Mengapa masih banyak politik uang di negara demokrasi Indonesia?
Politik uang atau lebih akrab kita dengar sebagai serangan fajar adalah hal yang biasa dan sering kita jumpai di saat-saat menjelang pemilu. Bagi yang tidak tahu, atau mungkin berlagak tidak tahu, akan saya jelaskan apa itu serangan fajar. Serangan fajar adalah istilah populer untuk praktik politik uang. Dimana pihak kandidat pemimpin yang maju dalam pemilu akan melakukan kampanye curang dengan memberikan uang kepada masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan suara. Hal ini bertentangan dengan sistem demokrasi yang menjadi sistem pemerintahan Indonesia. Menurut pasal 286 ayat (2) undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu, orang-orang yang terlibat dalam politik uang akan diberikan sanksi berupa diskualifikasi dan terkena pasal berlapis. Selain itu pelaku politik uang akan dikenai hukuman penjara 2 sampai 3 tahun dan denda puluhan juta rupiah.
Menurut saya, politik uang adalah tanda bahwa si pelaku adalah calon pemimpin yang sama sekali tidak pantas memimpin. Dia akan melakukan banyak kecurangan saat memimpin karena dari awal sudah berbuat curang untuk mendapatkan suara. Politik uang adalah tanda hilangnya moral demi untuk bisa berkuasa. Apakah pantas seorang amoral menjadi seorang pemimpin? Masing-masing kita tahu jawabannya. Politik uang adalah pembelian suara. Tidak ada lagi demokrasi, karena dalam politik uang tidak ada kebebasan.
Budaya politik uang merupakan salah satu faktor kenapa sampai saat ini Indonesia masuk ke dalam negara demokrasi cacat. Untuk itu budaya politik uang sangat perlu untuk ditiadakan. Untuk menjadikan rakyat Indonesia bebas memilih, menjadikan Indonesia yang bersih dari suap, dan menjadikan Indonesia negara berdemokrasi penuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H