Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengajari Anak Budaya Antri

7 Januari 2015   04:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:40 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420554150353582963

Antri tampaknya menjadi sebuah budaya yang sudah lazim ditemukan di Jerman. Untuk yang satu ini, saya kira Jerman nomor satu. Tapi ... tidak ada sesuatu yang sempurna, rupanya. Karena beberapa hari yang lalu, saya nemu sebuah keluarga yang sangat tidak mencerminkan didikan Jerman yang demen antri dan tertib.

Lokasinya ada di kota Sindelfingen kawasan Stuttgart, Sensapolis. Itu tempat untuk mainan anak-anak yang dilengkapi kapal bajak laut, puri istana putri-putrian, pusat hasta karya, pusat plorotan dalam pesawat galaksi, pusat percobaan alam, resto dan rumah bola dan masih banyak lainnya seperti cart race field. Tempat ini untuk anak-anak dan orang tua.

[caption id="attachment_388951" align="aligncenter" width="456" caption="Antri, berbaris rapi, lebih baik."][/caption]

Saat saya usai menunaikan tantangan nggantung di Flying Fox, suami masuk lorong plorotan yang sangat curam. Saya mundur ... ihhhh ... saya pilih yang jalur pendek. Kok jadi ibuk-ibuk beda ya ... penakuuuut.

Akhirnya, giliran anak-anak pengen diantar di sebuah tempat bermain yang menggunakan kursi roda. Anak-anak diharap memainkannya dengan jalur satu arah biar tak bertabrakan. Karena yang antri banyak, semua duduk di sebuah bangku panjang. Akan maju jika yang bermain, biasanya tiga orang, sudah selesai satu putaran. Begitu sampai giliran anak-anak, seorang bocah, kira-kira umuran 11 tahun, masuk ruangan dan mengambil salah satu kursi roda dan memainkannya. Tanpa ba-bi-bu ....

Saya bengong ... dan akhirnya tertawa.Anak-anak sudah bersungut-sungut karena gilirannya diserobot. Ya, sudah. Biarkan saja. Ditunggu ... Padahal sebelumnya, saya minta anak-anak kami dan anak-anak yang lain untuk antri rapi. Lah ini, mak srunthuuulll. Oalah, naaang- nang. Anake sopo kuwiii ... kasihan tidak dididik, barangkali.

Gemes juga melihat anak itu, sudah menyerobot, ups ... ia membawa segelas es sirup di antara kedua kakinya. Kalau tumpah bagaimana? Karpet bisa pliket, noda susah dibersihkan, bajunya bisa basah, acara bermain jadi berantakan harus ada acara bersih-bersih. Untung tidak terjadi.

Lagian ...Bukankah hal itu dilarang sesuai tatib tempat bermain ini? Ada di dalam web site. Barangkali gak baca. Saya sudah baca sebelum tiba di lokasi, jaga-jaga. Namanya juga pendatang, takut salah. Didamprat orang kayaknya gak enak banget.

Duh pelanggaran tak hanya satu, menyerobot. Si anak bermain sampai putaran kedua, sedangkan dua kursi yang lain sudah berpindah tangan. Biasanya, anak-anak yang bermain mengerti sendiri bahwa banyak yang antri jadi satu putaran saja.

Saking geregetan, suami saya maju, menghadangnya dan mengatakan:

„Sekarang, kamu turun ...“

„Aku kesal ...“ Dalam bahasa Jerman ia mengatakannya begini „Mir geht so schlecht“, si anak cemberut, sambil akan tetap memaksa menjalankan kursi roda.

„Ya, dan kamu sudah menyerobot. Harusnya antri seperti yang lain. Sudah begitu, kamu sudah dua kali putaran. Membawa makanan dan minuman di tempat bermain juga dilarang. “ Saya membantu menjelaskan, mempertegas bahwa ia melanggar aturan dan merugikan orang lain. Itu tidak betul. Ia memang masih kecil tapi harus tetap mau belajar.

„Aku kesallll ...“ si anak menunduk dan menuju ibunya yang ternyata di belakang punggung saya!Kursi diambil suami dan diberikan kepada anak kami.

Walah. Anehnya, wanita yang saya yakin orang Jerman (dari aksen bahasa Jermannya), tidak meminta maaf atau menjelaskan kepada si anak bahwa ia salah dan harus mematuhi peraturan. Justru si ibu mengatakan:

„Nggak papa ... nanti kamu boleh main lagi ...“

„Ya, silakan duduk di kursi antri...“ Telunjuk saya mengarah pada sebuah bangku yang masih kosong satu. Saya menimpali lirih sembari tersenyum. Senang rasanya, si anak menurut meski dengan wajah gak cerah meski ia berkulit bagus dan ganteng. Harus dong. Ini Jerman, negara orang banyak, bukan milik sendiri. Kalau ada peraturan ya harus dipatuhi. Mulai dari dini. Kami yang pendatang saja mengikuti, yang orang lokal tambah ikut ya. Setuju? Mengajari anak antri, asyik kok. Selamat sore.(G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun