Mohon tunggu...
Gacoor
Gacoor Mohon Tunggu... Buruh - Lelaki

Hari ini harus berhasil, besok harus dapat, lusa akan memetik

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Penyakit Itu Melumat Kelakiannya

17 Mei 2014   19:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:26 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tubuhnya yang atletis, sehat, ditopang wajah yang tidak membosankan, tentunya daya tarik tersendiri. Namun tubuh itu kini jadi layu, lusuh tak berdaya diranjang pesakitan sebuah rumah sakit.

Disudut ruangan sebuah rumah sakit, duduk disamping ranjang pesakitan, seorang wanita sekitar 35tahun dengan wajah lelah, setia mendampingi lelaki atletis yang terbujur, tangan kiri sesekali terhenti menggoyang kipas yang terbuat dari anyaman bambu, lengan kanannya menopang wajahnya yang sesekali dihinggapi kantuk. WANITA  SETIA dan PENUH PENGABDIAN.

Itulah pemandangan yang pertama kali saya lihat ketika mengunjungi sahabat yang harus dirawat di salah satu rumah sakit pemerintah, akibat penyakit yang dideritanya.

Kisah ini adalah kejadian nyata yang dialamai oleh sahabat yang sudah seperti saudara. Rasa sedih dan doa buat kesembuhannya selalu saya selipkan usai menjalankan kewajiban sebagai sesama muslim. Coretan kisah sahabat yang mengetuk moral  paling dalam terselip rapi diantara coretan diary yang lain. Dan dengan segala hormat saya memohon ijin dan maaf  kepada sahabat saya  untuk menulis kisah ini, yang mungkin partikel dari kejadian ini bisa  dipetik hikmahnya. Ada syarat tertentu menyangkut etika dan rahasia yang menjadi pertimbangan, dan saya pegang teguh permintaan sahabat saya tersebut. Dan saya mohon maaf bila ada pembaca sahabat kompasiana yang memberi tanggapan atau komentar tidak saya tanggapi, dan hanya  'Terima Kasih'  saya ucapkan mewakili rasa hormat saya.

Lelaki yang mengalami sakit tersebut saya sebut ' Atletis' dan istrinya yang setia saya panggil 'Setia'

Atletis,  adalah sahabat yang saya kenal pada saat pengerjaan proyek agro terbesar di Asia Tenggara pada salah satu  pulau di Sumatra. Kecocokan berteman menambah rasa lebih kental menjadi persaudaraan. Atletis, lelaki yang energik, sikap pergaulannya yang disenangi menjadi daya tarik tersendiri buat lawan jenisnya. Dan kelebihan yang dimilkinya, dia berpetualang. Apakah dengan sadar atau bangga saya tidak memahaminya,  dari berpetualang  terkadang  bercerita dengan menggebu, semalam saya bertandang kekampung ujung proyek dan tidur di rumah janda anu atau semalam saya kekampung trans diujung utara proyek, saya tidur dirumah bapak bla-bla dan terjadi bla bla bla....  yang membuat badan saya letih.  Saya mengutuk kelakuan  Atletis, dan menasehati, hati-hati jangan sembrono kamu, suatu saat kena tulahnya ( akibat ) kamu. Dia hanya mengekeh tertawa sambil berlalu kekamar mandi dengan santai berseloroh " pengalaman bro .... "

Tempo waktu,  Atletis  tergopoh-gopoh menggedor pintu belakang mess karyawan, memanggil nama saya minta dibukakan pintu. Saya melihat jam didinding menunjukan pukul  dua dini hari, saya lihat pakaiannya yang melekat basah penuh lumpur, ada luka memar di bagian wajahnya, dan darah mengering campur lumpur dibawah hidungya. Keesokan paginya ada kabar dari kampung sebelah timur proyek, pemuda setempat menggerebek salah satu rumah warga yang kedapatan menyimpan lelaki dirumahnya diluar batas jam kewajaran. Namun pemuda yang dgrebek tersebut dan sempat dihajar beberapa pemuda berhasil meloloskan diri ditengah kegelapan kampung yang jauh dari PLN.

Sifat setan rupanya tetap melekat pada diri Atletis, selang beberapa lama, terulang kembali kejadian memalukan, dia dihukum adat kampung harus membayar denda akibat perbuatannya menganggu wanita yang sudah menjadi istri orang. Keberuntungan masih berpihak kepada Atletis, pimpinan proyek dengan pertimbangan sosial terhadap dampak pekerjaan akibat ulah karyawannya, maka segala denda yang diminta oleh kampung tersebut dipenuhi. Masalah selesai, konsekwensinya Atletis dikeluarkan oleh perusahaan tanpa pesangon. Dengan kejadian itu lama saya loss kontak dengan Atletis. Dan beberapa bulan kemudian saya mendapat kabar Atletis bekerja di sebuah perusahaan diperkebunan sawit, masih di pulau Sumatra. Kabar yang lebih memprihatinkan sifat buruknya masih tidak berubah.

Satu tahun lebih berlalu, saya mendapat undangan yang dititipkan melalui teman, undangan perkawinan sahabat lama,  Atletis menemui jodohnya wanita yang  terlihat cantik dan anggun difoto undangan. Secarik kertas tertulis diundangan, permohonan agar saya menjadi saksi pernikahannya pada tanggal ijab kabul yang tanggalnya tercantum. Kehormatan dari Atletis dan Saya menyanggupi dalam hati, dan berharap semoga ini akhir dari petualangannya.

Sekian tahun berlalu dengan kesibukan masing-masing dan jarak berjauhan yang harus ditempuh bila harus bertemu, hanya hand phone yang menjadi penyambung silaturahmi selama ini, antara saya dan keluarga Atletis. Kabar dari komunikasi yang berjalan, dia sudah dikarunia dua orang anak yang lucu dan pintar. Namun ada komunikasi yang membuat hati saya sedih dan marah kepadanya. Sifat setannya masih belum hilang, dia masih menjadi petualang napsu setannya. Tegas dan marah  saya memutuskan hubungan silturahmi dengannya melalui pembicaraan hand phone. Berkali - kali dia menghubungi hand phone, tidak saya angkat, ratusan kalimat sms juga tidak saya balas. Terakhir mungkin dia lelah telpon tak diangkat sms tak dibalas, dia menulis sms pendek dengan hurup besar semua. " MAAFKAN SAYA SAHABAT, SAYA BUTUH PERTOLONGANMU " Saya membalas dengan kalimat  " Hanya Dirimu yang bisa menolong diri sendiri. Boleh kita bertemu jika kamu sudah insyaf "  itulah percakapan terakhir dengannya, namun disisi lain saya tetap meminta kepada istri dirumah tetap menjalin silturahmi dengan Setia, istrinya Atletis.

Hampir dua tahun berlalu semenjak putus hubungan dengan Atletis, saya dikagetkan oleh kabar dari istrinya Setia, bahwa suaminya masuk rumah sakit pemerintah dikota tempat saya tinggal. Sorenya sepulang dari kantor saya dan istri bergegas menuju rumah sakit yang disebutkan. Memasuki ruang sal rumah sakit kelas tiga, berjejer sepuluh dipan yang diisi oleh orang yang sakit  dan hanya dibatasi bupet kecil diantara dipan yang ada tentunya menambah suasana miris menyaksikan orang yang berbaring sakit. Saya melihat wanita tegar dan anggun sedang mengipasi lelaki yang berbaring dihadapannya. Setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun