[caption id="attachment_345643" align="aligncenter" width="624" caption="Ignasius Jonan (sumber:kompas.com)"][/caption]
Kemarahan menteri jonan setelah jatuhnya QZ-8501 dan keputusannya untuk meniadakan penerbangan murah adalah contoh cara berpikir yang sangat sesat. Dilihat dari sisi manapun, meniadakan tiket murah dengan alasan peningkatan keselamatan merupakan keputusan yang tidak masuk akal. Tidak hanya dari sudut pandang teknis, namun dipandang dari segi logika dasar pun, keputusan ini tetap tidak masuk akal.
Logika dasar yang sesat ini sebenarnya sudah terlihat dari reaksi awal Menteri Jonan saat menanggapi pertanyaan wartawan tentang kemungkinan keputusannya ini akan dibatalkan oleh KPPU. Dalam artikel yang dipublikasikan di Kompas.com pada 07/01/15, ia menjawab bahwa, apabila memang KPPU membatalkan keputusannya, maka apabila terjadi kecelakaan lagi, KPPU lah yang patut disalahkan.
"Kalau dibatalkan di KKPU, ya kalau terjadi apa-apa, berarti salah KPPU"
Ignasius Jonan (Selamat Tinggal Penerbangan Murah, Kompas.com)
Pertanyaannya, kalau ternyata KPPU menyetujui keputusan tersebut, dimana harga tiket tetap dinaikkan, namun, kecelakaan kembali terjadi, siapa yang patut disalahkan? Apakah lalu kecelakaan tersebut menjadi kesalahan Menteri Jonan?
Sangat mudah sebenarnya bagi kita yang melek internet untuk menyadari bahwa tiket murah tidak (lagi) berkaitan dengan tingkat keselamatan suatu maskapai. Menyalahkan kecelakaan karena harga tiket murah adalah model cara berpikir kebanyakan orang awam di warung kopi dan nasi uduk, bukan mereka yang berpendidikan dalam bidangnya. Mengapa saya berani mengklaim seberani itu? Karena data tersedia secara luas dan gratis untuk diakses, bagi siapapun yang mau mengaksesnya. Airasia yang sudah beroperasi sekian lama baru sekali mengalami kecelakaan fatal, yaitu QZ8501. Bandingkan misalnya, dengan Garuda Indonesia, yang pada periode 2000-2014 mengalami 5 kali kecelakaan, yang salah satunya menewaskan puluhan penumpangnya di Yogyakarta pada 2002. Satu contoh lainnya, pada 2009 Air France mengalami kecelakaan yang karakteristik awalnya mirip dengan yang dialami oleh QZ8501, dimana pesawat tersebut menghilang setelah cuaca buruk di samudera atlantik, menewaskan 228 penumpangnya. Pertanyaannya, dan ini pertanyaan yang saya rasa perlu dihadapkan pada menteri Jonan; apakah Garuda Indonesia & Air France terkenal sebagai maskapai yang menjual tiket murah?
Buruk muka cermin dibelah, merupakan salah satu judul yang sempat saya lihat ada di halaman depan kompas.com untuk menggambarkan keputusan menteri Jonan ini. Harus saya akui, bahwa pepatah tersebut memang begitu sempurna dalam merefleksikan apa yang tengah terjadi dan diperlihatkan oleh kepemimpinan Menteri Jonan kebawah Departemen Perhubungan saat ini. Sangat sulit untuk menghilangkan rasa sedih dalam menyaksikan keputusan yang diambil oleh Menteri Jonan dalam kasus ini, karena ia secara tidak langsung mendidik masyarakat untuk lompat ke kesimpulan tanpa berpikir panjang.
Apabila masalah kecelakaan pesawat bisa diselesaikan hanya dengan menaikkan harga tiket, maka seyogyanya maskapai-maskapai dengan harga tiket mahal tidak akan mengalami kecelakaan. Namun faktanya lain. Singapore Airlines, Air France, Asiana, British Airways, Japanese Airlines, seluruh maskapai tersebut adalah maskapai premium, dan semuanya pernah mengalami kecelakaan fatal dengan korban puluhan hingga ratusan. Bagi saya, apa yang terjadi di Dephub 3 hari terakhir sangatlah tidak masuk akal, namun mungkin tidak bagi Menteri Jonan. Bagi menteri Jonan, mungkin seluruh maskapai tersebut hanya perlu satu solusi: naikkan lagi harga tiketnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H