musim panas kok dingin dan berangin hebat seperti musim gugur. It was not a joke, betulan. Ada apa dengan bumi? Marahkah?

Hoppala. Dari kemarin dipetik sampai hari ini, sudah dimakan anak-anak. Mereka memang penggemar apel, pisang dan anggur. Sekarang, tinggal satu butir saja. Ada yang mau mencicipi? Silakan mencoba menanam apel jenis kerdil ini, jika ingin panen lebih cepat seperti kami. Pohon apa lagi yang akan kami tanam tahun depan? Tunggu, ya. Salam penghijauan. (G76)

Sumber: Apel Red delicious

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun