[caption id="attachment_326948" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption]
Kekhawatiran negara dunia akan krisis Ukraina membawa babak baru ketegangan yang lebih memprihatinkan. Rusia secara historis merasa ada kedekatan dan hubungan darah dengan Crimea yang merupakan bagian wilayah konstitusi Ukraina. Disisi lain, Negara AS dan EU dengan kepentingan politik, menentang cara-cara Rusia mengirim ribuan pasukan kedalam wilayah Ukraina. Sementara negara-negara lain melihat dan menunggu  atas ketegangan yang sedang berlangsung. China yang diharapkan bisa mencairkan situasi yang sensitif dan sarat kepentingan politik, juga menunggu dan melihat perkembangan. Sikap kehati-hatian China ditunjukan dalam rancangan mengecam resolusi referendum atas Crimea di  PBB memilih abstain.
Diplomat barat menganggap abstain China hal positif.  Sidang dewan atas permintaan  Washington pengecaman  Resolusi refrendum di Cremia, didukung 13 negara dari 15 yang ada, akhirnya ditolak Rusia dengan hak veto-nya di PBB. Referendum di Cremia, tetap dilaksanakan kemarin 16 Maret 2014 dengan dukungan Rusia yang dengan tegas bahwa referendum di Crimea sudah sesuai hukum Intenational dan piagam PBB no 1 yang menyatakan, setiap warga negara berhak untuk menentukan nasib sendiri.
Hasil referendum yang berlangsung dari sekitar 50% suara yang dihitung telah menunujukan hasil 95% suara rakyat Crimea memilih bergabung dengan Rusia dan berpisah dari Ukraina.  Saling klaim legal dan ilegal atas pelaksanaan referendum tersebut mewaranai ketegangan yang sangat memprihatinkan. Rusia menganggap referendum tersebut Legal, Amerika dan sekutu Eropa menganggap Ilegal.
Kanada melalui mentri luar negrinya, juga negara Jepang melalui kabinet pemerintahannya sepakat menolak hasil referendum Crimea yang 95% rakyatnya memilih bergabung dengan Rusia. Sangsi yang akan diberlakukan terhadap Rusia bisa saja terjadi pemicu yang lebih tidak diinginkan oleh negara yang lebih mengutamakan perdamaian.
Bila !  Arogansi AS dalam setiap menghadapi masalah dunia menghubungkan ideologi demokrasinya dengan senjata dan militer,  dan Rusia dengan egonya juga tak mau kalah apalagi harus didikte oleh AS,  akankah dunia memasuki fase baru yang mengerikan.  Sejarah mencatat dalam perang dunia negara - negara yang kuat secara militer dan demi idologinya menjadi pemicu perang dunia 1 dan 2
Tulisan ini adalah opini, rasa kekhawatiran pena. Ketegangan dunia pasca runtuhnya Uni Soviet bukannya mengecil malah berkembang menimbulkan blok-blok baru.
Dimana kesalahan rakyat Crimea yang telah memilih nasibnya, patutkah mantan presiden Ukraina Victor Yanukovich dikambing hitamkan atas krisis eks negaranya. Lantas apa hak dunia atas krisis tersbut.
Semoga dunia yang katanya semakin tua, tidak menjadi gila, tapi akan lebih bersahaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H