Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kehr-Woche; Manager pun Harus Tetap Piket Bersih-bersih

26 November 2014   04:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:50 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14169270071477550214

Kehr-Woche atau Piket mingguan. Tradisi yang sudah muncul sejak tahun 1500 an di area Württemberg ini memang baru saya kenal setelah tinggal di Jerman (Baden-Württemberg) karena melihat kenyataannya sendiri.

Wohnungen atau rumah apartemen yang dihuni banyak orang, biasanya akan memiliki aturan piket ini. Semua orang kena, mau kaya, mau miskin. Mau ganteng/cantik mau jelek. Mau tua mau muda. Mau malas atau rajin. Harus mengerjakannya. Awas!

Tugas-tugas KW ini antara lain, membersihkan gang-gang di apartemen, anak tangga, kebun dan jalan menuju apartemen (apalagi kalau musim salju, waduh banyak kerjaan dan bahaya kalau tidak dijalankan, licin!).

[caption id="attachment_378252" align="aligncenter" width="478" caption="Membersihkan anak tangga, salah satu tugas KW"][/caption]

Nah. Gambaran Kehr-Woche ini kalau lantainya ada lima, berarti ada lima keluarga di semua lantai. Setiap keluarga mendapat jatah piket yang sudah tertulis. Minggu ini keluarga dari lantai 1, minggu kedua dari keluarga lantai kedua dan seterusnya. Biasanya tandanya berupa sebuah papan atau tulisan kertas yang bisa digantung: KEHR-WOCHE. Jika ini digantung di depan pintu kita atau di sebelahnya, berarti yang menempati lantai itu yang dapat kerja. Setelah selesai melaksanakan kewajiban, papan peringatan ini akan diletakkan di pintu rumah yang lain di lantai lain, sesuai jadwal. Biasanya jadwal akan dipasang di depan pintu paling bawah, tempat di mana semua orang lewat biar tahu. Atau memang sudah tertulis di dalam kontrak.

Banyak cerita menarik soal Kehr-Woche yang saya dengar dari teman-teman yang bertempat tinggal di apartemen atau Wohnungen ini:

1.Seorang priayang tinggal sendirian mengamuk kepada teman saya yang orang Turki. Ia menuduh teman saya dan keluarganya tidak menjalankan tugas piket dengan semestinya karena anak tangga masih kotor, kurang bersih lah. Padahal teman saya sudah yakin membersihkannya. Ah, barangkali standar kebersihan seseorang itu berbeda, ya? Si bapak paling perfeksionis? Atau teman saya itu kurang rajin? Entahlah. Karena sering diteror dengan tugas piket yang sudah dijalankan tapi tetap ada yang mengeluh, teman saya itu putus asa dan mencari Wohnhaus saja, kecil tapi murah meski agak jauhan. Harganya hampir sama kalau menyewa apartemen itu. Ya, sudah. Beruntung sekali, mereka mendapatkannya. Senang, hidup mereka bahagia tanpa Kehr-Woche ini karena mau tidak mau, sempat tidak sempat, ya harus dibersihkan wong tinggal sendiri tanpa tetangga seatap, kok. Sopo maneh?

2.Lain lagi dengan seorang manager yang masih single. Ia ini memang masih muda dan baru saja pindah di kota tempat ia menyewa salah satu lantai apartemen. Karena tidak terbiasa bersih-bersih sendiri alias lama tinggal di Hotel Mama, ia kaget dengan ketatnya aturan Kehr-Woche d kontrakan.Merasa masih muda dan wangi serta memiliki jabatan yang bukan rendahan, ia ngotot tidak mau mengikuti aturan. Hasilnya, ia diprotes tetangga seatap dan dilaporkan kepada pemilik rumah. Buntutnya, kalau tidak mau mengikuti aturan tertulis yang disepakati semua penyewa tapi tidak olehnya, mangga ... silakan pindah. Lantaran bingung, si manager akhirnya mau juga. So, siapa bilang manager bisa menghindar dari aturan piket ini? Manager ya di kantor, kalau di apartemen ya rakyat biasa. Akhir-akhir ini sang manager sibuknya bukan main dan takut dicaci-maki tetangga. Ia pun pasang iklan; mencari Putz Hilfe, tukang bersih-bersih untuk rumahnya.Yah, gak papa deh bayar yang penting hidup bersih dan nyaman bertetangga. Apalagi bingung mau cari kontrakan di mana lagi dalam waktu dekat? Datanglah banyak pelamar yang kebanyakan adalah orang Turki yang bertempat tinggal juga di sekitar apartemen. Wow. Bangsa ini memang terkenal pandai membersihkan rumah dan cling hasilnya. Tarifnya biasanya 10€/jam. Tak percaya? Silakan berkunjung ke rumah tetangga saya yang Turki; bersih, rapi, cling! Digosok setiap hari kali ya?

3.Sepasang suami-istri yang memiliki home office, usaha sendiri, juga tinggal di sebuah apartemen. Mereka ini dikucilkan para penyewa lainnya. Selain tak pernah menjalankan tugas piket mingguan, ia tidak ramah pada penyewa lain, bahkan kepada para tamu dari tetangga seatap. Atas keluhan para penyewa, pemilik apartemen mendesak pasangan ini agar mau membersihkan atau menjalani piket dengan mendatangkan ahli bersih-bersih dari luar negeri (Afrika, Bangladesh, Srilangka ...) yang tinggal tak jauh dari apartemen biar tidak berat di ongkos transport. KW beres.

4.Ada sebuah Ferienwohnungen (rumah peristirahatan) yang dimiliki beberapa orang yang tinggal di luar kota atau bahkan luar negeri. Rumah ini pasti hanya ditempati kalau musim panas saja atau kalau mau berlibur saja bukan. Siapa yang memiliki Kehr-Woche? Akhirnya para pemilik janjian dan bertemu, mengadakan rapat. Mereka ini akan membayar seorang Hausmeister, seperti juru kunci untuk merawat lingkungan apartemen. Habis perkara. Kan ada duit banyak bisa bayar saja. Bea dibagi bersama. Haha.Habis perkara. UUD.

5. Seorang paman, garis dari keluarga suami sayamengaku juga tetap menjalankan KW ini meski usianya sudah 85 tahun. Saya heran. Bagaimana caranya, ya? Iyalah, bagaimana mungkin kakek-kakek yang berjalan saja susah lalu menjalankan tugas-tugas piket yang lumayan berat tapi tetap harus dilaksanakan itu? “Oooo ... Gampang,“ Katanya. Kan punya anak? Anaknya yang belum menikah itu yang disuruh untuk melaksanakannya, disela-sela pekerjaan sehari-hari sebagai supir jasa pos swasta. Ah, begitu, Om.Saya kira ada pengecualian. Ternyata tidak!

6.Seorang perempuan pemilik Wohnungen yang juga tinggal di apartemen dengan para penyewanya marah-marah (ada pemilik yang tidak tinggal seatap dengan para penyewanya alias di rumah lain). Mengapa nyap-nyap? Itu lho, salah satu penyewa yang mendapat tugas KW minggu itu ngeles. Padahal jalanan dipenuhi salju. Di Jerman kalau ada kecelakaan karena jalanan di depan rumah atau di Pedestrian dekat rumah karena tidak bersih, bisa didenda. Cari masalah kann? Segera si ibu mengambil sekop penyerok salju dari gudang dan membawa serta memberikannya kepada keluarga yang sedang kena jatah. Butuh adu mulut yang luama untuk membuat mereka mengerjakannya. Repot juga ya? Dingin lagi!

***

Itulah tadi sekilas cerita soal piketnya warga Jerman. Lain dengan kerja bakti jaman saya masih kecil di tanah air sih. Tapi prinsipnya sama, kebersihan, kebersamaan dan tanggung jawab.

Ealahhh ... Masalahnya, karena kami tidak tinggal di apartemen alias Wohnhaus, semua dipek dhewe, dikerjakan sendiri. Bukan Gana kalau tidak punya akal. Setiap anak kami mendapat pula Kehr-Woche ini. Diajari gawe biar tangannya tidak kiting. Mengingat ada tiga lantai dengan dua anak tangga, setiap anak mendapat jatah piket bersih-bersih setiap minggu. Minggu ini anak pertama, minggu kedua anak kedua, minggu ketiga anak ketiga dan muter lagi. Memang tidak akan berjalan dengan tertib, namanya juga anak-anak. Wong orang dewasa saja masih iri-irian apalagi anak kecil? Ya, sudah, biar belajar. Dan mereka menyukainya meski pakai pasang muka mas koki. Seru, kok! Belajar tanggung jawab ya, Nak, tak hanya makan tidur seperti di hotel tak bayar. Haha.

Untuk tugas Haushalt seperti menyapu, mengepel dan mengelap kaca adalah pekerjaan yang justru tanpa disuruh jadi rebutan anak-anak perempuan kami. Ahhh ... itu gunanya anak perempuan rupanya. Lanjutkan!

***

OK. Apakah Kehr-Woche ini ada di Indonesia yang sudah terbiasa memiliki pembantu atau tukang yang melaksanakan tugas-tugas seperti itu? Saya tidak tahu. Belum ngintip. Bagaimana di tempat Kompasianer?

Semoga setidaknya, artikel ini mampu memberi gambaran bahwa masyarakat semodern dan semaju Jerman khususnya di daerah tempat saya tinggal, masih memegang tradisi yang ratusan tahun lamanya secara turun temurun dihidupkan rakyatnya, sehingga tetap bisa gotong royong meski dengan model aturan yang memaksa dan jarang ketemu satu dengan yang lain. Harus mau KW kalau tidak ... tinggal saja di hutan. Emang enaaaak. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun