Mohon tunggu...
Herawati Suryanegara
Herawati Suryanegara Mohon Tunggu... Buruh - Penyuka Langit, penyuka senja.

aku... ya ...aku!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelajar Nyambi Jadi Jablay

17 Juli 2012   16:17 Diperbarui: 6 Desember 2016   20:28 13582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


oleh R.   Herawati Suryanegara

Demikian judul artikel yang saya baca di harian Radar Cianjur,selasa ,17 Juli 2012. Penulis menjadi teringat dengan artikel yang penulis tulis tempo hari di Blog ini  http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/26/free-sex-masuk-kampung-472543.html memang demikianlah kenyataannya, sekarang banyak pelajar di kota-kota kecil seperti Cianjur dan Sukabumi yang terjun ke dunia perjablayan.

Jablay dalam bahasa keseharian bisa diartikan sebagai perempuan nakal. sekarang banyak remaja yang menjadi jablay tetapi masih sekolah. Di Cianjur dalam harian tersebut , dikatakan sudah ada lima orang yang meninggal karena HIV AIDS dan masih ada satu orang dalam penanganan  serta dalam keadaan hamil!

Hasil riset Komisi Penanggulangan Aids (KPA) dinyatakan masih dalam harian tersebut adalah  sebanyak 1.048 pelajar yang nyambi menjadi jablay dengan jumlah pelanggan hidung belang diperkirakan mencapai 16.000 orang.

Siswa pelajar SMP menjual diri biasanya diperantarai oleh sesama temannya yang sudah terlebih dahulu terjun ke dunia tersebut. Kalau sekarang banyak ditemukan pelajar yang tidak perawan, tentu banyak pula pelajar yang sudah tidak perjaka.

Umumnya pelajar yang nyambi menjadi jablay, selain karena pemahaman agama yang kurang, perhatian keluarga yang minim,  juga adanya perubahan pola hidup yang konsumtif. Namun bagi Penulis pribadi adanya remaja SMP yang terjun kedunia perjablayan, bila menilik  usia mereka yang  dibawah umur , mereka termasuk dalam kategori korban kekerasan  seksual kaum laki-laki dewasa .

Mengapa kaum lelaki dewasa atau Om-om /bapak-bapak/opa-opa begitu tega menjadikan mereka objek pemuas nafsu? Sungguh sangat keterlaluan, remaja seusia mereka harusnya dibimbing bukan dimangsa seperti srigala memangsa anak ayam..! Pemerintah sendiri  sering menangkapi para jablay dan  WTS dewasa . Mereka yang tertangkap biasanya  dibina di suatu tempat /daerah dalam beberapa bulan untuk diberikan keterampilan. Hal tersebut adalah langkah yang baik dan tepat. Namu, apakah tidak dianggap perlu juga untuk menangkap para  hidung belang mendapat penyuluhan dan bimbingan khusus dari pemerintah seperti halnya para jablay dan WTS  agar mereka lebih bertanggung jawab dalam menyalurkan hasrat sexualnya?  Atau cukup dengan menyediakan kondom gratis...?

Ayolah, Om, Bapak,  dan Opa... jangan jadikan mereka budak nafsumu!  Maukah anak perempuanmu,  adik/kakak /saudara perempuanmu atau perempuan yang anda sanyang dan anda cintai  mendapat perlakuan yang sama seperti Om, Bapak dan Opa perlakukan mereka..?

Teruntuk para ibu/bapak dan orang tua umumnya, cobalah jangan menutup mata. Ayam peliharaan tidak pulang kandang dicariin tapi anak gadis sendiri berhari-hari tidak pulang dicuekin. Ini pernah penulis temukan sendiri, ketika mengantar seorang ibu yang kebetulan suaminya tergoda remaja jablay. Ibu sang jablay tersebut seolah-olah menutupi kenyataan saat dijelaskan bahwa anaknya benar-benar sering  tidur bersama suami teman saya tersebut. Bahkan ada teman lelaki  remaja tersebut, yang juga alumni dari sekolah kami, mengatakan secara terus terang bahwa ia pun sering menidurinya. Remaja putra itu bilang  “Dia kan biasa dijemput malam-malam  ,keluarganya ga apa-apa kok bu...! “ ujarnya sambil tertawa cekikikan.  

Nah loh, ketahuan... Orang tuapun ternyata ada yang pura-pura tidak tahu. Bahkan ada yang bangga anaknya laris dibooking om-om.

Apa komentar remaja jablay itu saat diberi pengertian ? 

Beberapa ada yang masih mau mendengar nasehat, beberapa lainnya  adapula yang tidak,  karena merasa mendapat dukungan dari orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun