Mohon tunggu...
Gadis Mutiara
Gadis Mutiara Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi di President University

Selanjutnya

Tutup

Film

Cinta dan Perjuangan: Menjelajahi Pahit Manisnya Kisah Romansa Pribumi-Indo dalam Bumi Manusia

29 Juli 2023   16:36 Diperbarui: 29 Juli 2023   17:03 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bumi Manusia adalah sebuah film drama biografi sejarah yang diangkat dari novel karya Pramoedya Ananta Noer yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1980. Novel tersebut lalu diangkat menjadi film layar lebar yang di sutradarai oleh Hanung Bramantyo pada tahun 2019. 

Dengan latar belakang tahun 1898-1918 saat masa kolonial Belanda, film ini menceritakan tentang Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, atau biasa dipanggil dengan Minke (Iqbaal Ramadhan). Minke adalah seorang anak dari Bupati yang aktif menjadi penulis di berbagai media. Ia bersekolah di Hoogere Burgerschool (HBS), sekolah elite setara SMA untuk orang Belanda, Eropa, Tionghoa, dan elite pribumi. Ia kemudian jatuh cinta kepada Annelies Mellema (Mawar De Jongh), seorang gadis Indo yang merupakan anak dari Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti), wanita pribumi yang menjadi gundik dari pria Belanda. 

Alur dimulai saat Robert Suurof (Jerome Kurnia), pemuda Indo yang mengajak Minke ke Boerderij Buitenzorg, yaitu sebuah rumah megah milik keluarga Mellema di Wonokromo. Karena kesombongan akan darah Indo yang dimiliki oleh kakak kandung Annelies, Robbert Mellema (Giorgino Abraham), Minke tidak diterima dengan baik. Robert Mellema hanya menerima Suurof dan asik berbincang dengannya. Sebaliknya, Minke diterima dengan hangat oleh Annelies dan Ibunya yang Minke panggil Mama. 

Awalnya, Minke skeptis dengan penggambaran sosok Nyai Ontosoroh karena dalam pandangan masyarakat secara umum, seorang “Nyai” digambarkan sebagai wanita simpanan yang statusnya sangat rendah. Tetapi, setelah melihat bagaimana Nyai Ontosoroh yang begitu modern layaknya wanita eropa yang memiliki wawasan luas, dapat mengurus bisnis dengan sangat baik, dan sukses mendidik anaknya, Annelies, pandangan Minke kepada Nyai langsung berubah. Ia sangat mengagumi sosok Nyai Ontosoroh.

Karena rasa nyamannya tersebut, Minke sering menghabiskan waktunya dengan Annelies di Boerderij Buitenzorg. Rumah keluarga Annelies tersebut seolah menjadi saksi bisu kisah cinta mereka. Minke tersihir dengan kecantikan Annelies bak noni Belanda dengan kepintaran dan kepemimpinannya dalam mengurus bisnis keluarga. Meskipun Annelies tidak lulus Europeesche Lagere School (ELS), sekolah elite setara dengan SD, Annelies cukup membuat Minke kagum dengan kepiawaiannya tersebut. Setelah lulus HBS, Minke kemudian menikahi Annelies dengan pesta yang megah dilaksanakan di Wonokromo.

Kemanisan romansa antara keduanya tidak bertahan dengan lama. Banyak cobaan yang mereka hadapi karena pada masa kolonial Hindia Belanda, hubungan antara pribumi dengan Indo dianggap tidak pantas dan dikecam oleh masyarakat sekitar. Salah satu hambatan besar antara hubungan Minke dan Annelies, yaitu saat salah satu anak kandung sah dari mendiang ayah Annelies menuntut kekayaan ayahnya di Wonokromo. Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh tentu melakukan perlawanan terhadap hal tersebut. Tetapi, sekeras apapun mereka mencoba untuk mempertahankannya, hukum di pengadilan memutuskan Ir. Maurits, anak kandung Herman Mellema, secara sah menjadi wali Annelies. Hal tersebut menandakan bahwa Annelies harus hidup di Belanda dan meninggalkan Minke dengan Mamanya di Wonokromo, Hindia Belanda.

Walaupun Minke dan Annelies saling mencintai, takdir memaksa mereka untuk menerima kenyataan yang pahit bahwa mereka tidak dapat bersatu. Menjalin hubungan yang terdapat perbedaan ras dimana orang Indo yang sangat dijunjung dan pribumi yang diinjak-injak sangat dikecam oleh masyarakat. Karena hal itu, banyak masalah dan hambatan yang terjadi kepada dua insan tersebut, sehingga hubungan sangat sulit untuk dipertahankan. 

Film ini sukses membawa kita terlempar ke masa kolonial dengan mendapatkan 1 juta penonton pada masa tayangnya dengan durasi 3 jam. Perpisahan Minke dan Annelies menjadi perwakilan dari perjuangan cinta yang pahit dan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat pada masa itu. 

“Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun