Kompasianer masih merasa bahwa kompasiana itu seperti candu? Kehabisan ide menulis? Tidak semangat lagi untuk menulis karena suatu hal? Ingin membukukan artikel di Kompasiana? Mau ketemu jawabannya? Silakan membaca buku milik Kompasianer Suka Ngeblog alias Fary SJ Oroh berjudul 66 Jurus Mabuk Buat Ngeblog. Bagi yang sudah membaca pasti tahu isinya, yang belum? Saya mau bagi resensinya ....
Judul Buku : 66 Jurus Mabuk Buat Ngeblog
Penulis : Fary SJ Oroh
Penerbit : Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia - Jakarta
Cetakan : Pertama, 2012
Jumlah hal. : 132 halaman
Jumlah bab : 7 bab
Ukuran buku : 20,5 × 28 cm
[caption id="attachment_380303" align="aligncenter" width="480" caption="Tips ngeblog ala Kompasianer Fary aka Suka Ngeblog"][/caption]
Tentang Penulis:
Fary SJ Oroh adalah seorang kompasianer yang memiliki akun di Kompasiana.com sejak 14 Oktober 2010 dengan 199 artikel, menanggapi komentar sebanyak3399 dan mendapat HL pertama pada tanggal 8 Juni 2011. Termasuk kompasianer senior, mas Fary yang memakai nama akun Suka ngeblog ini masih aktif menulis sampai 30 November 2014.Memang banyak kompasianer lama yang hilang tapi masih banyak juga yang tetap bertahan, nih. Salut. Semoga ini menyemangati para kompasianer yang baru saja bergabung. Jangan pernah lelah untuk menulis. Ayo, nulis lagi.
Oh ya, dalam akun Suka Ngeblog, mas Fary menyebut diri sebagai “Blogger, writer dan 'ghostwriter' (pernah terlibat dalam penulisan buku tentang Gita Wirjawan serta Joko Widodo). Dengan menggunakan belasan nama pena sudah menerbitkan lebih dari seratus ebook yang kini dijual di amazon.com, smashwords, Barnes & Noble, iBooks, Kobo dan OverDrive. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo, salah satu penulis kisah intelejen Garuda Hitam, cersil Darah di Wilwatikta dan BAJRA Super Hero.Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com.“
Mas Fary (dan mbak Dee, yang berkolaborasi dalam rumah kayu) lah yang mengirimi saya hadiah buku ini lantaran mengikuti lomba cersil (cerita silat) di Kompasiana. Meski tidak menang, dapat kado lho ... senangnyaaaa. Terima kasih mas Fary (dan mbak Dee). Buku baru ada di tangan saya Agustus 2013 waktu mudik dan dibaca tahun 2014. Luama. Antriiii ....
Selain buku ini sudah ada buku mas Fary dari penerbit yang sama antara lain dengan judul, “Menjadi Jutawan Internet SebelumUsia 25“, “Kumpulan Trik Pintar Blogspot, “55 Tip Terbaik Google+“, “MengoptimalkanBlog dan Social Mediauntuk Small Business.“ Menarik bukan? Berharap ada lomba lagi dari mas Fary dan atau Rumah kayu di Kompasiana, terus ada hadiah buku lagi. Ngarep plus ngeces.com.
Membuka web site mas Fary saya melongo. Ya, ampun, sudah banyak terobosan yang mas Fary raih dengan berpijak diri sebagai blogger lho. Lihatlah karyanya yang sudah bisa dipesan di Amazon, Apple Itunes, Kobo dan Page Foundry. Bahkan, tiga buku berbahasa Inggris miliknya yang menggunakan nama asli bukan nama pena, sudah lahir dan diedarkan di situs belanja dunia itu, “To catch a man“, “Gunsmoke and Lightning“, “Kiss of the Rider“, “A Gun for Sale“, “Money and Honor“, “The Gun Girl.“ Wihhh ... roman barat yang pasti ciamik. Mari, ikuti jejaknya!
Ulasan Buku
Membaca judulnya “Jurus mabuk“, saya jadi teringat film China “Drunken Master“ yang sering saya lihat waktu kecil. Saya juga mengira ini tentang silat tulen. Ternyata, oh ternyatam ini tentang kolaborasi ngeblog yang dimiripkan dengan jurus silat, sesuai penggalan judul berikutnya, “....Buat Ngeblog.“
Saya mulai membacanya di sela-sela waktu yang ada. Begini isinya:
Apalah arti sebuah nama, kata Shakespear. Bagi saya, penting. Pentiiing sekali. Ini juga dibahas dalam buku mas Fary. “Dalam nge-blog, memilih nama itu penting, baik nama blog maupun akun. Pada prinsipnya, seseorang bisa memilih nama apa saja. Tetapi yang dianjurkan adalah, pilihlah nama yang mudah diingat. Nama yang mudah diingat, akan memudahkan pembaca untuk kembali mengunjungi blog.“ Begitusaran yang ada di jurus 3 “Biarkan Bidadari Mengenalimu“ pada bagian 1 di halaman 4. Nama akun saya di Kompasiana memang Gaganawati seperti nama asli, tetapi Gramedia mengusulkan nama Gana plus nama keluarga, lebih mudah diingat, lebih komersil.
Ohhhh. Yang tak kalah penting soal ingat- mengingat adalah membuat tag dalam tulisan. Ini untuk mempermudah pencarian mesin pencari di internet, misalnya lewat google. Saya paling suka memberi tag pada artikel, sesekali lupa (halaman 7, bagian 1, jurus 3 “Biarkan Bidadari Mengenalimu“, 3.1. Tagline). Di Kompasiana pun sudah ada kolomnya bukan?
Selanjutnya, sebagai blogger pastilah tetap manusia bukan dewa. Kesalahan bisa saja dilakukan. Lantas bagaimana? Mas Fary memberi masukan bahwa jika ini terjadi, jangan berkecil hati, tetap terus menulis, jangan ngambek dan berhenti menulis karena kecewa, sakit hati, takut dan entah perasaan apa lagi yang muncul. Jangan-jangan tak bisa makan tak bisa tidur seperti saat sakit gigi. Payah, bukan? Kuncinya, perbaiki kesalahan dengan ralat dan minta maaf. Habis perkara (halaman 21, bagian 2, jurus 13 “Bidadari Cantik Bercermin di Air“).
Ow, yaaaa, kadang usai menulis, kita ingin tahu sudah ada berapa yang melihat atau siapa yang berkomentar ... sebenarnya ini tidak efektif lho, mas Fary mengajak kita untuk lebih baik menulis artikel baru saja lah.
Lantas, bagaimana jika tidak ada yang komentar? OMG! Apakah dunia runtuh? Nangis bombay? Tidaaaak, itu perasaan negatif saja, ini biasa .... Jadi jangan khawatir dengan phenomena harian ini. Jadilah orang yang proaktif, rajin blog walking dan berkomentar (halaman 34, bagian 3 jurus 22 “Setan Ganas Mengetuk Pintu“). Kalau ada budaya berbalas pantun, ada berbalas komentar. Kalau saya lebih memilih mengunjungi lapak komentator dengan memberi komentar artikelnya dan menambahkan tanggapan saya di sana. Mengapa? Saya anggap sistem notifications di Kompasiana belum seperti FB yang sudah terdeteksi dengan baik. Jangan dikasih jurus Jewer Kuping ya, admiiin (takut telinga panjang dan jadi Lowo Ijo). Saya mau juga mendengar kok. Xixi. Diberi jamur kuping saja, enak disop tuh.
Nah, masih ingat dengan promo one day one jus ODOJ atau one day one article di Kompasiana? Nah, ini juga disinggung mas Fary (halaman 127, bagian 7 jurus 66 “Silat Sakti Sesuai Kehendak Hati“). Bagaimanapun, tidak ada patokan baku sesering apa blogger harus menulis, tetapi konsistensi jadwal teratur sangat diperlukan (halaman 50 bagian 4 jurus 33 “Menembus Awan, Memanah Matahari“). Dan ini dibuktikan mas Fary, meski tidak tiap hari tapi dari tahun 2010 sampai 2014 ini (5 tahunan) masih tetap menulis meski tidak setiap hari. Mas Fary juga produktif dalam membuat buku.
Setelah menulis, pasti ada keinginan untuk membuatnya jadi buku, dong? Mas Fary mengajukan banyak ide; mau indie atau penerbit besar? Susah memang untuk menembus penerbit terkemuka. Pengalaman saya, empat tahun baru gol! Saya mengangguk membaca penjelasan mas Fary bahwa profesionalitas penerbit besar memang beda. Baik dari wujud kualitas buku maupun penghitungan royaltinya. Disebutkan mas Fary bahwa selama ini, tidak mengalami masalah dengan Elek penerbit yang banyak merangkulnya karena semua DETIL dan TERTULIS! (halaman 72-73, bagian 5 jurus 41 “Merajut Aksara Meminjam Raga“). Jadi enak hati. Transparan kan? Tidak main petak umpet lalu ada yang tertangkap basah dan teriak, “Unyil kuciiiiing ....“
Bagian selanjutnya, 6, pada halaman 109, jurus 60 “Menoleh ke Belakang, Melihat Jalan Terang“ dibahas tentang postingan lama. Kalau tidak salah ini tidak diperbolehkan di Kompasiana. Mas Fary dalam bukunya ini memiliki pemikiran bahwa masih ada jalan untuk nostalgia karena barangkali ada blogger yang belum baca. Caranya? Membuat daftar postingan lama dan menulis postingan baru tentangnya. Mudah kan?
