Penulis : Herawati Suryanegara
Nikah sirri dan perceraian dibawah tangan rasanya bukan rahasia umum lagi bagi masyarakat desa maupun perkotaan.Begitu mudahnya kita temukan pasangan yang menikah tetapi tidak mempunyai surat nikah dan saat lain mengatakan telah bercerai pun tanpa memiliki bukti berupa surat cerai. Fenomena tersebut semoga tidak dijadikan bagi sebagia pembenaran bagi sebagian masyarakat untuk berganti-ganti pasangan.
Nikah sirri pada dasarnya dianggap syah menurut agama. Namun melihat fenomena sebagian masyarakat yang bergonta-ganti pasangan dengan berkedok nikah sirri tentunya ini memerlukan perhatian karena bagaimanapun pernikahan jangan sampai dijadikan permainan.
Nikah sirri yang dilakukan saat ini kebanyakan nikah yang diam-diam bahkan sangat tertutup bahkan seolah-olah tidak mengharapkan ada seseorang yang tahu .Hal ini tentu saja menyalahi aturan karena ada hadist yang mengatakan :
Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnyaRadliyallaahu ‘anhubahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wa Sallambersabda: “Sebarkanlah berita pernikahan.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.
Bila kita pahami hadist tersebut, jelas ada perbedaan antara nikah sirri yang dimaksud dalam hukum islam dengan nikah sirri yang dilakukan oleh berbagai kalangan, baik itu pejabat,artis maupun masyarakat biasa dengan berbagai alasan. Jangankan menyebarkan pernikahan kepada orang lain, keluarganya sendiripun sering tidak mengetahuinya.
Dalam hadist lain diriwayatkan dari Anas bin Malik ra.:
Bahwa Nabi saw. melihat warna bekas wangian pengantin di tubuh Abdurrahman bin Auf, lalu beliau bertanya: " Apakah ini?
Abdurrahman menjawab:" Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar seharga lima dirham emas".
Rasulullah saw. lalu bersabda: Semoga Allah memberkahimu dan rayakanlah walaupun dengan seekor kambing. (Shahih Muslim No.2556)
dengan demikian, pernikahan itu harus disebarkan/diumumkan dengan cara mengundang orang lain agar tidak terjadi fitnah dan bagi yang mampu, sebagai rasa syukur dianjurkan untuk merayakannya dengan makan dan minum yang halal.
Bila nikah sirri dan perceraian dibawah tangan yang dilakukan masyarakat kurang mampu umumnya alasan mereka adalah mahalnya biaya untuk mengurus surat-surat secara resmi. untuk kalangan menengah ke atas, alasannya tentu lain lagi.
Pernikahan sirri secara pergaulan sosial pun sering membuat kebingungan masyarakat setempat mengenai status seseorang dikarena tidak adanya pembuktian secara hukum Hal ini tidak jarang menimbulkan kesalah fahaman. Demikian juga dalam hal pendataan oleh negara yang berhubungan dengan status penduduknya.
Contoh kasus yang penulis ketahui, di Sukabumi ada seorang perempuan, janda berusia sekita 32 tahun telah empat kali berganti pasangan dengan menghasilkan empat orang anak . Setiap kali ia membawa pasangannya kerumah ia akan dengan mudahnya mengatakan lelaki yang dibawanya itu suami sirrinya. Tak lama kemudianpun ia akan berganti lagi pasangan dengan alasan yang sama dan saat ditanya surat cerai, dengan mudahnya sang janda mengatakan telah cerai dibawah tangan. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai tanggapan negatif di masyarakat terhadap pasangan tersebut. Pandangan negatif masyarakat tersebut kiranya tidak dapat disalahkan karena ketidak adaanya pembuktian berupa dokumen mengenai pernikahan dan perceraiannya yang berulang .
Pada kasus lain, masih di sekitar daerah Sukabumi,cukup banyak gadis maupun janda yang menikah sirri dengan pria arab . setelah beberapa bulan menikah dengan orang Arab tersebut, berapa bulan kemudian bercerai dengan perceraian dibawah tangan. Bulan berikutnya entah sudah cukup iddah atau belum, ada yang menikah lagi dengan cara yang sama. Mereka menyebutnya kawin kontrak.
Dengan adanya perilaku berganti-ganti pasangan dengan berkedok nikah sirri, sebaiknya para alim ulama harus terus memberikan pencerahan tentang makna pernikahan sirri agar tidak disalah gunakan. Begitupun mengenai proses cerai dan talaq.
Dengan anggapan syahnya talaq secara lisan yang dilakukan kaum pria jangan sampai menjadi pembenaran pula bagi perbuatan dzalim kaum pria terhadap kaum wanita dan pengabaian terhadap hak-hak anak sebagai tanggung jawabnya . Sering terjadi, seorang pria begitu mudah dan menceraikan seorang wanita cukup dengan lisannya, kemudian menikah lagi dan kemudian cerai lagi. Tentunya dalam agama Islam khususnya, maksud perkawinan bukanlah demikian. Inilah mungkin yang harus diluruskan.
Para amil atau Naib sebaiknya berhati-hati dan lebih teliti dalam menjalankan tugas sebagai orang yang menikahkan pasangan . Ada baiknya bila dalam melakukan nikah sirri tersebut setidaknya ia benar-benar tahu status masing-masing calon mempelai . masih di Sukabumi, Penulis pernah menemukan kasus yang menunjukan adanya keteledoran seperti itu, seorang amil menikahkan sirri seorang perempuan yang masih dalam masa iddah .
Memang tidak mudah untuk menertibkan masalah ini,namun lebih baik kita melangkah daripada diam ditempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H