Sampah merupakan permasalahan nasional, sehingga perlu dikelola secara komprehensif dan terpadu. Berbagai jenis sampah baik organik dan non organik dapat disulap dengan mengelola ulang untuk meminimalisir residu dan kerusakan lingkungan, hal ini dikenal sebagai 3R (reduce, reuse, recycle). Saat ini, pengolahan limbah organik mendapatkan perhatian khusus karena dapat dikelola dengan cepat dan tuntas dengan larva Maggot. Maggot merupakan larva dari Black Soldier Fly (BSF) yang dapat mengolah limbah organik menjadi pupuk organik dalam waktu yang sangat singkat. Konsep ini menjadikan keuntungan dua arah yakni pengelolaan limbah organik secara cerdas dan nilai ekonomi dari produk turunan budidaya maggot. Maggot yang kaya protein dapat menjadi bahan pakan ternak berkualitas dan memiliki nilai jual yang tinggi. Selain itu kotoran maggot dapat digunakan secara instan sebagai pupuk organik. Pengelolaan limbah yang memiliki siklus menguntungkan seperti ini merupakan rangkaian ekonomi sirkular. Konsep ekonomi sirkular atau circular economy merupakan penggunaan, pengembalian, dan pengolahan kembali suatu bahan dengan menghasilkan nilai tambah baru.
Desa Argosuko yang berada di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang belum memiliki fasilitas pengelolaan limbah organik dengan baik. Hal ini ini memicu kesadaran lingkungan bagi mahasiswa Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya tahun 2024 yang dibimbing oleh Gabryna Auliya Nugroho, S.P., M.P, M.Sc, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) untuk melakukan Introduksi Budaya Maggot dalam Pengelolaan Sampah Cerdas. Kegiatan ini dikemas dalam agenda pengabdian masyarakat untuk memperkuat budaya riset dan inovasi di kalangan civitas akademik di Fakultas Pertanian. Peran dosen dan mahasiswa dalam Introduksi Maggot ini untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs): (1). 11. Sustainable Cities and Communities, (2). 12. Responsible Consumption and Production, (3). 15. Life on Land.
Pengabdian masyarakat dilaksanakan tanggal 30 Juli 2024 di Balai Desa Argosuko, diawali dengan sesi sosialisasi, pengenalan fase-fase kehidupan larva maggot dan lalat, demonstrasi budidaya, pengenalan produk turunan maggot yang bernilai tinggi, dan tanya jawab, kepada Gapoktan dan Warga Desa Argosuko. Antusiasme warga meningkat setelah mengetahui jenis-jenis produk turunan maggot yang bisa diperoleh dalam waktu singat serta nilai ekonominya yang tinggi. Introduksi ilmu baru menjadi langkah penting untuk meningkatkan wawasaan warga dan dalam mendukung terciptanya sirkular ekonomi di Desa Argosuko.
Gabryna yang menjadi pemateri menyatakan bahwa, "Limbah dari perkebunan yang ada di Argosuko juga dapat menjadi salah satu bahan pangan sampingan untuk maggot. Sehingga, limbah organik dari lahan Gapoktan dan warga semua terkelola dengan baik. Selain itu, budidaya maggot dapat berpotensi dalam peningkatan ekonomi masyarakat karena adanya peluang pasar maggot yang terbuka cukup luas." Dalam perbincangan bersama salah satu peserta kegiatan, Pak Eko (PPL Kec. Poncokusumo) menyatakan antusiasnya atas inisiatif ini. "Budidaya maggot berpeluang menciptakan peluang bisnis di desa kami, didukung dengan ketersediaan sumber bahan makanan bagi maggot berupa sampah organik dan rumah tangga yang banyak dihasilkan di sini. Kemudian, program budidaya maggot telah dicanangkan agar dapat dilaksanakan di pasar-pasar dan TPA yang berada di Desa Argosuko".
Terealisasikannya kegiatan sosialisasi dan demonstrasi budidaya maggot ini turut berkontribusi dalam mengatasi permasalahan sampah dengan cara yang mudah dan dapat meningkatkan taraf ekonomi dengan adanya produk turunan seperti tepung maggot dan minyak maggot. Kegiatan ini ditutup dengan serah terima rak lalat dan rak maggot berukuran 2 m x 60 x 50 cm dan modul budidaya maggot sebagai awal mula introduksi maggot di Desa Argosuko. [Gabryna, Frida].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H