Kemacetan masih menjadi permasalahan di banyak kota-kota besar di Indonesia. Begitupun Tangerang Selatan, kemacetan menjadi isu yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Sebagai kota yang berbatasan langsung dengan ibukota, Tangerang Selatan mengalami peningkatan populasi dan urbanisasi yang pesat sehingga mendorong lonjakan kendaraan bermotor, yang selanjutnya berdampak pada kondisi lalu lintas.
Kemacetan memberikan dampak yang sangat buruk, baik dari aspek lingkungan, ekonomi, bahkan psikologi. Kemacetan menyebabkan polusi udara akibat emisi gas ekskresi kendaraan seperti karbon dioksida, karbon monoksida, dan nitrogen oksida, yang juga berdampak pada pemanasan global. Polusi suara, berkurangnya vegetasi dikarenakan kebutuhan jalan dan menyebabkan ekosistem kota menjadi rusak. Selain berdampak pada lingkungan, kemacetan juga menyebabkan kerugian ekonomi karena berkurangnya waktu produktif, biaya perawatan kendaraan menjadi lebih tinggi, dan dapat mengurangi daya tarik investasi wilayah akibat kurangnya infrastruktur yang memadai. Kemacetan juga berdampak pada kondisi psikologis pengendara, karena konsentrasi yang terus-menerus yang diperlukan untuk mengemudi dalam kondisi yang padat, kemacetan dapat menyebabkan kelelahan mental. Kelelahan ini dapat berlanjut di rumah atau tempat kerja, mengurangi produktivitas, dan mengurangi kualitas interaksi sosial. Dalam jangka panjang, kemacetan berulang dapat mempengaruhi kesehatan mental, meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan gangguan tidur akibat ketegangan yang terus-menerus.
Dikutip dari laman Republika.co.id. Kepala Bidang Keselamatan, Pengawasan, dan Pengendalian Operasional Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan mengatakan bahwa terdapat 27 titik kemacetan di Tangerang Selatan yang kebanyakan terjadi di Pamulang dan Ciputat.Â
Banyak faktor yang saling berhubungan dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas. Jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan, terutama di kota-kota besar, adalah penyebab utama. Pengembangan infrastruktur yang tidak memadai, seperti jalan raya yang sempit atau kurangnya jalan alternatif, sering kali tidak mengimbangi pertumbuhan kendaraan. Selain itu, situasi menjadi lebih buruk jika ada masalah manajemen lalu lintas yang buruk, seperti lampu lalu lintas yang tidak terkoordinasi atau tidak cukup petugas untuk mengatur lalu lintas. Kemacetan juga disebabkan oleh perilaku pengendara, seperti melanggar aturan, parkir sembarangan, dan tidak disiplin.
Masyarakat juga cenderung lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi karena transportasi umum yang buruk. Sementara kurangnya ruang parkir menyebabkan banyak kendaraan parkir di pinggir jalan, proyek konstruksi di area strategis seringkali menyempitkan jalur lalu lintas. Selain itu, cuaca buruk seperti hujan dan banjir dapat memperlambat pergerakan kendaraan. Selain itu, tingkat aktivitas yang tinggi di area tertentu seperti pusat perbelanjaan, pusat bisnis, atau pusat rekreasi menyebabkan lonjakan jumlah kendaraan yang terjadi secara bersamaan. Kecelakaan atau kendaraan mogok di jalan juga sering menyebabkan antrian panjang, sementara kurangnya kesadaran masyarakat akan carpooling, yang berarti orang berbagi kendaraan bersama. Ini semua menunjukkan bahwa kemacetan adalah masalah yang kompleks dan membutuhkan solusi yang terintegrasi.
Berbagai solusi untuk mengurai kemacetan, lebih tepatnya Kota Tangerang Selatan, telah diterapkan. Namun kemacetan masih menjadi permasalahan yang masih belum bisa diatasi. Salah satu faktor kemacetan yang jarang sekali tersorot adalah buruknya tata ruang kota. Kawasan perumahan yang berbatasan langsung dengan jalan raya, sekolah-sekolah pinggir jalan, parkir liar di bahu jalan, beberapa pusat keramaian sekaligus di satu kawasan seperti halnya di sekitar Pasar Ciputat. Oleh karena itu, dalam penanganan kemacetan, ada baiknya pemerintah kota dan instansi terkait melirik permasalah tata ruang kota yang banyak berpengaruh juga terhadap kemacetan. Apalagi kesemrawutan tata ruang kota ini diperburuk dengan kapasitas jalan yang tidak memadai, infrastruktur yang buruk, manajemen lalu lintas yang buruk, transportasi umum yang tidak terintegrasi, juga perilaku pengendara yang suka melanggar aturan lalu lintas.Â
Kemacetan yang terjadi di Tangerang Selatan menunjukkan betapa pentingnya pembangunan infrastruktur yang lebih baik, peningkatan layanan transportasi umum, dan perubahan pola perilaku masyarakat dalam berkendara. Tetapi tanpa kerja sama semua pihak, perubahan tidak akan terjadi. Pemerintah harus mengambil tindakan tegas dengan membuat kebijakan yang inovatif dan berkelanjutan, dan masyarakat harus mendukung dengan meningkatkan kesadaran untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Kemacetan mungkin sulit dihilangkan sepenuhnya, tetapi kita dapat bekerja sama untuk membuat Tangerang Selatan lebih ramah, efektif, dan nyaman bagi semua orang. Saatnya untuk berkolaborasi untuk mencapai perubahan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H