Oleh. R. Herawati Suryanegara
Menyikapi tingkah polah siswa di sekolah, sering kali para guru mendapatkan bentuk perilaku yang menyimpang dari mereka. Penyimpangan perilaku bisa berupa penyimpangan yang sifatnya ringan, seperti bolos sekolah, mengganggu teman saat belajar, memakai pakaian seragam tidak lengkap dengan atribut, tidak mengerjakan PR/tugas atau penyimpangan berat semisal ketahuan pacaran hingga melakukan hubungan dengan lawan jenis secara berlebihan dan melanggar batasan norma.
Umumnya, sekolah akan memanggil  siswa yang melakukan tindakan menyimpang tersebut  melalui BK / Bimbingan dan Penyuluhan atau Wali Kelas siswa itu sendiri. Biasanya Wali Kelas atau BP akan mencoba menelusuri mengapa mereka berperilaku menyimpang dengan mengadakan wawancara. Kemudian mencari tahu juga faktor-faktor apa yang membuat mereka melakukan penyimpangan perilaku tersebut, serta sejauh mana perilaku menyimpang itu telah  dilakukan. Setelah mendapatkan data-data dan informasi yang lengkap maka akan diambil sebuah keputusan/tindakan apa yang akan dibebankan kepada siswa tersebut.
Sayangnya, sejauh ini banyak kejadian setelah wawancara dilakukan sehingga data didapat, keputusan yang diambil bukanlah berupa bimbingan dan penyuluhan atau melakukan terapi apa yang tepat untuk memperbaiki penyimpangan perilaku tersebut.Dalam beberapa kasus, tidak jarang data hasil wawancara dan informasi yang telah diperoleh pihak sekolah malah  digunakan sebagai acuan untuk mengeluarkan siswa tersebut begitu saja.
Merugilah mereka..! Sudah bersikap terbuka, menceritakan kisah, aib dan rahasianya,  baik itu  dengan tekanan/tanpa tekanan menjadi sis-sia bila  pada akhirnya mereka dikembalikan pada orang tua alias dikeluarkan dari sekolah begitu saja tanpa usaha yang maksimal dari pihak sekolah.Â
Mereka pasti akan kecewa, keterus terangannya tidak dihargai bahkan menjadi senjata makan tuan. Bila akhirnya demikian, mungkin mereka lebih baik memilih bungkam agar terlihat baik-baik saja.
Bagaimana mereka tidak akan kecewa, apa yang mereka ceritakan seringkali  berupa rahasia hidup remaja  yang memilukan. Mereka rela mengungkapkannya dengan jujur karena percaya kita akan mengulurkan tangan dan menggenggam tangannya dengan erat. Lalu kita diharapkan untuk dapat  membimbing jalannya agar tidak terjerambab atau  terjatuh dan terperosok lebih jauh. Mereka telah  percaya, kita akan menjadi tempat perlindungan yang baik dari kegundahannya dan akan memberikan solusi bagi kehidupan yang lebih baik.
Namun,  setiap sekolah tentu memiliki kebijakan-kebijakan tersendiri . Untuk saya pribadi bila menemukan kasus-kasus seperti diatas, terutama yang menyangkut masalah pribadi siswa dan bukan tindak kriminalitas yang diancaman dengan hukuman,  saya akan lebih jeli lagi melihat latar belakang keluarga, teman-teman  pergaulannya,  alasan-alasan yang mendorong perilaku tersebut dilakukan, hingga mengetahui sejauh mana perilaku menyimpang  telah mereka lakukan. Selanjutnya saya akan meminta sekolah untuk memberikan waktu kepada mereka agar dapat  memperbaiki tingkah lakunya dengan bimbingan para guru. Kemudian melakukan evaluasi dalam jangka waktu tertentu.Â
Bagi penulis, adalah sangat tidak etis bila sekolah mengeluarkan begitu saja seorang peserta didik tanpa usaha yang maksimal. Fungsi dan tugas guru adalah mengajar dan mendidik. Guru yang baik dan profesional adalah guru yang dapat membawa perubahan bagi diri peserta didik, Â dari tidak baik menjadi baik, dari baik menjadi semakin baik. Guru hebat bukanlah guru pencemooh, guru hebat adalah guru yang penuh kasih sayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H