Sebuah tips yang barangkali manjur bagi blogger atau kompasianer yang tidak tahan dicaci maki adalah “... meninggalkan dunia blogging, baik untuk sementara atau selamanya.“ Ini ditemukan di halaman 121, bagian 7, jurus 63 “Sepasang Langit Memberi Hormat.“ Memang sebuah hal yang lazim kalau di Kompasianer ini ada yang iseng, suka mencari keburukan orang yang tidak relevan dengan isi tulisan dan energi negatif lainnya. Cara menangkisnya? Siap mental dan dewasa. Jika makin terbakar, menyingkir atau bercandalah! Aman.
Masih banyak jurus lain yang menarikdan inspiratif serta bermanfaat yang tidak bisa dibahas di sini. Baca sendiri ya, capek ah. Haha.
Kelebihan
Harus ada kelebihan yang saya tulis di resensi ini. Kalau tidak saya kurang asem, sudah dikasih hadiah buku gratis masih nggrundhel saja. Yang tidak kebagian banyak, tuh. Harus bersyukur. Hehe.
Yup. Bagi pemerhati silat atau kung fu, pasti buku ini sangat menarik. Ketika membaca buku ini, pembaca diajak untuk berandai-andai, berfantasi dengan jurus yang disebutkan dikaitkan dengan ilmu yang sedang dibagi.
Mas Fary juga mengajarkan kita untuk mengambil spesialisasi ketika menulis. Misalnya, mengambil jurusan dunia IT dan internet sepertinya. Kalau campur aduk nanti bisa jadi gado-gado kan? Kalau makanan sih enak, kalau tulisan branding nya tidak fokus gak asyik (haaaa ... itu saya banget!). Maklum, ibuk-ibuuuuuk.
Mas Fary juga bukan blogger yang lupa blog yang membesarkannya. Terbukti dengan penyebutan kompasiana dan nama-nama kompasianer senior yang dikenal akrab seperti Tante Paku, Katedrajawane, Mbak Christie Damayanti dan lainnya pada halaman v, “Ucapan terima kasih.“
Terakhir, penyebutan referensi (blog, situs internet dan cerita silat) menjadi hal yang tak boleh ditinggalkan sebagai acuan pembaca tentang sumber informasi terpercaya yang menjadi dasar mas Fary menulis (referensi, halaman 128-131).
Kekurangan
Mana berani saya bilang kurang? Bisa dikasih jurus balang tomat, jurus tetelan sandal atau jurus bakiak terbang. Hahaha.
OK. OK. Kesalahan ketik yang saya lihat adalah hal yang biasa terjadi, meski terbitan penerbit besar sekalipun. Antara lain saya menemukan di halaman ix, daftar isi, di mana Jurus 4. Mereguk Arak Gratisdari Istana, kurang rapi karena di atas dan bawahnya, jarak antara titik setelah nomor dan kata pertama agak jauh. Terlihat secara optik.
Pada halaman 2 (bagian 1 jurus 1) dituliskan; “Tetapi, tulisanyang panjang tidak selamanya atau bukan otomatis menjadi bagus.“
Saya memang kurang paham EYD (walaaah malah sekarang campur aduk sama Jerman sebagai bahasa sehari-hari dan Inggris sebagai bahasa mingguan waktu mengajar), tetapi menurut pengalaman waktu pelajaran bahasa Indonesia, mata saya dibiasakan untuk menggunakan “tetapi“ di dahului koma, dan juga didahului sebuah kalimat setara terlebih dahulu. Misalnya; Saya ingin menulis, tetapi tidak ada ide.
Usul/saran:
Lhaaa, kok tidak ada foto mas Fary pada halaman 132 “Tentang Penulis“? Penasaran ... Idih, main rahasia-rahasiaan yaaaa .... Lain kali mohon dipertimbangkan untuk dipasang biar saya atau pembaca tidak kimpen-kimpen, mimpi.
Kedua, semoga mas Fary menerbitkan buku tips bagaimana menembus buku dunia seperti yang ia lakukan selama ini. Diam-diam memang menghanyutkan .... Luar biasa!
Kesimpulan
Menurut saya, buku referensi dan tutorial ini sangat bermanfaat bagi kompasianer khususnya dan blogger pada umumnya, baik pemula maupun menengah. Kalau tingkat mahir sudah jelas tidak termasuk dalam hitungan target buku ini, seperti tertera di sampul bagian belakang.
Pengalaman mas Fary dalam dunia blog yang dituangkan dalam buku ini memang dialami sendiri, sangat menginpirasi. Selamat mencari dan membaca buku ini di toko buku kesayangan Kompasianer.
***
Demikian, resensi buku kompasianer Fary SJ Oroh alias Suka Ngeblog. Tuh, kann, banyak kompasianer hebat yang melahirkan inspirasi luar biasa lewat bukunya? Siapa mau menyusul? Angkat jari, lalu mengetik.
Baiklah, tunggu utang resensi buku yang sudah selesai saya baca dan ditulis kompasianer lainnya yang barangkali pernah didengar atau pernah ketemu di Kompasianival. Siapa dia? Rahasia lagiiiii …. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H