Judul di atas bukan promosi maskapai penerbangan, ini curhatan suami saya yang punya jam terbang lumayan banyak, dari Jerman ke seluruh dunia.
Lihat saja mogok kesepuluh tahun 2014 ini yang dilakukan oleh pilot-pilot maskapai Lufthansa (VC) di Frankfurt yang mempengaruhi banyak penerbangan di Münich, Berlin, Stuttgat dan lainnya pada hari Selasa, 2 Desember hingga Kamis, 4 Desember 2014. Ditaksir sudah ada kerugian perusahaan sebanyak 160 juta euro atau 199 juta USD.
Itu baru kerugian materi, belum lagi tenaga dan pikiran yang terbuang karena stress gagal terbang. Suami saya atau saya atau siapapun yang akan terbang lalu pesawatnya delay barang 1-2 jam saja sudah lemes apalagi tak jadi terbang? Tulang mau copot kali ya? Kacau pikiran dan da dig dug rasanya. Bayangkan untuk berangkat dari rumah sampai bandara Frankfurt butuh 2-3 jaman mengendarai mobil. Sudah capek dulu kan? Ada sih, bandara Stuttgart atau Zürich yang hanya sejam pakai mobil tapi kalau tidak jadwal yang kurang pas, ya, harganya yang agak tinggi. Jadi kalau sudah berangkat ke bandara dan tak jadi terbang karena acara mogok kerja awak pesawat maskapai Jerman ini, rasanya tak sopan dan tak adil bagi calon penumpang. Sebagai calon penumpang tak bisa menyalahkan mereka yang menuntut pembayaran lebih dari yang diterima sekarang ini (dulu pernah ditambahi soal protes kurang adilnya persaingan harga tiket pesawat juga), yang bisa kami lakukan adalah memilih pesawat dari Arab.
Belum lagi rencana atau jadwal entah pribadi atau bisnis yang berantakan .... Walah.
Singapura bisa jadi pilihan karena selain pelayanan dan fasilitas bagus, pramugarinya ramah-ramahhhhh dan cuantik. Duh, eksotisnya Asia. Sayangnya mahal ping satus. Mau pilih Indonesia juga tak bisa, tahu kan? Nah, pilihan selalu jatuh pada pesawat Arab. Selain murah, aman, nyaman, fasilitas cukup memadai ... Anti mogok. Pernah sih kejadian pesawat Arab mogok terbang karena pesawatnya ditabrak sama truk cargo. Ah, bercanda seperti dalam film saja. Mungkin si bapak sopir truk mengantuk.
Pramugari dari pesawat Arab biasanya ramah-ramah tidak judes (pernah lihat sekali yang judes, seribu banding satu), makanannya halal dan biasa cocok di lidah ( meski masakan pesawat itu beda sama masakan rumahan atau resto). Haha ... Kalau lapar semua di mata bisa amblas. apalagi mumpung disediakan sebagai kompensasi tiket yang harganya tidak sedikit.
Makanya tak heran kalau ...
"Assalamu'alaikum, buk ..." Layar facetime terbuka. Suami saya suka menirukan salam ini.
"Wa 'alaikum salam, pak ..." Saya senang ia pamitan terbang setelah delay yang membuat badannya linu meski sudah nunggu di lounge bukan di kursi keras. Ia pun cerita, senang tidak gagal terbang karena pilih pesawat Arab. Coba kalau pilih pesawat negaranya, bisa pusing sendiri kan?, "Cepat pulang, ya, paaaak?"
Ya, semoga pulangnya lancar karena biasanya pilot pesawat tidak mogok. Mogok barangkali sudah hal biasa di Jerman sebagai aksi protes atas kebijakan perusahaan. Tak hanya pilot maskapai penerbangan Jerman, masih ada lanjutan mogok kereta api sampai mogok pengiriman paket natal DHL di Berlin minggu lalu yang membuat warga seperti saya deg-degan.
Mau naik kereta takut batal, sudah kirim paket takut tak sampai. Yo, wis karang ngenger, ikut negara orang, berdoa saja. Selamat pagi. (G76).